Sunday, January 23, 2022

Remarried Empress (#301) / The Second Marriage




Chapter 301: Kekecewaan Rashta (2)

Penerjemah: Shira Ulwiya

 

“Apa Rashta melahirkan? Secepat ini?”

Berita itu tidak datang pada waktu yang tepat.

Kami berkumpul sebagai sebuah keluarga untuk merayakan kembalinya kakakku setelah menyelesaikan masalah dengan seribu bandit abadi.

Itu adalah waktu yang sangat tidak tepat.

Wajah keluargaku berkerut dengan cara yang berbeda saat berita itu tersiar.

Sang sekretaris, yang membawa berita kelahiran bayi Rashta, pertama-tama menggumamkan kalau itu adalah 'berita sensitif'.

Faktanya, sekretaris memberi isyarat kepada Heinley kalau dia lebih suka memberitahunya secara pribadi, karena itu adalah berita dari Kekaisaran Timur.

Tetapi Heinley memerintahkan sang sekretaris untuk mengatakannya di hadapan semua orang, mungkin ingin menunjukkan citra yang bermartabat di depan orang tuaku, kakakku, dan aku.

Pada akhirnya, perayaan kepulangan kakakku jadi berantakan.

Meninggalkan orang tua dan kakakku, Heinley bertanya kepada sekretarisnya dengan suara berat.

“Jika dia melahirkan sekarang, itu bayi prematur, kan?”

"Ya. Dia seorang perempuan, seorang putri.”

Kali ini sekretaris menatapku ketika dia menjawab.

Aku tetap tanpa ekspresi dan hanya berjalan santai.

“Hmm… Yang Mulia. Selain itu .. Kaisar mengirimkan undangan.”

“Undangan apa?”

"Undangan ke perjamuan untuk merayakan kelahiran keturunan pertama keluarga kekaisaran."

"Dia mengundang kami berdua?"

"Yah. Di bagian bawah undangan ada kalimat yang mengatakan, 'Tidak perlu hadir.'”

Sudut mulutku secara refleks melengkung.

Tidak biasanya menambahkan kalimat itu ke dalam sebuah undangan.

Yang dimaksud Sovieshu dengan kata lain adalah— 'Aku mengirim undangan karena formalitas, tetapi jangan hadir'.

Aku bisa memahaminya. Jika aku muncul di sebelah Heinley pada hari perayaan kelahiran anaknya, Sovieshu akan merasa tidak nyaman.

“Bayinya lahir prematur. Sungguh ironi kehidupan.”

Setelah sang sekretaris pergi, Heinley mendengus dengan suara dingin.

"Bukan begitu, Ratuku?"

"Apa maksudmu?"

“Bukankah dia tanpa pandang bulu menyerang Lady Nian tentang bayi prematurnya? Tapi sekarang bayinya juga lahir prematur.”

"Itu benar.”

Aku dengar kalau Sovieshu melakukan semua pekerjaan sendiri, jadi menurutku dia melahirkan prematur bukan karena dia kewalahan.

“Sesuatu yang buruk pasti telah terjadi.”

Empat jam kemudian, aku tahu dari Nian apa yang telah terjadi.

“Saya dengar wanita itu menyumbangkan sejumlah besar uang di pernikahannya. Rupanya, muncul kecurigaan kalau uang ini mungkin dari Yang Mulia.”

Secara mengejutkan, tampaknya insiden surat perjanjian hutang yang aku ungkap untuk melindungi orang tua aku adalah hal yang sangat mengejutkan Rashta sehingga dia melahirkan prematur.

Yah, kurasa bukan itu satu-satunya alasan dia melahirkan prematur.

“Ini menyenangkan. Tidakkah menurut Anda begitu, Yang Mulia?”

"Ya…"

Nian, yang tidak tahu kalau akulah yang mengungkap tentang surat perjanjian hutang itu, tersenyum puas atas apa yang telah terjadi.

Tapi aku merasa aneh.

Bahkan jika tidak sengaja, bukankah ini pertama kalinya aku menyakiti Rashta?

Aku ingin tahu bagaimana reaksi Sovieshu jika dia tahu aku orangnya.

