Sewaktu di SMP dan SMA dulu,
saya sering mendapat pertanyaan dari teman-teman tentang bagaimana cara saya
belajar bahasa Inggris. Akan tetapi, sesering itupula saya kebingungan hendak
menjawab apa. Teman-teman beranggapan saya pernah ikut kursus bahasa Inggris
sebelumnya, dan ketika saya menyanggahnya, banyak dari mereka yang tidak
percaya. Mungkin tak sedikit dari mereka yang akhirnya menganggap saya pelit atau
sombong karena tidak mau berbagi rahasia. Tapi, yah mau bilang apa, waktu itu
saya benar-benar tidak tahu harus menjawab apa.
Akhirnya, setelah pertanyaan itu
kembali dilontarkan, kali ini oleh salah satu dari murid PPL saya, saya jadi berpikir, mengingat-ingat sebenarnya
apa saja yang sudah saya lakukan untuk belajar bahasa Inggris.
Jujur
saja, saya bukan orang yang rajin belajar. Saya, seperti mungkin kebanyakan
siswa lainnya, hanya belajar ketika ada PR atau jika akan ada ulangan. Saya
juga tidak terlalu hobi buka kamus- saya hanya menggunakannya ketika saya
menemukan kata yang benar-benar sulit saja. Teman kamar saya waktu di asrama
dulu suka menempeli benda-benda di kamar dengan secarik kertas yang berisi nama
bahasa Inggris untuk benda-benda tersebut; atau adik laki-laki saya menempel
satu kertas manila besar penuh kosakata bahasa Inggris di dinding kamarnya. Saya
pernah mencoba keduanya sekali, hanya sekali, tetapi kedua cara itu sama sekali
tidak berhasil untuk saya. Saya termasuk orang yang lebih suka “memahami”
daripada “menghafal”, mungkin karena itulah cara-cara di atas tidak memberikan
hasil sebaik teman-teman saya yang lainnya. Bagaimana dengan buku? Sama saja!
Satu-satunya buku bahasa Inggris yang saya baca adalah buku paket pelajaran
bahasa Inggris dari sekolah.
Kalau
dipikir-pikir lagi, selama ini saya merasa tidak banyak melakukan aktivitas
yang bisa saya sebut “belajar bahasa Inggris dengan sengaja”, misalnya rajin
membaca buku bahasa Inggris, menghafal kosakata, berlatih speaking dsb.
Memangnya ada “belajar bahasa inggris yang
tidak disengaja” (baca: tidak meniatkan diri untuk belajar)? Yupz, tentu
saja ada! Kalau kegiatan seperti ini, saya memang sering melakukannya. Lalu,
kegiatan apa sajakah itu? Ini dia!!!!!
1.
Menonton film
Sejak saya mengenal televisi (saat itu saya masih
duduk di sekolah dasar, sayang saya tidak ingat berapa tepatnya umur saya waktu
itu), saya mulai gemar menonton film. Film apapun saya tonton, baik film
Indonesia maupun film barat. Saya tidak terlalu kesulitan memami isi ceritanya
karena toh masih mencantumkan terjemahan yang bisa saya baca. Kegemaran ini pun
berlanjut sampai sekarang dan saya rasa karena hal inilah saya jadi menyukai
bahasa Inggris.
Ketika saya mulai mengenal pelajaran bahasa inggris
saat SMP, saya tidak terlalu mengalami kesulitan dalam belajar. Rasanya tiap
pelajaran terasa mulus-mulus saja, tidak ada materi yang terlalu sulit saya
pahami. Bahkan untuk pronunciation,
banyak yang bilang pelafalan saya sangat baik. Tidak ada alasan lain yang bisa
saya pikirkan dibalik semua kemudahan yang saya alami ketika belajar bahasa
Inggris di sekolah–mengingat saya tidak pernah ikut kursus- kecuali kebiasaan
saya menonton film berbahasa inggris sejak kecil. Tapi, apakah ini benar-benar
mungkin? Kenapa tidak? Bukankah anak
kecil juga melakukan cara yang sama –yakni mendengarkan dan melihat- ketika
mereka belajar berbahasa untuk pertama kalinya.
