Chapter 306: Keputusasaan Rashta (1)
Penerjemah: Shira
Ulwiya
Setelah hari itu,
waktu berlalu sangat lambat. Tetapi ketika aku memikirkan tentang kehamilanku
di malam hari, sepertinya waktu berlalu terlalu cepat lagi.
Mungkin karena
situasinya, Heinley hanya memelukku erat bahkan ketika kami sedang berbaring di
kamar tidur bersama.
Elang nakal ini, yang
matanya selalu penuh nafsu, tidak biasanya berperilaku seperti ini.
Namun, dia tidak
pernah mengungkit-ungkit masalah kehamilan atau berbicara tentang bayi.
Heinley mungkin tidak
ingin aku merasa kewalahan. Aku sudah memutuskan untuk meminta dokter istana
memeriksaku lagi.
Meringkuk di dada
Heinley, aku membelai dagu dan pipinya untuk menenangkan kecemasanku.
Pasti sulit bagi seseorang
yang cerewet untuk tutup mulut.
Aku mengagumi upaya
yang dia lakukan demi aku dengan tidak mengatakan apa-apa selama dua minggu.
Saat aku membelai
rambutnya sehari sebelum pemeriksaan, aku melepaskan simpul jubahnya dan
meletakkan telingaku di dadanya.
Begitu aku mendengar
detak jantungnya yang menyenangkan dan merasakan kehangatan tubuhnya, pikiranku
yang kacau perlahan-lahan menjadi tenang.
Sejak kapan pria ini
mulai sangat berarti bagiku? Apakah sekarang masuk akal untuk mencoba tidak
mencintainya?
Aku meratap dalam
hati, menghela napas sedikit.
Bagaimana perasaan
kami besok ketika kami berbaring di sini lagi?
Besok kami akan tahu
apakah…
"Apakah kamu
ingin membunuhku, Ratuku?"
“Heinley?”
"Astaga…"
Heinley, yang
mengerang, mencium dahiku dan menarik tubuhnya keluar dari bawahku, berkata,
"Tunggu sebentar."
Kemudian dia bergegas
pergi seperti tikus dan mengerang lagi.
Pada saat itu aku
menyadari kalau aku telah banyak meraba-raba tubuh telanjangnya, yang sangat
merangsang bagian Heinley yang itu.
"Apakah kamu baik-baik saja?"
“Kamu kejam…”
Heinley bergumam tak
berdaya dan meninggalkan kamar tidur bersama.
Saat aku melihat ke
arah pintu yang menuju ke kamar Heinley, aku meraih bantalnya dan memeluknya.
Dengan bantal yang
masih menyimpan kehangatannya di antara lenganku, aku tertidur.
* * *
Keesokan harinya.
Dokter istana yang
datang menemuiku, hampir tengah hari, tampak sangat tegang.
Dia bahkan memiliki
ekspresi tragis sebelum memulai pemeriksaan, seolah-olah keselamatan dunia
bergantung pada kata-katanya selanjutnya.
Heinley meremas
tanganku dengan penuh kasih sayang ketika dokter istana mengeluarkan peralatan
medisnya, tetapi segera menariknya atas permintaan dokter istana.
Aku menelan ludah
dengan susah payah dan menarik napas perlahan.
Detak jantungku terasa
seperti detak jam.
… Berapa lama dia akan
memeriksaku?
Sudah waktunya untuk
mengetahui hasilnya. Dokter istana menyingkirkan peralatan medis, dan membungkuk
dalam-dalam kepadaku,
“Selamat, Yang Mulia!
Tidak ada keraguan bahwa Anda sedang hamil! Anda memiliki bayi di dalam rahim
Anda!”
Begitu dia selesai
berbicara, isak tangis terdengar dari samping. Saat aku mengalihkan
pandanganku, aku melihat Heinley menatapku dengan mata berkaca-kaca.
Tidak lama setelah
tatapan kami bertemu, dia bergegas meraih tanganku dan memelukku dengan tangan
satunya.
Dokter istana tidak
menghentikannya, kali ini dia tidak mengatakan apa-apa.
Hanya isak tangis
Heinley yang bisa terdengar di ruangan yang sunyi itu.
