Thursday, February 24, 2022

Remarried Empress (#306) / The Second Marriage

 



Chapter 306: Keputusasaan Rashta (1)

Penerjemah: Shira Ulwiya

 

Setelah hari itu, waktu berlalu sangat lambat. Tetapi ketika aku memikirkan tentang kehamilanku di malam hari, sepertinya waktu berlalu terlalu cepat lagi.

Mungkin karena situasinya, Heinley hanya memelukku erat bahkan ketika kami sedang berbaring di kamar tidur bersama.

Elang nakal ini, yang matanya selalu penuh nafsu, tidak biasanya berperilaku seperti ini.

Namun, dia tidak pernah mengungkit-ungkit masalah kehamilan atau berbicara tentang bayi.

Heinley mungkin tidak ingin aku merasa kewalahan. Aku sudah memutuskan untuk meminta dokter istana memeriksaku lagi.

Meringkuk di dada Heinley, aku membelai dagu dan pipinya untuk menenangkan kecemasanku.

Pasti sulit bagi seseorang yang cerewet untuk tutup mulut.

Aku mengagumi upaya yang dia lakukan demi aku dengan tidak mengatakan apa-apa selama dua minggu.

Saat aku membelai rambutnya sehari sebelum pemeriksaan, aku melepaskan simpul jubahnya dan meletakkan telingaku di dadanya.

Begitu aku mendengar detak jantungnya yang menyenangkan dan merasakan kehangatan tubuhnya, pikiranku yang kacau perlahan-lahan menjadi tenang.

Sejak kapan pria ini mulai sangat berarti bagiku? Apakah sekarang masuk akal untuk mencoba tidak mencintainya?

Aku meratap dalam hati, menghela napas sedikit.

Bagaimana perasaan kami besok ketika kami berbaring di sini lagi?

Besok kami akan tahu apakah…

"Apakah kamu ingin membunuhku, Ratuku?"

“Heinley?”

"Astaga…"

Heinley, yang mengerang, mencium dahiku dan menarik tubuhnya keluar dari bawahku, berkata, "Tunggu sebentar."

Kemudian dia bergegas pergi seperti tikus dan mengerang lagi.

Pada saat itu aku menyadari kalau aku telah banyak meraba-raba tubuh telanjangnya, yang sangat merangsang bagian Heinley yang itu.

"Apakah kamu baik-baik saja?"

“Kamu kejam…”

Heinley bergumam tak berdaya dan meninggalkan kamar tidur bersama.

Saat aku melihat ke arah pintu yang menuju ke kamar Heinley, aku meraih bantalnya dan memeluknya.

Dengan bantal yang masih menyimpan kehangatannya di antara lenganku, aku tertidur.

* * *

Keesokan harinya.

Dokter istana yang datang menemuiku, hampir tengah hari, tampak sangat tegang.

Dia bahkan memiliki ekspresi tragis sebelum memulai pemeriksaan, seolah-olah keselamatan dunia bergantung pada kata-katanya selanjutnya.

Heinley meremas tanganku dengan penuh kasih sayang ketika dokter istana mengeluarkan peralatan medisnya, tetapi segera menariknya atas permintaan dokter istana.

Aku menelan ludah dengan susah payah dan menarik napas perlahan.

Detak jantungku terasa seperti detak jam.

… Berapa lama dia akan memeriksaku?

Sudah waktunya untuk mengetahui hasilnya. Dokter istana menyingkirkan peralatan medis, dan membungkuk dalam-dalam kepadaku,

“Selamat, Yang Mulia! Tidak ada keraguan bahwa Anda sedang hamil! Anda memiliki bayi di dalam rahim Anda!”

Begitu dia selesai berbicara, isak tangis terdengar dari samping. Saat aku mengalihkan pandanganku, aku melihat Heinley menatapku dengan mata berkaca-kaca.

Tidak lama setelah tatapan kami bertemu, dia bergegas meraih tanganku dan memelukku dengan tangan satunya.

Dokter istana tidak menghentikannya, kali ini dia tidak mengatakan apa-apa.