Meskipun aku tahu bagaimana dia akan bereaksi jika aku adalah permaisuri dan Rashta selir, sekarang aku tidak terlalu yakin.

"Apakah bayinya sehat?"

“Dia bayi perempuan yang sehat meskipun lahir prematur. Dia hanya sedikit kecil.”

“Sovieshu pasti sangat senang mendapatkan apa yang paling dia inginkan.”

Mau tak mau aku tersenyum saat membayangkan Sovieshu. Bukan karena senang, tapi karena jijik, tidak berdaya.

Bagi Sovieshu, bayi itu melambangkan keluarga bahagia yang ingin dia lindungi, bahkan jika itu berarti menyingkirkanku.

Dan bagiku, bayi itulah yang membuat kami benar-benar terpisah dan hampir menyeretku jatuh.

Aku tahu itu bukan kesalahan bayi yang baru lahir, tetapi aku tidak bisa merasa bahagia.

Sejujurnya… sekarang aku tidak terlalu peduli apa yang terjadi pada mereka. Aku lebih mengantuk daripada terkejut dengan berita itu.

Aku pikir aku bahkan tertidur di sandaran tangan sofa karena ketika aku membuka mata lagi, aku tidak bisa melihat Nian atau dayang-dayangku.

“Lady Nian? Countess Jubel? Nona Rose? Nona Laura?”

Bingung, aku memanggil mereka satu per satu dan menyadari kalau aku telah menghabiskan terlalu banyak waktu untuk tidur.

Kurasa mereka semua pergi tanpa membangunkanku ketika mereka melihatku tertidur lelap.

Aku pikir aku sudah terlalu banyak bersantai sejak aku di sini.

Sebagai Permaisuri, aku tidak seharusnya seperti ini.

Saat aku mencela diri sendiri, aku melihat ujung bulu emas melalui pintu yang setengah terbuka.

"Queen?"

Aku memanggilnya sembari berdiri.

Mengapa Heinley diam di sana?

"Queen."

Pada saat aku membuka pintu, Queen sudah pergi.

"Queen?"

Ketika aku mendongak bingung, aku melihat pantat montok melarikan diri dengan cepat, bergoyang-goyang dari sisi ke sisi.

Apakah dia ingin bermain petak umpet?

Dia terlihat sangat manis berlarian seperti penguin, jadi aku sengaja mengikutinya dengan langkah lambat.

Tapi anehnya, dia melewati koridor berubah menjadi burung.

"Queen?"

Kenapa dia berjalan di sekitar istana seperti itu?

Saat aku mempercepat langkahku karena terkejut, Queen mengepakkan sayapnya dan juga mempercepat langkahnya.

Meskipun akan sulit untuk menangkapnya karena seberapa cepat dia menggerakkan kakinya, aku harus melakukannya. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku merasa aku harus menangkap Queen dengan erat.

Aku mengangkat rokku sedikit dan berlari ke arahnya.

Aku berlari melewati koridor panjang dan menuruni tangga spiral.

Queen mendekati singgasana di aula dan akhirnya berhenti.

"Kenapa kamu datang kesini?"

Lega karena akhirnya menangkapnya, aku mengangkat Queen.

Queen kemudian mengarahkan salah satu sayapnya ke singgasana, mengerang cemas.

Ada apa dengan singgasana itu?

Begitu aku melihat ke arah yang ditunjuk Queen, aku terkejut dan mundur selangkah.

Seekor elang besar berpegang erat pada singgasana dengan sayapnya. Tatapannya galak seolah-olah itu miliknya.

Apa artinya ini? Apakah elang itu menginginkan singgasana Heinley?

Ketika aku menyambarnya dengan marah dan memukul pantat elang raksasa itu, dia dengan enggan meninggalkan singgasana itu, menatapku, dan tiba-tiba mulai menyusut.

Dalam sekejap, elang raksasa itu menyusut seukuran Queen, lalu menjadi lebih kecil dari Queen, dan akhirnya jauh lebih kecil.

Bulu keemasannya yang indah berubah menjadi bulu putih selembut kulit bayi.