Setelah menjadi mahasiswa, saya memanfaatkan hobi saya
ini dan menjadikannya sarana belajar yang lebih serius. Sembari menonton, saya
melatih pendengaran saya dan menyesuaikan apa yang dapat saya tangkap dengan terjemahan
yang tersedia atau lebih sering menonton sambil menyimak tanpa melihat teks
(saya tidak mau ketinggalan cerita meski untuk belajar ^_^). Akan tetapi,
karena sulitnya melakukan beberapa hal dalam waktu -hampir- bersamaan, saya
melakukan ini hanya untuk beberapa menit saja, selebihnya saya melanjutkan
menikmati film seperti biasanya. Atau jika kebetulan ada –meski sangat jarang-
saya menonton film yang memakai subtitle
bahasa inggris (note: film seperti ini biasa disebut caption movie). Ini juga sangat bagus untuk mempertajam kemampuan
bahasa Inggris karena kita bisa “belajar” lebih lama sepanjang film.
2.
Mendengarkan lagu
Selain menonton
film, saya juga senang mendengarkan lagu-lagu berbahasa Inggris. Karena dikemas
dalam bentuk lagu, saya jadi tidak mudah bosan melafalkan kata yang sama
berulang kali. Selain itu, dibandingkan dengan film, lagu lebih fleksibel
karena saya bisa memutarnya, mem-pause,
dan mengulang kembali berapa kalipun saya mau. Dengan sering mendengarkan lagu
secara terus-menerus, secara tidak sadar kita sebenarnya melatih pendengaran
untuk lebih peka mengenali setiap pelafalan kata. Dengan turut menyanyikannya,
kita membiasakan lidah kita mengucapkan kata-kata berbahasa Inggris yang
dikenal memiliki pengucapan yang rumit karena cara bacanya seringkali berbeda
dengan tulisannya, di samping adanya penekanan (stress) tertentu yang berbeda
pada setiap kata yang juga menjadi ciri khas bahasa Inggris.
3.
Membaca buku
Untuk memperluas
jumlah kosakata, saya biasanya memanfaatkan hobi saya yang lainnya, yakni membaca.
Agar membacanya lebih menyenangkan dan tidak mudah jenuh, saya memilih
cerita/cerpen yang tentu saja dalam tulisan bahasa Inggris. Tapi, tak jarang
saya membaca tulisan berbahasa Inggris apapun, selama tingkat kesulitannya
masih dalam level saya.
Saat membaca,
saya berusaha tidak tergantung pada kamus. Ketika menemukan kata yang sulit,
saya biasanya mencoba menerka-nerka artinya dengan cara mengaitkannya dengan
cerita. Jika cara ini tidak berhasil, saya akan melompatinya dan meneruskan
membaca. Saya baru membuka kamus setelah selesai membaca satu kalimat atau
paragraf.
Saya sering
sekali menemukan teman yang ketika bertemu kosakata baru langsung dengan sigap
dan cepat membuka kamusnya. Mereka tidak mau melanjutkan sampai menemukan arti
kata yang dicarinya. Tak jarang malah mereka jadi bingung sendiri karena arti
dalam kamus tidak sesuai dengan isi bacaan. Hal-hal seperti ini hanya membuat
waktu yang kta butuhkan untuk membaca menjadi molor. Belum lagi, jika kita
enggan melanjutkan gara-gara sudah terlalu capek dan terlalu lama membaca
padahal belum juga sampai setengahnya. Bahkan tak sedikit yang menolak membaca
dengan alasan tidak membawa kamus. Padahal poin penting dalam membaca adalah
memahami isi bacaan secara utuh. Untuk memahami bacaan, mengetahui arti tiap
kata bukanlah hal wajib, karenanya kita bisa melompati beberapa kata yang
sukar. Malah seringkali terjadi, karena terlalu fokus mencari terjemahan tiap
kata, tujuan membaca yakni untuk memahami isinya jadi terabaikan.