Hanya isak tangis Heinley yang bisa terdengar di ruangan yang sunyi itu.

Tidak ada lagi yang terlintas di pikiranku, dokter istana tersenyum seolah berharap melihatku bahagia, tapi akhirnya menatapku dengan ekspresi bingung.

Baru setelah dia pergi setelah memberikan beberapa instruksi, aku menyadari kalau kepalaku kosong.

Saat pikiranku kembali, aku ingin memanggil dokter istana untuk memeriksaku lagi.

Apakah dia benar-benar yakin? Dia tidak melakukan kesalahan? Apakah aku benar-benar memiliki bayi di dalam rahimku? Aku?

"Seorang bayi…"

“Sepertinya bayi elang jahat itu adalah anak kita, Ratuku.”

“Dia tidak jahat. Dia manis dan menyenangkan untuk dipeluk.”

Mendengar kata-kata tegasku, Heinley mencium pipiku beberapa kali dan berkata, "Kamu benar, itu adalah bayi elang yang sangat cantik."

Lalu dia mengangkatku dan memelukku dengan tiba-tiba, jadi aku secara refleks memeluk lehernya.

“Heinley!”

“Jika aku berputar-putar seperti ini, kamu akan merasa pusing, kan?”

Heinley mencium seluruh wajahku, lalu mendudukkanku di sofa, berubah menjadi burung dan mulai menari.

Dia tidak terlihat seperti orang yang sama yang tidak mengatakan apa-apa selama dua minggu.

Bahkan sebelum dua minggu itu dia tidak pernah menyebutkan kalau dia ingin punya anak. Apakah dia begitu senang tentang ini?

Saat aku menyaksikan Queen menari, yang tidak bisa dikatakan penari yang baik, tawa akhirnya pecah saat ketegangan mereda.

Tiba-tiba, aku tersentuh dan mataku berkaca-kaca.

Aku hamil. Aku… aku akan menjadi seorang ibu.

Meskipun aku tidak pernah bermimpi menjadi seorang ibu, aku tidak pernah berpikir aku tidak akan menjadi seorang ibu.

Menjadi Permaisuri, sewajarnya aku harus memiliki anak. Ini terkait dengan posisi Permaisuri.

Tapi ini… berbeda. Mengetahui bahwa aku benar-benar memiliki bayi di dalam rahimku benar-benar berbeda dari apa yang aku bayangkan.

Itu melampaui masalah kewajiban dan kebahagiaan.

"Anakku."

Kehidupan yang tumbuh di dalam diriku dengan cara yang sama sekali tidak terduga memberiku kegembiraan dan ketakutan yang aneh pada saat yang sama.

Bayi ini mengajariku betapa menakjubkannya seorang wanita untuk dapat menghasilkan keturunan, dan juga ketakutan mengetahui bahwa hidupnya hanya bergantung padaku agar terlahir sehat.

Ketika aku berpikir bahwa dalam beberapa tahun bayi ini akan tumbuh menjadi seperti kami, berbicara tentang segala macam hal, tertawa, dan memainkan sebuah peran di dunia, aku menyadari betapa menakjubkannya menjadi orang tua.

Itu adalah perspektif yang tidak pernah aku pertimbangkan sebelumnya.

Kehidupan ini, yang ada di dalam rahimku dan yang keberadaannya tidak pasti dua minggu yang lalu, akan menjadi bayi yang cantik dalam waktu kurang dari setahun.

Ketika aku meletakkan tangan di perutku, air mata akhirnya tumpah di pipiku.

Queen berhenti menari dan mendekatiku, menyandarkan wajahnya di perutku. Kemudian dia melebarkan sayapnya yang besar, menutupi perut dan pinggangku.

Kami tetap seperti itu untuk waktu yang lama…

“Semakin aku memikirkan anak yang akan kita miliki… semakin jantungku berdebar kencang, Ratuku.”

"Apa kamu senang?"

"Keberadaan bayi yang akan lahir adalah buah dari cinta kita."