Ketika aku memeluk elang raksasa itu karena betapa indahnya dia, dia berkicau dan mulai bersikap seolah-olah jinak, menggosokkan wajahnya ke telapak tanganku.

Elang itu sama liciknya dengan Heinley... tepat saat aku memikirkan ini.

“Yang Mulia?”

Mendengar suara Nian, aku tiba-tiba terbangun.

"Apa Anda baik baik saja?"

"Di mana bayi monster itu?"

"Hah?"

***

[Baca Remarried Empress Bahasa Indonesia di https://shiraulwiya.blogspot.com/]

Diterjemahkan dari https://novelutopia.com/ 


<<<

Chapter 300          

>>>             

Chapter 302

===

Daftar Chapters 


Remarried Empress (#300) / The Second Marriage




Chapter 300: Kekecewaan Rashta (1)

Penerjemah: Shira Ulwiya

 

Beberapa saat sebelumnya, Sovieshu telah meminta sekretarisnya untuk membawa Rashta ke kamarnya. Tapi Rashta menolak lagi dan Sovieshu bergumam dengan dingin.

“Selalu menggunakan bayinya sebagai tameng.”

Meskipun sejujurnya dia tidak mengharapkannya untuk datang, dia terheran-heran karena Rashta selalu membuat alasan yang sama.

Sekretaris itu menatap wajah Sovieshu.

"Jika Anda meminta sedikit lebih tegas ..."

"Lupakan saja. Aku tidak ingin dia mengatakan kalau perutnya sakit lagi atau alasan semacam itu.”

Setelah Sovieshu melambaikan tangannya, dia mengambil sebuah kotak dari meja kecil, membukanya dan mendekati sangkar burung.

Burung biru berhenti menggaruk-garuk dan bergegas ke hadapan Sovieshu, segera membuka paruhnya.

Sovieshu mengamati burung yang lucu itu sementara dia menuangkan beberapa makanan dari kotak ke dalam wadah makanan burung.

Memang masih agak sedikit, tetapi sekarang ia memiliki bulu yang bagus.

Sovieshu tersenyum pahit ketika dia melihat burung itu makan dari wadah makanan dengan tidak sabar.

Burung ini, yang telah dia coba berikan kepada Navier tetapi telah dikirim kembali, sekarang menjadi kedamaian kecilnya.

Dan dia merasa kecewa saat menyimpulkan kalau Rashta-lah yang mencabuti bulu burung cantik ini.

Bagaimana dia bisa melakukan itu pada burung yang begitu lemah dan lembut?

"Setelah…"

"Saya mendengarkan, Yang Mulia."

“Setelah bayinya lahir, aku akan menugaskan seorang pengasuh untuk merawatnya.”

"Apa?"

"Aku akan membutuhkan seseorang untuk merawat bayi itu ketika aku tidak sempat."

"Hmm…"

"Aku harus mulai membaca buku tentang mengasuh anak."

“…”

“Bayi itu kecil dan lemah.”

Sekretaris itu terdiam karena dia tidak bisa memahami pikiran Sovieshu.

Bukankah Rashta yang akan merawat bayinya saat Yang Mulia sibuk? Apakah itu berarti pengasuh akan merawat bayi ketika Yang Mulia tidak bisa dan di waktu lain dia akan melakukannya sendiri? Apakah Yang Mulia ingin mengambil alih pengasuhan anaknya sepenuhnya?

Beberapa pertanyaan hendak keluar dari mulutnya, tetapi dia berhasil tetap diam.

Sekretaris itu bingung.

Keluarga kekaisaran, seperti kaum bangsawan, tidak bertanggung jawab atas pengasuhan anak. Tanggung jawab itu biasanya diserahkan ke pengasuh.

Bagaimanapun, Sovieshu tidak akan berubah pikiran karena pendapat sekretarisnya.

“Bagaimana dengan sertifikat budak itu? Belum menemukannya?”

"Saya minta maaf. Akan mudah menemukannya jika saya dapat mengandalkan bantuan banyak orang, tetapi itu tidak mungkin, jadi kemajuannya tidak secepat yang diharapkan, Yang Mulia.”

“Kamu harus mendapatkannya sesegera mungkin. Sesegera mungkin."

