Thursday, January 20, 2022

Remarried Empress (#299) / The Second Marriage




Chapter 299: Kelahiran Prematur (2)

Penerjemah: Shira Ulwiya

 

Presiden Perusahaan Jasa Dagang pernah beberapa kali makan bersama dengan Permaisuri Navier. Sejujurnya, dia adalah permaisuri yang dingin. Setiap kali makan, dia takut memikirkan apakah orang di depannya adalah buku etiket atau bahkan hidup.

Tapi dia tidak membenci Permaisuri Navier. Meskipun Permaisuri tidak menunjukkan senyum ramah padanya, dia juga tidak mengkhianatinya dengan topeng kebaikan, apalagi mengubah kata-katanya di belakangnya.

Navier bukan orang yang hangat, tapi dia bisa dipercaya dan setia.

Meskipun dia tidak merangkul orang miskin dengan hati yang baik dan penuh kasih, dia jelas merawat mereka lebih baik daripada orang yang banyak omong.

Ketika Rashta menjadi permaisuri, presiden merasa cemas selama beberapa hari dengan perasaan campur aduk.

Sungguh menyakitkan melihat bagaimana Permaisuri Navier yang tidak bersalah dilengserkan seolah-olah dia telah melakukan hal-hal yang buruk. Pada saat yang sama, dia senang kalau permaisuri baru berasal dari rakyat biasa dan memiliki hati yang baik. Ketika dia menyumbangkan sejumlah besar uang, dia merasa kagum karena dia benar-benar orang yang baik.

Pada akhirnya, dia memutuskan untuk beradaptasi dengan era yang baru. Berfokus pada perluasan dan penguatan tim perdagangannya.

Tapi dia menemukan kebenaran tersembunyi yang gelap dengan tangannya sendiri. Presiden memejamkan mata dan bersandar di kursinya saat perasaan hampa dan sepi dengan cepat menghampirinya.

“Tidak mungkin…”

Menutup matanya, dia bergumam dengan perasaan sedih, air mata entah kenapa muncul di sudut matanya.

Permaisuri Rashta mengumumkan kalau dia akan menyumbangkan sejumlah besar uang ke berbagai institusi di tengah-tengah acara pernikahannya, yang juga dihadiri oleh Permaisuri Navier.

Dia mendengar orang-orang yang memuji Rashta bergumam kalau Permaisuri Navier tidak tahu malu.

Presiden juga sependapat. Bagaimana dia bisa menghadiri pernikahan mantan suaminya dengan suami barunya?

Tentu saja, itu adalah urusan negara, tetapi dia bisa saja berpura-pura sakit dan mengirim delegasi atas nama mereka.

'Seperti yang diharapkan dari seorang permaisuri yang menikah lagi, dia pasti sedikit tidak tahu malu.' Begitu pikirnya saat itu ketika dia melihat Empress Navier yang dingin.

Tapi itu hanyalah kesalahpahaman. Sebuah prasangka.

Presiden menyesalinya ketika dia membayangkan bagaimana perasaan Permaisuri Navier ketika Permaisuri Rashta membagi-bagikan uangnya dan menerima pujian dari orang-orang.

Itu tidak adil. Dia pasti merasa kesal dan sedih. Bahkan orang yang paling dingin pun punya perasaan. Dia pasti tidak bisa berkata-kata.

Dia teringat sorak-sorai rakyat jelata kepada Permaisuri Rashta di parade pernikahan dan keheningan yang hampir mematikan ketika Permaisuri Navier melewati mereka di dalam kereta.

“Tidak mungkin…”

Presiden mengeluarkan suara erangan yang tidak jelas. Dia merasa menyesal atas betapa tidak adil dan betapa menyakitkannya itu. Dia merasa begitu meskipun dia tidak terlalu menyukai Permaisuri Navier.

Sang presiden, yang telah terisak-isak selama sekitar 15 menit, terlambat menyadari suara ketukan yang terdengar di pintu.

"Presiden?"

Sang sekretaris, yang datang dengan setumpuk dokumen, mendekati presiden dengan terkejut ketika dia melihat matanya yang merah.

"Apakah Anda baik-baik saja?"

Melambaikan tangannya untuk menunjukkan kalau dia baik-baik saja, presiden memerintahkan dengan suara dingin,

“Lupakan, lupakan. Temukan seorang jurnalis bernama Joanson dan bawa dia ke sini.”

* * *

Jurnalis itu bertanya-tanya mengapa Presiden Perusahaan Jasa Dagang memanggilnya. Biasanya, ini tidak pernah terjadi.

"Terima kasih sudah datang."