***

[Baca Remarried Empress Bahasa Indonesia di https://shiraulwiya.blogspot.com/]

Diterjemahkan dari https://novelutopia.com/ 


<<<

Chapter 305          

>>>             

Chapter 307

===

Daftar Chapters 


Sunday, February 20, 2022

Remarried Empress (#305) / The Second Marriage




Chapter 305: Keputusan Viscountess Verdi (2)

Penerjemah: Shira Ulwiya

 

Saat tubuh kecilnya menggapai-gapai di dalam pelukannya, Rashta merasakan sebuah emosi naik ke dadanya.

Dia telah melahirkan dua kali, tetapi ini adalah pertama kalinya dia menggendong bayi di pelukannya seperti ini.

Mungkin itu sebabnya dia merasa sangat aneh, meskipun dia menyukainya.

"Bayinya menggeliat."

Ketika Rashta bergumam, bayi itu berkedip dengan mata berlinang air mata saat dia melihat Rashta.

Pada saat itu, Rashta menyadari. Dia tidak pernah bisa menyalahkan bayi perempuan ini.

Dia mencintai putrinya.

Begitu dia menyadari fakta ini, kekosongan dan kelemahan yang dia rasakan sebelumnya menghilang. Dia bertekad untuk melindungi putrinya.

'Ya. Aku harus kuat.’

Ini bukan waktunya untuk berdiam diri. Jika dia diusir dari posisi permaisuri, putrinya akan dibesarkan oleh wanita lain.

Seorang wanita muda yang cerdas dan cerdik dari keluarga yang baik akan menjadi Permaisuri.

Tidak peduli permaisuri baru itu sebaik malaikat, anak-anak mereka pasti akan dibandingkan, keluarga dari ibu permaisuri itu, dan bahkan orang-orang di sekitarnya, akan menolak sang putri pertama.

Bahkan jika para bangsawan memandang rendah dirinya, dia bertekad untuk mempertahankan posisinya sebagai permaisuri. Hanya dengan cara ini dia bisa melindungi putrinya.

Pada titik ini, tangisan sang putri berhenti. Mungkin karena bayinya berada dalam gendongan ibunya atau karena ia berada dalam posisi yang lebih nyaman.

Bagaimanapun, vitalitas intens yang bisa dirasakan di seluruh tubuh sang putri berkurang drastis saat dia tenang. Dia tampak lesu.

Rashta menatap ngeri pada sang putri dengan kepala tertunduk. Tiba-tiba merasakan sensasi yang sama dari masa lalu ketika dia menggendong bayi yang sudah mati di pelukannya.

Pada kengerian mengerikan yang melanda dirinya dari kepala hingga kaki, Rashta tersentak dan membuang bayi itu,

"Pergi! Menjauh dari pandanganku!”

Setelah melempar bayinya, Rashta gemetar sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangannya. Dia merasa ada bau mayat yang memuakkan di lengannya, jadi dia buru-buru mengusapkan kedua lengannya ke lutut dan seprai untuk menghilangkannya.

"Putri!"

Bayi yang terlempar ke lantai itu menangis tersedu-sedu. Baru saat itulah Rashta sedikit tenang dan bertanya dengan tatapan kosong.

"Apakah dia, apakah dia hidup?"

Viscountess Verdi teringat Delise sejenak, yang lidahnya dipotong Rashta dan dipenjarakan setelah dia melihat sesuatu yang 'tidak seharusnya dia lihat', dan pelayan yang ayahnya hampir dieksekusi karena terlalu banyak bicara.

Memikirkan apa yang baru saja dilakukan Rashta, Viscountess Verdi menelan ludah.

"Apakah dia hidup?"

Rashta bertanya lagi dengan suara kasar.

Viscountess Verdi tahu apa yang akan terjadi. Dia telah menyaksikan adegan ' yang tidak seharusnya dia lihat', jadi Rashta akan mencoba membunuhnya. Rashta sekarang tertegun, tetapi tidak diragukan lagi akan melakukannya begitu dia sadar.

Viscountess melangkah mundur, menggendong bayi itu dengan erat.

“Viscountess? Apa kamu tidak mendengarku? Apakah bayinya hidup?”