Begitu sekretaris itu pergi, Sovieshu memasukkan jarinya ke dalam sangkar burung dan membelai burung itu sejenak sebelum duduk di tempat tidurnya.

Dengan dahinya bertumpu pada tangannya yang tergenggam, dia menutup matanya dan menekan kecemasannya.

Dia telah menyelamatkan Rivetti karena dia tahu kejahatan yang dilakukan Rashta, tetapi juga untuk menutup mulut Viscount Roteschu.

Selain itu, dia punya beberapa rencana seandainya sertifikat budak itu terungkap, tetapi akan lebih baik menemukannya dan menghancurkannya.

Saat Sovieshu berbaring di tempat tidur sebentar, menekan pelipisnya dengan jari-jarinya, dia mendengar suara yang tak terduga,

"Yang Mulia, Permaisuri akan melahirkan prematur!"

Sovieshu melompat. Melahirkan prematur?

Ketika dia membuka pintu dan melangkah keluar ke ruang tamu, dia melihat asistennya memiliki ekspresi yang membuatnya sulit untuk mengatakan apakah dia senang atau khawatir.

Namun, Sovieshu terlambat memahami situasinya.

"Persalinan prematur!"

Saat itu, Sovieshu bergegas keluar dan berlari langsung ke Istana Barat.

***

Setelah dua kali melahirkan, Rashta menyadari kalau rasa sakitnya sama di mana pun dia melahirkan.

Rashta berteriak dan menggeliat dengan tangan di perutnya karena rasa sakit, sementara dia merasakan perutnya bergidik.

Rasa sakit, yang sepertinya tidak pernah berakhir, perlahan berkurang setelah beberapa jam. Rashta akhirnya mulai terengah-engah dengan seluruh tubuhnya basah oleh keringat.

‘Bayi ini pasti laki-laki.’

Rashta berpikir sambil berbaring lemas di tempat tidur.

‘Bayi ini haruslah laki-laki.’

Ketika dia memiliki hubungan khusus dengan Sovieshu, dia tidak peduli apakah itu laki-laki atau perempuan, tetapi sekarang situasinya telah berubah.

Itu haruslah anak laki-laki. Tidak akan ada kesempatan kedua.

Di samping Rashta, Viscountess Verdi berseru dengan gembira,

"Yang Mulia, Yang Mulia, ini bayi yang sangat rupawan!"

Rashta tidak punya tenaga untuk menjawab, jadi dia hanya menolehkan kepalanya ke samping Viscountess. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, mencoba menjernihkan pandangannya yang kabur.

Viscountess Verdi menggendong bayi yang dibungkus kain lembut.

Tangisan bayi menyebar ke seluruh ruangan.

Sementara itu, para pelayan membawa baskom berisi air hangat dan beberapa handuk kecil untuk membersihkan tubuh Rashta.

"Dan bayinya?"

Rashta bertanya pada Viscountess Verdi dengan suara lemah.

"Apakah itu laki-laki?"

Rashta dengan jelas melihat bagaimana senyum Viscountess Verdi berubah kaku dalam sekejap.

"Jadi itu perempuan," gumam Rashta dengan linglung, "Seorang perempuan."

Pandangannya kembali kabur. Rashta memejamkan matanya erat-erat dan menggigit bibirnya untuk menahan air mata.

'Ini tidak mungkin. Itu haruslah anak laki-laki.’

Rasa putus asa yang mendalam perlahan muncul di dalam dirinya seolah-olah dia tenggelam ke dalam rawa berlendir.

Rashta mencengkeram kepalanya dengan kedua tangan sementara air mata mengalir di pipinya.

“Uh…”

Demi bayi dan dirinya sendiri, itu haruslah laki-laki.

Tapi ternyata perempuan.

Rashta bergidik dengan kecemasan yang samar-samar.

Nyeri persalinannya mereda, tetapi sekarang hatinya sakit.

“Yang Mulia. Lihatlah bayinya.”

Viscountess Verdi mencoba menyerahkan bayinya, tetapi Rashta menggelengkan kepalanya dan melambaikan tangannya.

"Nanti."

Sekarang dia sangat kecewa sehingga dia tidak ingin melihat bayinya.

