Sunday, April 29, 2012

Bahasa, Alat Komunikasi Sehari-Hari

“Bahasa adalah alat komunikasi”. Berdasarkan pengertian tersebut orang-orang mengartikan belajar bahasa Inggris sebagai belajar menguasai empat keterampilan berbahasa (language skills) yakni: mendengar (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing). Tak bisa dipungkiri memang, keempat keterampilan inilah yang menjadi tujuan setiap orang belajar bahasa Inggris.

Selain keterampilan bahasa dikenal juga istilah elemen bahasa (language elements) mencakup vocabulary, pronunciation dan grammar. Jika keterampilan digolongkan ke dalam ranah motorik (motoric domain), maka elemen/unsur bahasa masuk dalam ranah kognitif (cognitive domain). Bagi yang masih asing dengan dua istilah ini, akan saya jelaskan dengan sederhana. 

Kognitif (cognitive) -kata sifat dari cognition yang biasa diterjemahkan ‘pengetahuan’- berhubungan erat dengan ‘proses belajar dengan menghafal/memahami’ seperti menghafal rumus tenses atau grammar. Sedangkan, motorik (motoric) berasal dari kata motor (adj) cenderung diidentikkan dengan ‘proses belajar melalui praktik’. Saya rasa Anda bisa melihat bagaimana keterampilan dan elemen bahasa terkait dengan dua istilah di atas.

            Sebelum orang-orang kembali pada pemahaman bahasa yang sebenarnya, yakni sebagai alat untuk berkomunikasi, pada awalnya grammar menjadi prioritas utama para pelajar bahasa Inggris. Pandangan ini bukanlah milik orang Indonesia saja, tetapi juga orang-orang di seluruh dunia. Ketika itu bahasa Inggris baru dinobatkan sebagai bahasa internasional sehingga orang-orang di berbagai belahan dunia berbondong-bondong mempelajarinya. Hanya saja, ketika fokus orang-orang mulai beralih dari grammar kepada keterampilan berbahasa, kita –bahkan mungkin sampai sekarang- masih keukeuh memegang keyakinan learning English is learning its grammar (belajar bahasa inggris adalah belajar grammar). Tidak ada yang salah dalam belajar grammar, tapi ingat, yang kita bicarakan adalah orientasi, dan orientasi kita  adalah dapat berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris. Maka, untuk mencapai tujuan itu, menguasai keterampilan bahasa menjadi syarat mutlak.
            Namun, jangan sampai salah anggapan. Berorientasi pada penguasaan keterampilan, tidak serta merta membuat kita menyepelekan elemen-elemen bahasa -termasuk grammar- karena bagaimanapun juga, bahasa adalah kesatuan antara keterampilan dan elemennya; kita tidak bisa mempelajari satu tanpa mempelajari yang lainnya . Ketiga elemen bahasa tersebut –vocabulary, pronunciation dan grammar- akan dipelajari dengan sendirinya ketika kita sudah menguasai keterampilan –khususnya- mendengar dan membaca.
            Keterampilan berbahasa masih mengalami pengkategorian lagi. Empat keterampilan tersebut dipecah lagi menjadi dua bagian. Bagian pertama disebut keterampilan pasif (receptive skill) yang meliputi listening dan reading, sedangkan bagian kedua adalah keterampilan aktif (productive skill) yakni speaking dan writing.
Anda tentu sering melihat bagaimana keempat keterampilan tersebut sering ditulis, urutannya adalah dari listening-speaking-reading-writing. Urutan ini bukanlah tanpa alasan. Urutan ini menggambarkan proses atau tahap demi tahap bagaimana kita saat masih kanak-kanak mempelajari bahasa untuk pertama kalinya. Dimulai dari mendengarkan bagaimana orang di sekeliling kita berkata-kata, kemudian kita mulai menirunya, kata per kata. Awalnya kita sering salah mengucapkan, namun setelah sekian kali mencoba kita bisa mengucapkan kata itu dengan benar. Pada akhirnya kita jadi bisa berbicara sebagaimana layaknya orang lain berbicara. Hal yang sama terjadi pada proses belajar membaca dan menulis (Cobalah ingat bagaimana Anda dulu melakukannya). Sederhananya, kita belajar mendengar sebelum berbicara; belajar membaca sebelum menulis.

        Dua tahap belajar bahasa di atas, menurut saya, adalah proses belajar yang berlangsung secara alami. Karenanya, sadar atau tidak, kita pasti akan atau sudah melakukannya sesuai tahapannya; listening-speaking dan reading-writing. Hanya saja kemudian, karena belum terlalu memahami peran masing-masing tahap belajar ini, kita cenderung terlalu fokus pada penguasaan keterampilan berbicara dan menulis tanpa didahului penguasaan kemampuan mendengar dan membaca yang memadai. Ibarat perang, kita menyerang tanpa menyiapkan persenjataan dengan baik.

Kedua keterampilan ini –mendengar dan membaca- sesungguhnya merupakan tonggak awal dan utama bagi kita yang belajar bahasa. Dalam pemerolehan keterampilan ini pula, kita sebenarnya sedang ‘mengumpulkan bahan’ yang nantinya akan kita gunakan saat  berbicara atau menulis.


No comments:

Post a Comment