Presiden menunjuk kursi di seberang meja. Joanson melihat dengan ragu antara presiden dan kursi sebelum duduk.

"Anda memanggilku?"

"Kamu tidak begitu terlihat baik."

“Aku sangat sibuk.”

"Apakah kamu sibuk mengumpulkan informasi untuk menulis artikel melawan Permaisuri Rashta?"

Tangan Joanson terhenti saat dia dengan tenang membuka buku catatannya. Namun, dia segera mendongak dengan galak.

“Jadi ternyata presiden adalah pendukung setia Permaisuri Rashta? Aku sudah dengar kalau kalian berdua memiliki hubungan yang sangat baik.”

Presiden tahu dia telah menemukan orang yang tepat ketika dia melihat ekspresi itu. Tapi entah kenapa, Joanson sangat kesal sekarang.

"Jadilah lebih rasional."

Mendengar suara tegas presiden, Joanson memiringkan kepalanya dengan bingung. Kekuatan yang dia gunakan untuk memegang pena di tangannya juga terlihat.

“Aku tidak membutuhkan jurnalis bodoh yang tidak bisa mengenali apakah seseorang adalah musuh atau sekutu. Keluar."

Presiden itu berbicara dengan dingin dan membunyikan bel kecil di mejanya.

Begitu sekretaris masuk, presiden berkata, "Antar tamu ini keluar." Kemudian, seolah-olah dia sama sekali tidak tertarik pada Joanson, presiden memutar kursinya ke satu sisi dan mengeluarkan sebuah koran.

Sekretaris itu menarik lengan Joanson.

“Tolong pergi sekarang.”

Kenapa dia memanggilku kalau begitu? Joanson menganggap tindakan presiden tidak masuk akal. Apa pedulinya jika aku menulis artikel buruk tentang Permaisuri Rashta?

Joanson mendengus dan mengikuti sekretaris itu ke pintu. Tapi setelah tiga langkah, dia kembali, duduk di kursi dan meminta maaf.

"Maafkan aku. Aku tidak berpikir jernih.”

Baru sekarang dia mengerti nuansa aneh dalam ucapan si presiden.

Tidak bisakah aku mengenali apakah seseorang adalah musuh atau sekutu? Biasanya musuh tidak akan mengatakan ini. Sebaliknya, seseorang yang ingin menjadi sekutu akan mengatakannya.

Rasionalitasnya, yang telah terkubur dalam segala macam emosi negatif dan intens setelah hilangnya adik perempuannya, perlahan kembali. Itu terjadi pada waktu yang tepat.

"Aku tidak sebodoh itu."

Presiden tertawa dan membalikkan kursi ke depan. Sekretaris itu pergi, menutup pintu diam-diam.

Joanson membuka buku catatannya lagi, meletakkannya di pangkuannya dan menatap presiden dengan mata membara.

Presiden pertama-tama mengujinya dengan artikel yang dia tulis melawan Permaisuri Rashta, dan kemudian mengisyaratkan kalau dia bukan musuh. Jelas kalau apa yang ingin dikatakan presiden kepadanya terkait dengan Permaisuri Rashta.

“Permaisuri Rashta menyebabkan kegemparan di tengah acara pernikahannya dengan menyatakan kalau dia sendiri akan menyumbangkan dua puluh juta krang dalam surat perjanjian hutang. Apakah kamu ingat?"

Seperti yang dia duga, nama Permaisuri Rashta keluar dari mulut presiden.

Sudut mulut Joanson melengkung.

“Bagaimana mungkin aku tidak mengingatnya? Aku memujinya selama seminggu untuk itu. Itu satu-satunya hal baik yang dia lakukan.”

"Hmm... apa kau tahu surat perjanjian hutang itu milik siapa?"

‘Mengapa dia menanyakan pertanyaan itu?’

Untuk sesaat, ekspresi Joanson sedikit ragu-ragu.

"Apakah surat perjanjian hutang itu bukan dari Permaisuri Rashta?"

Ketika presiden mengangguk, ekspresinya menjadi dingin.

"Jadi Kaisar sedang berusaha untuk meningkatkan nama baik istrinya."

"Sayangnya, Kaisar tidak menggunakan surat perjanjian hutangnya."

“…”

Joanson, yang berkedip bingung, berdiri ketakutan setelah terlambat memahami kata-katanya. Kursi itu jatuh ke lantai dengan berdebum.

"Tidak mungkin…!"

"Surat perjanjian hutang itu berasal dari Permaisuri Navier."

"Apa ... apa yang Anda katakan?!"

Tangan Joanson gemetar ketika dia mendengarkan presiden menceritakan apa yang dia sendiri temukan. Joanson tercengang mengetahui kalau Rashta telah memanfaatkan surat perjanjian hutang itu di depan Permaisuri Navier di tengah-tengah acara pernikahannya.