"Aku akan menggendongnya nanti."

Ketika bayi itu mulai menangis lagi, Viscountess Verdi mengayunkannya ke dalam pelukannya mencoba menenangkannya.

Pada saat itu, seorang pelayan berlari dan bertanya pada Rashta.

"Yang Mulia, Kaisar meminta saya untuk bertanya apakah dia boleh masuk."

"Apakah Kaisar sudah datang?"

"Kaisar telah menunggu di pintu selama berjam-jam."

Rashta menggosok matanya, merentangkan tangannya dan berkata kepada Viscountess Verdi,

"Beri aku bayi itu."

Di pelukan Rashta, bayi itu menjadi tenang dalam sekejap.

"Beritahu Yang Mulia untuk masuk."

Bayi itu melambaikan tangan mungilnya seolah-olah dia bisa mengenali ibunya.

Cinta yang mendalam untuk si bayi dan kekecewaan yang intens. Dua perasaan yang berlawanan ini membuat Rashta menangis lagi.

“Rashta?”

Sovieshu mengucapkan nama Rashta dengan terkejut saat dia memasuki ruangan.

Rashta berjuang untuk menahan air matanya dan tersenyum pada Sovieshu.

"Yang Mulia, dia adalah bayi yang benar-benar cantik."

Sovieshu dengan cepat mendekati bayi itu dan memeluknya.

“Cantik… bayi perempuan yang cantik.” Rashta mengulangi.

Wajah Sovieshu bersinar ketika dia melihat bayi itu, tetapi Rashta tidak memerhatikan itu karena dia menyeka air matanya.

Sovieshu menggendong bayi itu dengan hati-hati dalam dekapannya, sedikit gugup karena tidak tahu di mana dia harus meletakkan tangannya.

Mungkin bayinya terlalu kecil karena dia prematur.

Namun, Sovieshu memandangi kulit keriput bayi itu dengan penuh kasih.

Dia juga tidak bisa menahan diri dan air mata mengalir di matanya.

Untuk melindungi bayi ini, dia menceraikan wanita yang paling dia cintai.

Demi bayi ini.

"Yang Mulia, Anda harus menggendongnya seperti ini."

Viscountess Verdi menunjukkan kepadanya bagaimana melakukannya.

"Apa begitu tidak apa-apa?"

"Ya."

Sovieshu menggendong bayi itu di lengannya dengan benar, dan dengan hati-hati membelai kulitnya yang merah dan keriput dengan tangannya yang besar.

***

[Baca Remarried Empress Bahasa Indonesia di https://shiraulwiya.blogspot.com/]

Diterjemahkan dari https://novelutopia.com/ 


<<<

Chapter 299       

>>>             

Chapter 301

===

Daftar Chapters 


Thursday, January 20, 2022

Remarried Empress (#299) / The Second Marriage




Chapter 299: Kelahiran Prematur (2)

Penerjemah: Shira Ulwiya

 

Presiden Perusahaan Jasa Dagang pernah beberapa kali makan bersama dengan Permaisuri Navier. Sejujurnya, dia adalah permaisuri yang dingin. Setiap kali makan, dia takut memikirkan apakah orang di depannya adalah buku etiket atau bahkan hidup.

Tapi dia tidak membenci Permaisuri Navier. Meskipun Permaisuri tidak menunjukkan senyum ramah padanya, dia juga tidak mengkhianatinya dengan topeng kebaikan, apalagi mengubah kata-katanya di belakangnya.

Navier bukan orang yang hangat, tapi dia bisa dipercaya dan setia.

Meskipun dia tidak merangkul orang miskin dengan hati yang baik dan penuh kasih, dia jelas merawat mereka lebih baik daripada orang yang banyak omong.

Ketika Rashta menjadi permaisuri, presiden merasa cemas selama beberapa hari dengan perasaan campur aduk.

Sungguh menyakitkan melihat bagaimana Permaisuri Navier yang tidak bersalah dilengserkan seolah-olah dia telah melakukan hal-hal yang buruk. Pada saat yang sama, dia senang kalau permaisuri baru berasal dari rakyat biasa dan memiliki hati yang baik. Ketika dia menyumbangkan sejumlah besar uang, dia merasa kagum karena dia benar-benar orang yang baik.

