Sunday, April 29, 2012

Tabungan Bahasa

Sangat penting bagi siapapun yang ingin belajar bahasa Inggris atau bahasa lainnya untuk mengenal terlebih dahulu hakikat belajar bahasa itu sendiri. Hakikat belajar yang saya maksud di sini adalah alasan dan tujuan utama kita belajar bahasa. Kenapa kita belajar bahasa? Karena kita membutuhkan suatu alat yang dapat membantu kita berkomunikasi dengan orang lain. Lalu, untuk apa kita belajar bahasa? Agar kita bisa berkomunikasi dengan orang lain tentunya. (Apa Anda bisa melihat apa yang saya maksud di sini; ^_^. Kalau belum, mari telusuri lebih lanjut tulisan ini!)

 “Bahasa adalah alat komunikasi!!!”, saya ingin Anda menanamkan kalimat ini baik-baik di benak Anda; tidak kurang, tidak lebih. Tujuan atau hasil akhir yang ingin dicapai oleh seseorang yang belajar bahasa apapun (termasuk bahasa ibu kita sendiri) adalah untuk bisa berkomunikasi dengan orang lain; menyampaikan keinginan, pendapat, ide/pikiran atau sekedar mengungkapkan apa yang sedang kita rasakan pada orang lain.

Contoh kecil saja, dengan belajar berbahasa, bayi tidak perlu lagi bersusah payah berteriak atau menangis ketika dia membutuhkan sesuatu. Di samping tangisan bayi bisa bermakna ambigu -bayi bisa saja menangis karena lapar, mengantuk atau merasa tidak nyaman yang di mana sulit bagi orang dewasa untuk memahami arti tangisan mana yang dimaksud si bayi- menangis juga menguras energi si bayi itu sendiri. Akan lebih mudah, simpel dan praktis apabila si bayi bisa bicara (berbahasa).

Menurut Anda, berapa katakah yang harus dikuasai si bayi jika dia ingin minta susu atau makan misalnya? 10? 20? 50? Yap, betul sekali! Bayi itu hanya membutuhkan satu kata sederhana saja, yakni “mimik” atau “ma’em”. Bahkan meski bayi tersebut belum terlalu mampu melafalkan kata barunya dengan benar dan jelas, orang dewasa tetap bisa memahaminya dan segera saja si bayi bisa mendapatkan apa yang diinginkannya tanpa perlu menguras energi dan air matanya untuk menangis.

Dengan hanya belajar mengucapkan satu kata saja –mimik atau maem-, si bayi akan selalu mendapatkan makanannya kapanpun dia membutuhkan. Untuk hal seperti ini, dia tidak perlu belajar mengucapkan satu kalimat penuh, seperti “Mama, saya ingin makan/minum”, agar si ibu memahami keinginannya. Apalagi jika dia harus belajar tata bahasa –predikat ditempatkan di belakang subjek baru kemudian diikuti objek jika kata kerjanya transitif dan bla bla bla…….. Jika bayi diharuskan mempelajari semua ini agar bisa berkomunikasi dengan ibunya, maka butuh berapa bulan/tahun baginya untuk sekedar minta makan? ^_^

Sepatutnyalah kita mengikuti bagaimana cara si bayi belajar bahasa untuk mengkomunikasikan dirinya dengan orang lain. Tapi, boro-boro!!!! Kebanyakan dari kita malah menganggap belajar bahasa tidak lebih seperti “menabung”. Kita menumpuk kosakata dan aturan tata bahasa sebanyak-banyaknya. Kita terus “memasukkan” tanpa pernah menggunakannya. Seperti saat menabung uang, kita berpikir akan menggunakan semua kosakata dan aturan bahasa yang kita kumpulkan itu jika merasa "tabungan" kita sudah cukup. Akan tetapi, kapankah itu? Kapankah kita akan merasa cukup dan siap memanfaatkan “tabungan bahasa” kita tersebut?

Lucunya, yang seringkali terjadi malah ketika kita dituntut atau berada dalam situasi yang mengharuskan kita mengeluarkan isi “tabungan bahasakita itu, misalnya untuk berbicara (speaking), kita malah bingung bagaimana cara "mengeluarkannya" (memanfaatkannya). Kita jadi tidak percaya diri karena sebelumnya kita belum pernah –minimal- berlatih menarik kata-kata dari “atm memori” di pikiran kita. Kita tidak tahu kata-kata  apa yang harus kita gunakan saat itu, kita tidak tahu apakah kata-kata tersebut telah tersusun dalam urutan yang benar atau tidak, serta beberapa hal lainnya yang hanya dapat kita lakukan dengan berlatih “mencairkan tabungan” (baca: praktek berbicara) sebelumnya. Alhasil, karena bingung, kita akhirnya tidak pernah menggunakan kata-kata yang sudah susah payah kita kumpulkan. Jika toh pada akhirnya kita tetap tidak bisa mengambil manfaat dari apa yang sudah kita tabung dari hasil kerja keras (baca: belajar) kita selama ini, lalu buat apa kita “menabung”?.





No comments:

Post a Comment