Rashta bertanya dengan bingung.

Viscountess Verdi nyaris tidak berhasil membuka mulutnya untuk mengucapkan beberapa patah kata.

“Bayinya… terlihat kaget. Tolong tunggu sebentar. Saya akan pergi memeriksakannya.”

Dia berbicara pelan, agar tidak membuat jengkel Rashta, mundur selangkah lagi, dan bergegas keluar dari kamar.

Kemudian dia meninggalkan ruang tamu dan berlari menyusuri koridor.

Dia takut para kesatria dan pelayan di bawah komando Rashta akan mengejarnya kapan saja, jadi Viscountess dengan putus asa berlari ke Istana Timur dengan bayi di pelukannya.

Ketika Rashta akhirnya sadar dari keterkejutan yang disebabkan oleh bayinya yang mati, dia menyadari bahwa Viscountess Verdi telah pergi ke suatu tempat bersama sang putri. Dia juga menyadari bahwa Viscountess Verdi telah melihatnya melemparkan bayinya ke lantai.

"Oh, tidak!"

Rashta bergegas keluar ke koridor dan bertanya pada salah satu kesatria yang ditempatkan di pintu.

“Dan Viscountess Verdi? Kemana perginya Viscountess dengan bayiku?”

Kesatria itu menanggapi dengan tatapan bingung.

"Dia lari ke arah sana dengan bayi di pelukannya."

Rashta berubah pucat dan memerintahkan,

“Tangkap jalang itu! Sekarang juga! Si jalang itu telah menculik putriku!”

Para kesatria terkejut sejenak dan saling memandang.

Mereka menganggap tidak masuk akal bahwa satu-satunya dayang Permaisuri menculik Putri di Istana Kekaisaran.

Tapi dari mata merah dan wajahnya yang pucat, sepertinya itu bukan lelucon.

Para kesatria mengejar Viscountess dengan tergesa-gesa. Namun, Viscountess Verdi sudah tiba di Istana Timur.

Kesatria Keluarga Kerajaan datang membantunya saat mereka melihatnya berlari ketakutan.

"Apa yang terjadi?"

"Yang Mulia, saya perlu menemui Yang Mulia."

Viscountess Verdi memohon dengan putus asa.

Dia memasang ekspresi ketakutan, jadi Kesatria Pengawal Kekaisaran segera memberi tahu Sovieshu.

Mendengar bahwa Viscountess Verdi datang dengan sang putri di pelukannya, Sovieshu membiarkannya masuk ke ruang tamu.

Begitu Viscountess Verdi melihat Sovieshu, dia berlutut dan berteriak sambil menangis,

“Yang Mulia, Permaisuri melemparkan sang putri ke lantai! Tolong lindungi sang putri!”

***

Dokter istana pelan membuka mulutnya, tetapi kemudian berbicara dengan cepat.

"Hamil! Anda hamil!"

Dia mengulangi kata-kata ini beberapa kali, tidak mampu menahan keterkejutannya.

Kemudian dia melompat berdiri dan menatapku dengan mata membelalak.

"Permaisuri! Astaga! Astaga! Astaga!"

Aku menatap dokter istana dengan keheranan.

Aku tidak bisa memikirkan apa pun, seolah-olah pikiranku kosong.

Melihatnya dengan bingung, dokter istana terbatuk dan tersenyum canggung,

"Selamat, Permaisuri sedang hamil!"

Heinley mengepalkan satu tangan dan menutup mulutnya dengan tangan lainnya.

Aku bisa melihat bagaimana tinjunya sedikit gemetar.

Heinley, yang tetap diam seolah-olah tidak ada di sana, tiba-tiba menatapku dengan mata berkaca-kaca.

Ketika dia melepaskan tangannya dari mulutnya, aku melihatnya menggigit bibirnya.

“Ratuku.”

Heinley memanggilku dengan suara gemetar, mengulurkan tangannya dan memelukku erat-erat.

"Apa kamu yakin? Bukankah ada kemungkinan kesalahan diagnosis yang tinggi pada minggu-minggu awal kehamilan?”