Pada akhirnya, dia memutuskan untuk beradaptasi dengan era yang baru. Berfokus pada perluasan dan penguatan tim perdagangannya.

Tapi dia menemukan kebenaran tersembunyi yang gelap dengan tangannya sendiri. Presiden memejamkan mata dan bersandar di kursinya saat perasaan hampa dan sepi dengan cepat menghampirinya.

“Tidak mungkin…”

Menutup matanya, dia bergumam dengan perasaan sedih, air mata entah kenapa muncul di sudut matanya.

Permaisuri Rashta mengumumkan kalau dia akan menyumbangkan sejumlah besar uang ke berbagai institusi di tengah-tengah acara pernikahannya, yang juga dihadiri oleh Permaisuri Navier.

Dia mendengar orang-orang yang memuji Rashta bergumam kalau Permaisuri Navier tidak tahu malu.

Presiden juga sependapat. Bagaimana dia bisa menghadiri pernikahan mantan suaminya dengan suami barunya?

Tentu saja, itu adalah urusan negara, tetapi dia bisa saja berpura-pura sakit dan mengirim delegasi atas nama mereka.

'Seperti yang diharapkan dari seorang permaisuri yang menikah lagi, dia pasti sedikit tidak tahu malu.' Begitu pikirnya saat itu ketika dia melihat Empress Navier yang dingin.

Tapi itu hanyalah kesalahpahaman. Sebuah prasangka.

Presiden menyesalinya ketika dia membayangkan bagaimana perasaan Permaisuri Navier ketika Permaisuri Rashta membagi-bagikan uangnya dan menerima pujian dari orang-orang.

Itu tidak adil. Dia pasti merasa kesal dan sedih. Bahkan orang yang paling dingin pun punya perasaan. Dia pasti tidak bisa berkata-kata.

Dia teringat sorak-sorai rakyat jelata kepada Permaisuri Rashta di parade pernikahan dan keheningan yang hampir mematikan ketika Permaisuri Navier melewati mereka di dalam kereta.

“Tidak mungkin…”

Presiden mengeluarkan suara erangan yang tidak jelas. Dia merasa menyesal atas betapa tidak adil dan betapa menyakitkannya itu. Dia merasa begitu meskipun dia tidak terlalu menyukai Permaisuri Navier.

Sang presiden, yang telah terisak-isak selama sekitar 15 menit, terlambat menyadari suara ketukan yang terdengar di pintu.

"Presiden?"

Sang sekretaris, yang datang dengan setumpuk dokumen, mendekati presiden dengan terkejut ketika dia melihat matanya yang merah.

"Apakah Anda baik-baik saja?"

Melambaikan tangannya untuk menunjukkan kalau dia baik-baik saja, presiden memerintahkan dengan suara dingin,

“Lupakan, lupakan. Temukan seorang jurnalis bernama Joanson dan bawa dia ke sini.”

* * *

Jurnalis itu bertanya-tanya mengapa Presiden Perusahaan Jasa Dagang memanggilnya. Biasanya, ini tidak pernah terjadi.

"Terima kasih sudah datang."

Presiden menunjuk kursi di seberang meja. Joanson melihat dengan ragu antara presiden dan kursi sebelum duduk.

"Anda memanggilku?"

"Kamu tidak begitu terlihat baik."

“Aku sangat sibuk.”

"Apakah kamu sibuk mengumpulkan informasi untuk menulis artikel melawan Permaisuri Rashta?"

Tangan Joanson terhenti saat dia dengan tenang membuka buku catatannya. Namun, dia segera mendongak dengan galak.

“Jadi ternyata presiden adalah pendukung setia Permaisuri Rashta? Aku sudah dengar kalau kalian berdua memiliki hubungan yang sangat baik.”

Presiden tahu dia telah menemukan orang yang tepat ketika dia melihat ekspresi itu. Tapi entah kenapa, Joanson sangat kesal sekarang.

"Jadilah lebih rasional."