Permaisuri Navier, lahir dalam keluarga yang baik, makan dengan baik, hidup dengan baik dan mencapai puncak kekuasaan. Dia hanya kekurangan kasih sayang suaminya. Pada awalnya, Joanson merasa tidak masuk akal bahwa orang yang harus memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhannya sendiri akan mengkhawatirkan Permaisuri Navier.

Selir Rashta, yang telah melalui segala macam kesulitan untuk mencapai posisi itu, lebih menyedihkan daripada Permaisuri Navier.

Bahkan setelah dia menjadi selir, para bangsawan mengejeknya dan Permaisuri memperlakukannya dengan dingin, tetapi apakah orang masih mengasihani Permaisuri Navier? Dia menganggap itu benar-benar tidak masuk akal.

Meskipun dia kemudian sedikit menderita akibat perceraiannya, Permaisuri Navier akhirnya menikah lagi dengan raja negara tetangga. Joanson mulai berpikir kalau dia dilahirkan dengan berkah alami untuk dapat menjalani kehidupan yang begitu tenang.

Tetapi apakah uang yang disumbangkan Permaisuri Rashta berasal dari Permaisuri Navier? Apakah dia bahkan melakukannya di depan Permaisuri Navier dan dipuji oleh mereka yang hadir?

Joanson terdiam. Dunia yang sampai sekarang dia pikir dia tahu tampaknya telah terbalik.

Sama seperti terkejutnya dia kalau Permaisuri Rashta, cahaya dan harapan rakyat jelata, terkait dengan hilangnya saudara perempuannya, dia juga terkejut kalau Permaisuri Navier, seorang wanita bangsawan berhati dingin, menahan diri sementara dia melihat perilaku aneh Permaisuri Rashta.

"Ini ... ini benar-benar ..."

Presiden memerintahkannya dengan tegas.

“Tulis artikel tentang ini. Kita tidak tahu tindakan balasan apa yang mungkin dilakukan keluarga kekaisaran, jadi jangan terlalu menegaskannya, cukup untuk menimbulkan keraguan.”

Joanson terjerat dalam emosinya, tetapi sang presiden adalah orang yang penuh perhitungan.

Presiden memerintahkannya dengan tegas.

Bukan karena emosinya dia memanggil Joanson dan memberinya perintah ini.

Dia telah kehilangan kepercayaan pada Permaisuri Rashta dan telah memutuskan untuk melepaskan diri darinya karena dia memiliki firasat buruk tentang masa depannya.

“Pastikan untuk memperjelas kalau Perusahaan Jasa Dagang dan Permaisuri Rashta tidak ada hubungan satu sama lain. Aku berniat menarik garis di antara kami.”

***

Duduk lemas di kursinya, pelayannya menyisir rambutnya dan membasuh wajahnya dengan kain lembut.

Saat mereka terus memperbaiki rambutnya, Rashta mengambil koran dari pelayan lain untuk dibaca.

Ekspresi pelayan itu sangat aneh, tetapi Rashta tidak terlalu memikirkannya. Dia hanya berpikir akan ada berita menarik.

Setelah beberapa saat, tangan Rashta gemetar saat membaca koran. Gemetarnya perlahan-lahan menyebar ke seluruh tubuhnya.

“Yang Mulia?”

Pelayan itu menatap permaisuri dengan terkejut sementara dia menyisir rambutnya. Wajah Rashta seputih salju.

“Yang Mulia!”

“Perutku… perutku…”

Koran yang dipegang Rashta di tangannya terbuka saat jatuh ke lantai.

Tatapan pelayan beralih ke artikel yang menimbulkan kecurigaan tentang surat perjanjian hutang permaisuri. Matanya melebar sesaat, tetapi ketika tubuh Rashta berguncang, pelayan itu mengalihkan pandangannya dari koran dan mendekapnya.

Rashta mulai berteriak kesakitan sementara seluruh wajahnya bergetar bermandikan keringat dingin. Tiba-tiba, dia pingsan sepenuhnya.

“Dokter, dokter istana! Bawa dokter istana!

* * *

"Yang Mulia, Permaisuri akan melahirkan prematur!"

***

 

[Baca Remarried Empress Bahasa Indonesia di https://shiraulwiya.blogspot.com/]

Diterjemahkan dari https://novelutopia.com/ 


<<<

Chapter 298          

>>>             

Chapter 295

===

Daftar Chapters 


1 comment:

  1. Terimakasih terjemahan nya 💕 semoga sehat selalu 💕

    ReplyDelete