Chapter 301: Kekecewaan Rashta (2)
Penerjemah:
Shira Ulwiya
“Apa Rashta
melahirkan? Secepat ini?”
Berita itu
tidak datang pada waktu yang tepat.
Kami berkumpul
sebagai sebuah keluarga untuk merayakan kembalinya kakakku setelah
menyelesaikan masalah dengan seribu bandit abadi.
Itu adalah
waktu yang sangat tidak tepat.
Wajah
keluargaku berkerut dengan cara yang berbeda saat berita itu tersiar.
Sang sekretaris,
yang membawa berita kelahiran bayi Rashta, pertama-tama menggumamkan kalau itu
adalah 'berita sensitif'.
Faktanya,
sekretaris memberi isyarat kepada Heinley kalau dia lebih suka memberitahunya
secara pribadi, karena itu adalah berita dari Kekaisaran Timur.
Tetapi
Heinley memerintahkan sang sekretaris untuk mengatakannya di hadapan semua
orang, mungkin ingin menunjukkan citra yang bermartabat di depan orang tuaku, kakakku,
dan aku.
Pada
akhirnya, perayaan kepulangan kakakku jadi berantakan.
Meninggalkan
orang tua dan kakakku, Heinley bertanya kepada sekretarisnya dengan suara
berat.
“Jika dia
melahirkan sekarang, itu bayi prematur, kan?”
"Ya.
Dia seorang perempuan, seorang putri.”
Kali ini
sekretaris menatapku ketika dia menjawab.
Aku tetap
tanpa ekspresi dan hanya berjalan santai.
“Hmm… Yang
Mulia. Selain itu .. Kaisar mengirimkan undangan.”
“Undangan
apa?”
"Undangan
ke perjamuan untuk merayakan kelahiran keturunan pertama keluarga
kekaisaran."
"Dia
mengundang kami berdua?"
"Yah.
Di bagian bawah undangan ada kalimat yang mengatakan, 'Tidak perlu hadir.'”
Sudut
mulutku secara refleks melengkung.
Tidak
biasanya menambahkan kalimat itu ke dalam sebuah undangan.
Yang
dimaksud Sovieshu dengan kata lain adalah— 'Aku mengirim undangan karena
formalitas, tetapi jangan hadir'.
Aku bisa memahaminya.
Jika aku muncul di sebelah Heinley pada hari perayaan kelahiran anaknya,
Sovieshu akan merasa tidak nyaman.
“Bayinya
lahir prematur. Sungguh ironi kehidupan.”
Setelah sang
sekretaris pergi, Heinley mendengus dengan suara dingin.
"Bukan
begitu, Ratuku?"
"Apa
maksudmu?"
“Bukankah
dia tanpa pandang bulu menyerang Lady Nian tentang bayi prematurnya? Tapi
sekarang bayinya juga lahir prematur.”
"Itu
benar.”
Aku dengar kalau
Sovieshu melakukan semua pekerjaan sendiri, jadi menurutku dia melahirkan
prematur bukan karena dia kewalahan.
“Sesuatu
yang buruk pasti telah terjadi.”
Empat jam
kemudian, aku tahu dari Nian apa yang telah terjadi.
“Saya dengar
wanita itu menyumbangkan sejumlah besar uang di pernikahannya. Rupanya, muncul kecurigaan
kalau uang ini mungkin dari Yang Mulia.”
Secara
mengejutkan, tampaknya insiden surat perjanjian hutang yang aku ungkap untuk
melindungi orang tua aku adalah hal yang sangat mengejutkan Rashta sehingga dia
melahirkan prematur.
Yah, kurasa
bukan itu satu-satunya alasan dia melahirkan prematur.
“Ini
menyenangkan. Tidakkah menurut Anda begitu, Yang Mulia?”
"Ya…"
Nian, yang
tidak tahu kalau akulah yang mengungkap tentang surat perjanjian hutang itu,
tersenyum puas atas apa yang telah terjadi.
Tapi aku
merasa aneh.
Bahkan jika
tidak sengaja, bukankah ini pertama kalinya aku menyakiti Rashta?
Aku ingin
tahu bagaimana reaksi Sovieshu jika dia tahu aku orangnya.
Meskipun aku
tahu bagaimana dia akan bereaksi jika aku adalah permaisuri dan Rashta selir, sekarang
aku tidak terlalu yakin.
"Apakah
bayinya sehat?"
“Dia bayi
perempuan yang sehat meskipun lahir prematur. Dia hanya sedikit kecil.”