Mendengar suara tegas presiden, Joanson memiringkan kepalanya dengan bingung. Kekuatan yang dia gunakan untuk memegang pena di tangannya juga terlihat.

“Aku tidak membutuhkan jurnalis bodoh yang tidak bisa mengenali apakah seseorang adalah musuh atau sekutu. Keluar."

Presiden itu berbicara dengan dingin dan membunyikan bel kecil di mejanya.

Begitu sekretaris masuk, presiden berkata, "Antar tamu ini keluar." Kemudian, seolah-olah dia sama sekali tidak tertarik pada Joanson, presiden memutar kursinya ke satu sisi dan mengeluarkan sebuah koran.

Sekretaris itu menarik lengan Joanson.

“Tolong pergi sekarang.”

Kenapa dia memanggilku kalau begitu? Joanson menganggap tindakan presiden tidak masuk akal. Apa pedulinya jika aku menulis artikel buruk tentang Permaisuri Rashta?

Joanson mendengus dan mengikuti sekretaris itu ke pintu. Tapi setelah tiga langkah, dia kembali, duduk di kursi dan meminta maaf.

"Maafkan aku. Aku tidak berpikir jernih.”

Baru sekarang dia mengerti nuansa aneh dalam ucapan si presiden.

Tidak bisakah aku mengenali apakah seseorang adalah musuh atau sekutu? Biasanya musuh tidak akan mengatakan ini. Sebaliknya, seseorang yang ingin menjadi sekutu akan mengatakannya.

Rasionalitasnya, yang telah terkubur dalam segala macam emosi negatif dan intens setelah hilangnya adik perempuannya, perlahan kembali. Itu terjadi pada waktu yang tepat.

"Aku tidak sebodoh itu."

Presiden tertawa dan membalikkan kursi ke depan. Sekretaris itu pergi, menutup pintu diam-diam.

Joanson membuka buku catatannya lagi, meletakkannya di pangkuannya dan menatap presiden dengan mata membara.

Presiden pertama-tama mengujinya dengan artikel yang dia tulis melawan Permaisuri Rashta, dan kemudian mengisyaratkan kalau dia bukan musuh. Jelas kalau apa yang ingin dikatakan presiden kepadanya terkait dengan Permaisuri Rashta.

“Permaisuri Rashta menyebabkan kegemparan di tengah acara pernikahannya dengan menyatakan kalau dia sendiri akan menyumbangkan dua puluh juta krang dalam surat perjanjian hutang. Apakah kamu ingat?"

Seperti yang dia duga, nama Permaisuri Rashta keluar dari mulut presiden.

Sudut mulut Joanson melengkung.

“Bagaimana mungkin aku tidak mengingatnya? Aku memujinya selama seminggu untuk itu. Itu satu-satunya hal baik yang dia lakukan.”

"Hmm... apa kau tahu surat perjanjian hutang itu milik siapa?"

‘Mengapa dia menanyakan pertanyaan itu?’

Untuk sesaat, ekspresi Joanson sedikit ragu-ragu.

"Apakah surat perjanjian hutang itu bukan dari Permaisuri Rashta?"

Ketika presiden mengangguk, ekspresinya menjadi dingin.

"Jadi Kaisar sedang berusaha untuk meningkatkan nama baik istrinya."

"Sayangnya, Kaisar tidak menggunakan surat perjanjian hutangnya."

“…”

Joanson, yang berkedip bingung, berdiri ketakutan setelah terlambat memahami kata-katanya. Kursi itu jatuh ke lantai dengan berdebum.

"Tidak mungkin…!"

"Surat perjanjian hutang itu berasal dari Permaisuri Navier."

"Apa ... apa yang Anda katakan?!"

Tangan Joanson gemetar ketika dia mendengarkan presiden menceritakan apa yang dia sendiri temukan. Joanson tercengang mengetahui kalau Rashta telah memanfaatkan surat perjanjian hutang itu di depan Permaisuri Navier di tengah-tengah acara pernikahannya.

Permaisuri Navier, lahir dalam keluarga yang baik, makan dengan baik, hidup dengan baik dan mencapai puncak kekuasaan. Dia hanya kekurangan kasih sayang suaminya. Pada awalnya, Joanson merasa tidak masuk akal bahwa orang yang harus memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhannya sendiri akan mengkhawatirkan Permaisuri Navier.