Tidak ada lagi yang
terlintas di pikiranku, dokter istana tersenyum seolah berharap melihatku
bahagia, tapi akhirnya menatapku dengan ekspresi bingung.
Baru setelah dia pergi
setelah memberikan beberapa instruksi, aku menyadari kalau kepalaku kosong.
Saat pikiranku kembali,
aku ingin memanggil dokter istana untuk memeriksaku lagi.
Apakah dia benar-benar
yakin? Dia tidak melakukan kesalahan? Apakah aku benar-benar memiliki bayi di
dalam rahimku? Aku?
"Seorang bayi…"
“Sepertinya bayi elang
jahat itu adalah anak kita, Ratuku.”
“Dia tidak jahat. Dia
manis dan menyenangkan untuk dipeluk.”
Mendengar kata-kata
tegasku, Heinley mencium pipiku beberapa kali dan berkata, "Kamu benar,
itu adalah bayi elang yang sangat cantik."
Lalu dia mengangkatku
dan memelukku dengan tiba-tiba, jadi aku secara refleks memeluk lehernya.
“Heinley!”
“Jika aku
berputar-putar seperti ini, kamu akan merasa pusing, kan?”
Heinley mencium
seluruh wajahku, lalu mendudukkanku di sofa, berubah menjadi burung dan mulai
menari.
Dia tidak terlihat
seperti orang yang sama yang tidak mengatakan apa-apa selama dua minggu.
Bahkan sebelum dua
minggu itu dia tidak pernah menyebutkan kalau dia ingin punya anak. Apakah dia
begitu senang tentang ini?
Saat aku menyaksikan
Queen menari, yang tidak bisa dikatakan penari yang baik, tawa akhirnya pecah
saat ketegangan mereda.
Tiba-tiba, aku tersentuh
dan mataku berkaca-kaca.
Aku hamil. Aku… aku
akan menjadi seorang ibu.
Meskipun aku tidak
pernah bermimpi menjadi seorang ibu, aku tidak pernah berpikir aku tidak akan
menjadi seorang ibu.
Menjadi Permaisuri, sewajarnya
aku harus memiliki anak. Ini terkait dengan posisi Permaisuri.
Tapi ini… berbeda.
Mengetahui bahwa aku benar-benar memiliki bayi di dalam rahimku benar-benar
berbeda dari apa yang aku bayangkan.
Itu melampaui masalah
kewajiban dan kebahagiaan.
"Anakku."
Kehidupan yang tumbuh
di dalam diriku dengan cara yang sama sekali tidak terduga memberiku
kegembiraan dan ketakutan yang aneh pada saat yang sama.
Bayi ini mengajariku
betapa menakjubkannya seorang wanita untuk dapat menghasilkan keturunan, dan
juga ketakutan mengetahui bahwa hidupnya hanya bergantung padaku agar terlahir
sehat.
Ketika aku berpikir
bahwa dalam beberapa tahun bayi ini akan tumbuh menjadi seperti kami, berbicara
tentang segala macam hal, tertawa, dan memainkan sebuah peran di dunia, aku
menyadari betapa menakjubkannya menjadi orang tua.
Itu adalah perspektif
yang tidak pernah aku pertimbangkan sebelumnya.
Kehidupan ini, yang
ada di dalam rahimku dan yang keberadaannya tidak pasti dua minggu yang lalu,
akan menjadi bayi yang cantik dalam waktu kurang dari setahun.
Ketika aku meletakkan
tangan di perutku, air mata akhirnya tumpah di pipiku.
Queen berhenti menari
dan mendekatiku, menyandarkan wajahnya di perutku. Kemudian dia melebarkan sayapnya
yang besar, menutupi perut dan pinggangku.
Kami tetap seperti itu
untuk waktu yang lama…
“Semakin aku
memikirkan anak yang akan kita miliki… semakin jantungku berdebar kencang,
Ratuku.”
"Apa kamu senang?"
"Keberadaan bayi
yang akan lahir adalah buah dari cinta kita."
***
[Baca Remarried
Empress Bahasa Indonesia di https://shiraulwiya.blogspot.com/]
Diterjemahkan dari https://novelutopia.com/
<<<
>>>
===
No comments:
Post a Comment