“Bahasa adalah alat komunikasi”. Berdasarkan pengertian tersebut
orang-orang mengartikan belajar bahasa Inggris sebagai belajar menguasai empat
keterampilan berbahasa (language skills)
yakni: mendengar (listening), berbicara
(speaking), membaca (reading), dan menulis (writing). Tak bisa dipungkiri memang,
keempat keterampilan inilah yang menjadi tujuan setiap orang belajar bahasa
Inggris.
Selain keterampilan bahasa dikenal juga istilah elemen
bahasa (language elements) mencakup vocabulary, pronunciation dan grammar.
Jika keterampilan digolongkan ke dalam ranah motorik (motoric domain), maka elemen/unsur bahasa masuk dalam ranah
kognitif (cognitive domain). Bagi yang
masih asing dengan dua istilah ini, akan saya jelaskan dengan sederhana.
Kognitif (cognitive) -kata sifat dari
cognition yang biasa diterjemahkan
‘pengetahuan’- berhubungan erat dengan ‘proses belajar dengan menghafal/memahami’
seperti menghafal rumus tenses atau grammar. Sedangkan, motorik (motoric) berasal dari kata motor (adj) cenderung diidentikkan
dengan ‘proses belajar melalui praktik’. Saya rasa Anda bisa melihat bagaimana
keterampilan dan elemen bahasa terkait dengan dua istilah di atas.
Sebelum orang-orang
kembali pada pemahaman bahasa yang sebenarnya, yakni sebagai alat untuk
berkomunikasi, pada awalnya grammar
menjadi prioritas utama para pelajar bahasa Inggris. Pandangan ini bukanlah
milik orang Indonesia saja, tetapi juga orang-orang di seluruh dunia. Ketika itu
bahasa Inggris baru dinobatkan sebagai bahasa internasional sehingga
orang-orang di berbagai belahan dunia berbondong-bondong mempelajarinya. Hanya
saja, ketika fokus orang-orang mulai beralih dari grammar kepada keterampilan berbahasa, kita –bahkan mungkin sampai
sekarang- masih keukeuh memegang keyakinan
learning English is learning its grammar
(belajar bahasa inggris adalah belajar grammar).
Tidak ada yang salah dalam belajar grammar, tapi ingat, yang kita bicarakan
adalah orientasi, dan orientasi kita
adalah dapat berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris. Maka, untuk
mencapai tujuan itu, menguasai keterampilan bahasa menjadi syarat mutlak.
Namun,
jangan sampai salah anggapan. Berorientasi pada penguasaan keterampilan, tidak
serta merta membuat kita menyepelekan elemen-elemen bahasa -termasuk grammar- karena bagaimanapun juga,
bahasa adalah kesatuan antara keterampilan dan elemennya; kita tidak bisa
mempelajari satu tanpa mempelajari yang lainnya . Ketiga elemen bahasa tersebut
–vocabulary, pronunciation dan grammar- akan dipelajari dengan sendirinya
ketika kita sudah menguasai keterampilan –khususnya- mendengar dan membaca.
Keterampilan
berbahasa masih mengalami pengkategorian lagi. Empat keterampilan tersebut
dipecah lagi menjadi dua bagian. Bagian pertama disebut keterampilan pasif (receptive skill) yang meliputi listening dan reading, sedangkan bagian kedua adalah keterampilan aktif (productive skill) yakni speaking dan writing.
Anda tentu sering melihat
bagaimana keempat keterampilan tersebut sering ditulis, urutannya adalah dari listening-speaking-reading-writing.
Urutan ini bukanlah tanpa alasan. Urutan ini menggambarkan proses atau tahap
demi tahap bagaimana kita saat masih kanak-kanak mempelajari bahasa untuk
pertama kalinya. Dimulai dari mendengarkan bagaimana orang di sekeliling kita
berkata-kata, kemudian kita mulai menirunya, kata per kata. Awalnya kita sering
salah mengucapkan, namun setelah sekian kali mencoba kita bisa mengucapkan kata
itu dengan benar. Pada akhirnya kita jadi bisa berbicara sebagaimana layaknya
orang lain berbicara. Hal yang sama terjadi pada proses belajar membaca dan
menulis (Cobalah ingat bagaimana Anda dulu melakukannya). Sederhananya, kita
belajar mendengar sebelum berbicara; belajar membaca sebelum menulis.
Dua tahap
belajar bahasa di atas, menurut saya, adalah proses belajar yang berlangsung
secara alami. Karenanya, sadar atau tidak, kita pasti akan atau sudah
melakukannya sesuai tahapannya; listening-speaking
dan reading-writing. Hanya saja
kemudian, karena belum terlalu memahami peran masing-masing tahap belajar ini,
kita cenderung terlalu fokus pada penguasaan keterampilan berbicara dan menulis
tanpa didahului penguasaan kemampuan mendengar dan membaca yang memadai. Ibarat
perang, kita menyerang tanpa menyiapkan persenjataan dengan baik.
Kedua keterampilan ini –mendengar dan membaca- sesungguhnya
merupakan tonggak awal dan utama bagi kita yang belajar bahasa. Dalam
pemerolehan keterampilan ini pula, kita sebenarnya sedang ‘mengumpulkan bahan’
yang nantinya akan kita gunakan saat berbicara
atau menulis.
No comments:
Post a Comment