Namun, begitu aku bertanya kepada dokter istana dengan tegas, lengan Heinley menjadi lemas.

Dokter istana dengan cepat menjawab pertanyaanku,

“Tentu saja, salah mendiagnosis pada waktu ini adalah hal yang biasa. Tapi Yang Mulia, saya tidak pernah salah dalam hal ini.”

Ketika aku berada di Kekaisaran Timur aku menyaksikan beberapa kesalahan diagnosis 'tentang ini', jadi aku lebih memilih untuk tidak menerimanya begitu saja,

"Kapan kita bisa tahu pasti?"

"Dalam dua minggu itu bisa diketahui secara pasti."

"Oke, periksa aku lagi kalau begitu."

Aku meminta dokter istana untuk tidak memberi tahu siapa pun tentang ini, dan sang dokter dalam kegembiraannya, berkata dengan enggan bahwa dia mengerti.

"Tapi sampai saat itu, Anda harus mengurangi beban kerja Anda dan mengambil lebih banyak waktu untuk beristirahat, Yang Mulia."

Setelah dokter istana pergi, aku juga meminta pada Heinley,

“Heinley, jangan beri tahu siapa pun tentang ini. Ada orang-orang yang akan mengolok-olok kita karena mengungkapkan kalau aku hamil tanpa terlebih dahulu mengonfirmasinya.”

Itu aneh. Meskipun aku berbicara dengan tenang seperti biasa, suara yang keluar terdengar gemetar.

Mengapa?

Itu tetap sama bahkan setelah aku batuk beberapa kali lantas berbicara lagi. Saat aku menggigit bibir dalam kebingungan, tiba-tiba aku merasakan kesemutan yang aneh di sekujur tubuhku.

Belakangan aku bisa mengerti apa yang sebenarnya aku rasakan. Aku takut dan cemas.

Bagaimana jika dokter mengatakan itu salah diagnosis? Ketika pikiran itu muncul di benakku, seluruh tubuhku bergidik.

Aku menggosok-gosokkan kedua tanganku dengan gugup dan melingkarkan lenganku di tubuhku, tetapi perasaan itu tidak hilang.

Kemudian Heinley memelukku.

***

[Baca Remarried Empress Bahasa Indonesia di https://shiraulwiya.blogspot.com/]

Diterjemahkan dari https://novelutopia.com/ 


<<<

Chapter 304         

>>>             

Chapter 306

===

Daftar Chapters 


Remarried Empress (#304) / The Second Marriage




Chapter 304: Keputusan Viscountess Verdi (1)

Penerjemah: Shira Ulwiya

 

Setelah Rashta agak pulih, perjamuan diadakan selama tiga hari tiga malam untuk merayakan kelahiran bayi pertama Sovieshu.

Sejumlah bangsawan dan tamu terhormat, yang telah menerima undangan sebelumnya, berkumpul di Istana Kekaisaran dengan kereta penuh hadiah.

Mereka senang bertemu bayi yang lahir dari Kaisar dan Permaisuri, yang dikagumi karena kecantikan mereka.

Ketika mereka memasuki aula perjamuan, semua orang sangat terkesan melihat Putri Glorym yang dirumorkan.

Sang putri, yang menyerupai Rashta, sama menawannya dengan peri kecil.

Bayi itu tampak kecil dan rapuh, mungkin karena ia lahir prematur, tetapi tampaknya tidak mengganggu kesehatannya.

"Dia bayi yang sangat cantik."

"Dia sudah sangat cantik, Yang Mulia pasti sangat senang."

"Saya belum pernah melihat seorang putri yang terlihat begitu pintar, Yang Mulia!"

Mereka yang hadir maju pada saat bersamaan untuk memberi selamat kepada Sovieshu.

Sovieshu menggendong bayi itu di lengannya seperti berang-berang yang bangga yang tidak lepas dari anaknya.

Sikap protektif kaisar itu membuat mereka yang hadir tanpa sadar tertawa.