Selir Rashta, yang telah melalui segala macam kesulitan untuk mencapai posisi itu, lebih menyedihkan daripada Permaisuri Navier.

Bahkan setelah dia menjadi selir, para bangsawan mengejeknya dan Permaisuri memperlakukannya dengan dingin, tetapi apakah orang masih mengasihani Permaisuri Navier? Dia menganggap itu benar-benar tidak masuk akal.

Meskipun dia kemudian sedikit menderita akibat perceraiannya, Permaisuri Navier akhirnya menikah lagi dengan raja negara tetangga. Joanson mulai berpikir kalau dia dilahirkan dengan berkah alami untuk dapat menjalani kehidupan yang begitu tenang.

Tetapi apakah uang yang disumbangkan Permaisuri Rashta berasal dari Permaisuri Navier? Apakah dia bahkan melakukannya di depan Permaisuri Navier dan dipuji oleh mereka yang hadir?

Joanson terdiam. Dunia yang sampai sekarang dia pikir dia tahu tampaknya telah terbalik.

Sama seperti terkejutnya dia kalau Permaisuri Rashta, cahaya dan harapan rakyat jelata, terkait dengan hilangnya saudara perempuannya, dia juga terkejut kalau Permaisuri Navier, seorang wanita bangsawan berhati dingin, menahan diri sementara dia melihat perilaku aneh Permaisuri Rashta.

"Ini ... ini benar-benar ..."

Presiden memerintahkannya dengan tegas.

“Tulis artikel tentang ini. Kita tidak tahu tindakan balasan apa yang mungkin dilakukan keluarga kekaisaran, jadi jangan terlalu menegaskannya, cukup untuk menimbulkan keraguan.”

Joanson terjerat dalam emosinya, tetapi sang presiden adalah orang yang penuh perhitungan.

Presiden memerintahkannya dengan tegas.

Bukan karena emosinya dia memanggil Joanson dan memberinya perintah ini.

Dia telah kehilangan kepercayaan pada Permaisuri Rashta dan telah memutuskan untuk melepaskan diri darinya karena dia memiliki firasat buruk tentang masa depannya.

“Pastikan untuk memperjelas kalau Perusahaan Jasa Dagang dan Permaisuri Rashta tidak ada hubungan satu sama lain. Aku berniat menarik garis di antara kami.”

***

Duduk lemas di kursinya, pelayannya menyisir rambutnya dan membasuh wajahnya dengan kain lembut.

Saat mereka terus memperbaiki rambutnya, Rashta mengambil koran dari pelayan lain untuk dibaca.

Ekspresi pelayan itu sangat aneh, tetapi Rashta tidak terlalu memikirkannya. Dia hanya berpikir akan ada berita menarik.

Setelah beberapa saat, tangan Rashta gemetar saat membaca koran. Gemetarnya perlahan-lahan menyebar ke seluruh tubuhnya.

“Yang Mulia?”

Pelayan itu menatap permaisuri dengan terkejut sementara dia menyisir rambutnya. Wajah Rashta seputih salju.

“Yang Mulia!”

“Perutku… perutku…”

Koran yang dipegang Rashta di tangannya terbuka saat jatuh ke lantai.

Tatapan pelayan beralih ke artikel yang menimbulkan kecurigaan tentang surat perjanjian hutang permaisuri. Matanya melebar sesaat, tetapi ketika tubuh Rashta berguncang, pelayan itu mengalihkan pandangannya dari koran dan mendekapnya.

Rashta mulai berteriak kesakitan sementara seluruh wajahnya bergetar bermandikan keringat dingin. Tiba-tiba, dia pingsan sepenuhnya.

“Dokter, dokter istana! Bawa dokter istana!

* * *

"Yang Mulia, Permaisuri akan melahirkan prematur!"

***

 

[Baca Remarried Empress Bahasa Indonesia di https://shiraulwiya.blogspot.com/]

Diterjemahkan dari https://novelutopia.com/ 


<<<

Chapter 298          

>>>             

Chapter 295

===

Daftar Chapters