“Sovieshu
pasti sangat senang mendapatkan apa yang paling dia inginkan.”
Mau tak mau
aku tersenyum saat membayangkan Sovieshu. Bukan karena senang, tapi karena
jijik, tidak berdaya.
Bagi
Sovieshu, bayi itu melambangkan keluarga bahagia yang ingin dia lindungi,
bahkan jika itu berarti menyingkirkanku.
Dan bagiku,
bayi itulah yang membuat kami benar-benar terpisah dan hampir menyeretku jatuh.
Aku tahu
itu bukan kesalahan bayi yang baru lahir, tetapi aku tidak bisa merasa bahagia.
Sejujurnya…
sekarang aku tidak terlalu peduli apa yang terjadi pada mereka. Aku lebih
mengantuk daripada terkejut dengan berita itu.
Aku pikir aku
bahkan tertidur di sandaran tangan sofa karena ketika aku membuka mata lagi, aku
tidak bisa melihat Nian atau dayang-dayangku.
“Lady Nian?
Countess Jubel? Nona Rose? Nona Laura?”
Bingung, aku
memanggil mereka satu per satu dan menyadari kalau aku telah menghabiskan
terlalu banyak waktu untuk tidur.
Kurasa
mereka semua pergi tanpa membangunkanku ketika mereka melihatku tertidur lelap.
Aku pikir aku
sudah terlalu banyak bersantai sejak aku di sini.
Sebagai
Permaisuri, aku tidak seharusnya seperti ini.
Saat aku
mencela diri sendiri, aku melihat ujung bulu emas melalui pintu yang setengah
terbuka.
"Queen?"
Aku
memanggilnya sembari berdiri.
Mengapa
Heinley diam di sana?
"Queen."
Pada saat aku
membuka pintu, Queen sudah pergi.
"Queen?"
Ketika aku
mendongak bingung, aku melihat pantat montok melarikan diri dengan cepat,
bergoyang-goyang dari sisi ke sisi.
Apakah dia
ingin bermain petak umpet?
Dia
terlihat sangat manis berlarian seperti penguin, jadi aku sengaja mengikutinya
dengan langkah lambat.
Tapi
anehnya, dia melewati koridor berubah menjadi burung.
"Queen?"
Kenapa dia
berjalan di sekitar istana seperti itu?
Saat aku
mempercepat langkahku karena terkejut, Queen mengepakkan sayapnya dan juga
mempercepat langkahnya.
Meskipun
akan sulit untuk menangkapnya karena seberapa cepat dia menggerakkan kakinya, aku
harus melakukannya. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku merasa aku harus menangkap
Queen dengan erat.
Aku
mengangkat rokku sedikit dan berlari ke arahnya.
Aku berlari
melewati koridor panjang dan menuruni tangga spiral.
Queen
mendekati singgasana di aula dan akhirnya berhenti.
"Kenapa
kamu datang kesini?"
Lega karena
akhirnya menangkapnya, aku mengangkat Queen.
Queen
kemudian mengarahkan salah satu sayapnya ke singgasana, mengerang cemas.
Ada apa
dengan singgasana itu?
Begitu aku
melihat ke arah yang ditunjuk Queen, aku terkejut dan mundur selangkah.
Seekor elang
besar berpegang erat pada singgasana dengan sayapnya. Tatapannya galak
seolah-olah itu miliknya.
Apa artinya
ini? Apakah elang itu menginginkan singgasana Heinley?
Ketika aku menyambarnya
dengan marah dan memukul pantat elang raksasa itu, dia dengan enggan meninggalkan
singgasana itu, menatapku, dan tiba-tiba mulai menyusut.
Dalam
sekejap, elang raksasa itu menyusut seukuran Queen, lalu menjadi lebih kecil
dari Queen, dan akhirnya jauh lebih kecil.
Bulu
keemasannya yang indah berubah menjadi bulu putih selembut kulit bayi.
Ketika aku
memeluk elang raksasa itu karena betapa indahnya dia, dia berkicau dan mulai
bersikap seolah-olah jinak, menggosokkan wajahnya ke telapak tanganku.
Elang itu
sama liciknya dengan Heinley... tepat saat aku memikirkan ini.
“Yang
Mulia?”
Mendengar suara
Nian, aku tiba-tiba terbangun.
"Apa Anda
baik baik saja?"
"Di
mana bayi monster itu?"
"Hah?"
***
[Baca
Remarried Empress Bahasa Indonesia di https://shiraulwiya.blogspot.com/]
Diterjemahkan dari https://novelutopia.com/
<<<
>>>
===