'Saat ini aku satu-satunya yang menderita.' Pikir Rashta sambil merenungkan pemandangan bahagia itu.

Bersandar di kursi berlengan yang lembut, Rashta menatap bingung pada putrinya yang berada di pelukan Sovieshu dari kejauhan.

Tiga kali.

Itu adalah jumlah berapa kali Rashta melihat putrinya setelah melahirkan.

Tiba-tiba terdengar gumaman tentang kejadian surat perjanjian hutang diikuti oleh suara-suara tawa di antara mereka sendiri. Mereka yang hadir sepertinya mengejeknya atas apa yang telah terjadi.

Rashta meletakkan tangan di perutnya, di mana pembengkakannya belum sepenuhnya hilang, dan mengerutkan bibirnya.

Para bangsawan yang menyadari bahwa Sovieshu sekarang hanya memperhatikan bayinya, mulai berubah terhadap Rashta.

Karena Sovieshu bahkan tidak mengizinkan Rashta berada di dekat putrinya, orang-orang berpikir bahwa Sovieshu, yang marah dengan insiden surat perjanjian hutang, dengan sengaja memisahkan bayi itu dari Rashta.

Bahkan begitu pula di mata Rashta.

Meskipun dia mengirim banyak dokter untuk merawat pemulihan tubuhnya, dinding nyata dapat dilihat dari sikap Sovieshu.

Tapi Rashta tidak ada di dalam dinding itu. Hanya ada putrinya dan Sovieshu sendiri.

***

"Apakah kamu tidak tahu?"

"Jadi ... itu benar."

“… Aku tidak pernah menyukainya.”

"Yah, pada akhirnya dia adalah orang biasa dari keluarga bangsawan yang jatuh ..."

Rashta perlahan berhenti berjalan dan melihat ke arah di mana dia mendengar beberapa suara.

'Jika mereka hendak membicarakanku, mengapa mereka tidak melakukannya di tempat di mana aku tidak dapat mendengarnya ?!'

Tetapi Rashta tidak tahu bahwa pada satu titik Navier pernah mendengar gumaman seperti itu.

Pelayan di belakang Rashta juga tidak mengetahuinya.

Hanya Viscountess Verdi, yang memiliki ekspresi pucat, yang menyadari fakta ini.

Mengingat kejadian tahun lalu yang tampaknya tumpang tindih, Viscountess Verdi berbicara dengan getir,

“Jangan khawatir, Yang Mulia. Itu tidak perlu dikhawatirkan.”

"Bagaimana bisa aku tidak khawatir ketika aku bisa mendengar mereka?"

Rashta menjawab dengan dingin, tetapi dari ekspresinya sepertinya dia hampir menangis.

'Kenapa ini terjadi padaku?'

Dunia telah berubah setelah kelahiran putrinya. Sementara bagi orang lain dunia menjadi lebih cerah dan lebih hidup, bagi Rashta, dunia menjadi lebih gelap.

Pada hari-hari perayaan kelahiran sang putri, dia tidak menjadi pusat perhatian.

Bayi itu menerima segala macam pujian dari para hadirin, dan Sovieshu menerima segala macam sanjungan. Tapi Rashta, yang melahirkan bayi itu, menjadi bahan tertawaan.

'Bagaimana ini mungkin?'

Selama berbulan-bulan dia mengandung putrinya di dalam rahimnya, dia telah berusaha untuk merawat sang putri. Bayi itu seperti alter egonya, lahir dari tubuhnya sendiri. Lalu kenapa…

"Menurutmu siapa yang akan menjadi permaisuri berikutnya?"

"Sebagian besar wanita muda seusia Yang Mulia sudah menikah ..."

"Jadi, nona muda seusia Laura yang akan menjadi kandidatnya?"

"Mungkin saja Nona Evely akan menjadi Permaisuri?"

"Tidak mungkin, Yang Mulia tidak akan menerima orang biasa sebagai Permaisuri dua kali."

"Itu benar. Rakyat jelata tampaknya tidak memiliki rasa malu bahkan jika mereka pintar. Lihat saja Permaisuri yang membual tentang surat perjanjian hutang orang lain… berani sekali.”

“Bukankah Putri Soju masih lajang?”

Rashta berhenti ketika dia mendekati suara-suara itu, terkejut bahwa mereka berbicara begitu cepat tentang permaisuri berikutnya.

Apakah ini benar-benar orang yang sama yang mengatakan aku manis dan cantik tidak peduli kesalahan apa yang aku perbuat?

Terlepas dari insiden surat perjanjian hutang dan perlakuan dingin Sovieshu, bukan itu yang membuat mereka mengubah sikap mereka.

Sudah ada tanda-tanda tentang penghinaan ini dari sebelumnya.

Tepatnya, sejak dia menjadi Permaisuri.

Para bangsawan, yang telah menoleransi semua tindakannya ketika dia masih seorang selir, tiba-tiba mulai menilai semua yang dia lakukan dengan keras begitu dia naik ke atas.

Seolah fakta bahwa dia menjadi Permaisurilah yang menjadi pemicunya.

Yah, mereka selalu seperti itu.

Hanya saja sebelumnya mereka biasanya berbicara diam-diam, dan sekarang mereka melakukannya terang-terangan.

Rashta ingin memarahi mereka, tetapi pada akhirnya dia pergi begitu saja.

Bukan karena dia takut pada mereka. Faktanya, itu karena dia takut setelah membuat keributan, sedikit kasih sayang yang ditinggalkan Sovieshu untuknya akan hilang.

Waktu yang dijanjikan sebagai permaisuri adalah satu tahun. Jika dia melahirkan anak laki-laki, periode itu bisa diperpanjang, tetapi sekarang tidak mungkin.

Dia harus tetap setenang mungkin sampai dia menemukan cara agar tidak diusir.

***

Ada satu orang yang mengamati pemandangan itu dari kejauhan.

Dia adalah Baron Lant.

Saat dia menuruni tangga, dia melihat ini melalui jendela dan mendecakkan lidahnya.

Meskipun dia tidak bisa mendengar apa-apa, tidak sulit untuk memahami situasinya secara kasar.

Rupanya, Rashta mendengar para bangsawan berbicara tentang rumor yang beredar saat dia sedang berjalan-jalan.

Melihat bagaimana dia berjalan pergi dengan kulit pucatnya, jelas bahwa mereka membuat komentar yang sangat buruk.

'Hanya ada pelayan di sekitarnya, jadi tidak ada yang bisa melangkah maju.'

Jika alih-alih pelayan ada dayang-dayang di sekelilingnya, mereka akan turun tangan ketika mereka mendengar komentar menghina seperti itu.

Itu bukan karena para dayang memiliki rasa keadilan yang lebih besar daripada para pelayan, tetapi karena para dayang memiliki status untuk melakukannya dan tidak dipandang rendah.

Sebaliknya, para pelayan tetaplah orang biasa tidak peduli mereka adalah pelayan sang permaisuri.

Mustahil bagi seorang pelayan untuk campur tangan dengan marah dalam percakapan antara bangsawan, kecuali dia bersedia menerima konsekuensinya.

Baron Lant meninggalkan dokumen di tangannya di sekretariat dan segera pergi ke Sovieshu.

"Yang Mulia, ada sesuatu yang ingin saya beritahukan kepada Anda."

"Apa ini mendesak?"

"Ini tentang Permaisuri."

“Aku tidak berpikir itu mendesak. Nanti saja."

Perubahan sikap Sovieshu terhadap Rashta disadari bahkan oleh Baron Lant.

Bahkan jika dia benar-benar sibuk, Sovieshu biasanya mengesampingkan semuanya untuk mendengarkannya ketika itu perihal Rashta.

Pada akhirnya, Baron Lant harus menunggu beberapa jam sebelum dia bisa mengomunikasikan apa yang dia inginkan.

"Yang Mulia, saya pikir Anda harus lebih memperhatikan Permaisuri."

Sovieshu mengerutkan kening sembari menekan matanya yang lelah.

“Aku menugaskan dokter terbaik untuk merawatnya 24 jam sehari. Koki menyiapkannya semua makanan dan makanan pembuka yang layak untuk seorang wanita yang baru saja melahirkan, dan aku mengisi kamarnya dengan segala macam hadiah. Apa lagi yang harus aku lakukan?”

Tentu saja, dalam hal-hal materi dia memberinya secara berlimpah. Namun, tidak peduli berapa banyak perhiasan dan makanan enak yang akan dia kirimkan padanya, itu tidak berarti apa-apa selama Sovieshu tidak pergi menemuinya.

Yang lebih penting-

"Anda tidak membiarkan Permaisuri bersama sang putri ..."

Baron Lant bergumam tak berdaya dan melihat ke samping.

Ada tempat tidur bayi lucu yang tidak cocok dengan kantor formal itu. Tidak perlu melihat siapa yang tidur di buaian itu.

Semua orang di Istana Kekaisaran sudah tahu bahwa Sovieshu merawat bayi itu dari waktu ke waktu saat dia bekerja.

“Baron Lant. Apakah menurutmu Rashta, yang mencabuti bulu-bulu burung kecil yang rapuh untuk menyalahkan Navier, akan merawat putrinya sendiri dengan baik?”

Sovieshu tersenyum pahit.

“Burung dan bayi berbeda, Yang Mulia. Hanya karena seseorang pandai berburu bukan berarti dia adalah orang yang kejam.”

“Jika kamu mengamati bagaimana seseorang berperilaku, kamu dapat mengetahui seperti apa orang itu. Toh, aku akan menceraikannya.”

Bertentangan dengan kata-kata kasarnya, Sovieshu teringat Rashta dengan bayi pertamanya di pelukannya.

“Yang Mulia, biarkan bayi itu bersama Permaisuri bahkan untuk sementara waktu. Lakukan demi sang putri. Tentunya sang putri juga merindukan pelukan ibunya.”

Setelah banyak berpikir, Sovieshu mengirim bayi itu ke Rashta di malam hari.

Viscountess Verdi sangat gembira ketika seorang ajudan Kaisar membawa sang putri. Dia segera memeluknya.

Viscountess Verdi berada di sisi Rashta selama kehamilan dan persalinannya, jadi dia semakin menyukai putri yang jarang dia lihat.

Dia sangat kesal karena Sovieshu bahkan tidak akan membiarkannya mendekati bayi itu. Dia sangat senang bisa memeluknya lagi.

"Bagaimana sang putri bisa begitu tenang dan cantik?"

Viscountess Verdi tersenyum lebar sambil menggendong bayi itu. Kemudian dia bergegas ke Rashta, yang sedang berbaring di kamarnya, dan menunjukkan bayinya,

“Yang Mulia, lihat sang putri. Seorang ajudan Kaisar membawa sang putri.”

"Anakku?"

Rashta segera bangkit. Wajahnya yang muram juga menjadi cerah.

Namun, dia tidak bisa menerima bayi itu dan hanya mengepalkan tinjunya berulang kali.

Sukacita diikuti oleh penderitaan, kesedihan dan duka menggenang di dalam dirinya.

Bayi itu cantik, tetapi dia merasa tersiksa ketika dia mengingat bagaimana posisinya jatuh dalam sekejap karena bayi ini.

"Yang Mulia, gendonglah sang putri dalam pelukan Anda."

Rashta ragu-ragu ketika Viscountess Verdi mencoba memberinya sang putri, tetapi tidak memegangnya.

Namun, begitu sang putri mulai menangis karena posisinya yang canggung, Rashta mau tidak mau mengulurkan tangannya dengan cepat dan menggendong bayi itu di pelukannya.

“Maafkan aku, sayang. Maafkan ibu, sayang.”

Rashta menepuk punggung bayi itu dengan pelan dan menggoyang-goyangnya.

***

[Baca Remarried Empress Bahasa Indonesia di https://shiraulwiya.blogspot.com/]

Diterjemahkan dari https://novelutopia.com/ 


<<<

Chapter 303          

>>>             

Chapter 305

===

Daftar Chapters