Pembuat Onar di Keluarga Count (Ep. 36 - 37)
Chapter 33: Kamu (8)
Tak seorang pun yang menganggap aneh Cale yang
tiba-tiba ingin pergi keluar. Sepertinya Ron juga pergi entah ke mana, karena
dia tidak terlihat di mana pun. Satu-satunya yang Hans tanyakan ke Cale adalah
ke mana Cale akan pergi.
‘Tuan muda, Anda akan pergi ke mana?’
‘Jangan cemaskan itu.’
‘Ya, tuan! Tapi karena ini hari pertama Anda
di ibu kota, bisakah Anda pulang tanpa memecahkan satu botol alkohol pun hari
ini?’
‘...Apa kamu akan terus-terusan lancang
seperti ini?’
‘Tidak juga. Hati-hati di jalan, tuan muda.’
Cale naik ke kereta kuda dan mulai berpikir
bagaimana menangani Hans, yang terus bersikap lancang. Kereta kuda itu tiba di
kuil sementara dia sibuk berpikir.
“Ayo turun.”
“Baik.”
Cale berdiri dan keluar dari kereta. Choi Han
tetap diam sejak mereka naik kereta, tidak, sejak mereka keluar dari kamar
Cale. Tampaknya ada banyak emosi rumit yang menyerbu pikirannya saat ini.
Cale hanya tahu tentang kepribadian Choi Han
hingga jilid kelima ‘Kelahiran Pahlawan’. Namun, ada satu hal yang Cale tahu
pasti. Walaupun Choi Han orang yang baik, dia tidak gampang dibodohi. Dia
sangat cerdas.
‘Jika aku mencoba memberikan alasan yang tak
masuk akal, pada awalnya dia mungkin akan memercayaiku, tapi nantinya dia pasti
akan meragukanku.’
Choi Han mungkin merasa sangat kesepian
setelah hidup sendirian selama puluhan tahun, tapi pengalaman itu
mengajarkannya bagaimana bertahan hidup tanpa bantuan orang lain, dan bagaimana
menjadi gigih dan keras kepala.
Choi Han mungkin menyukai Cale saat ini dan
mengikutinya, tapi, seperti yang terlihat di jilid 5 ‘Kelahiran Pahlawan’, dia
adalah seseorang yang pada akhirnya ingin menjadi pemimpin. Choi Han adalah
seseorang yang akan hidup untuk mewujudkan keadilan sesuai pandangan
pribadinya.
“...Ini terlalu putih.”
Kuil Dewa Kematian yang Cale lihat begitu dia
turun dari kereta seluruhnya putih, tanpa noda sedikit pun. Penganut Dewa
Kematian menganggap warna putih sebagai warna kematian, dan membersihkan
semuanya berulang kali setiap hari untuk memastikan tidak ada debu secuil pun
di sepanjang bangunan.
‘Sungguh tempat yang menarik.’
Kuil Dewa Kematian terlihat seperti ingin menunjukkan
kepada orang-orang bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan dari malam melalui tindakan
mereka ini. Mereka membuka kuil untuk para penganut maupun yang bukan begitu
matahari mulai terbenam.
‘Tampaknya, semua pendeta sedang tidur jika
kamu datang siang hari.’
Menurut Cale ini benar-benar tempat yang
menarik. Mereka disambut oleh dua orang pendeta di pintu masuk kuil.
“Semoga Anda diberkati dengan malam yang
damai!”
“Semoga Anda diberkati dengan malam yang
damai!”
Para pendeta Dewa Kematian umumnya sangat
ceria. Walaupun orang-orang mungkin menganggap kematian sebagai akhir, filosofi
Kuil Dewa Kematian meyakini bahwa mereka perlu menikmati hidup saat mereka
menuju malam yang damai.
“Pendeta-nim.”
Cale perlahan-lahan mendekati pendeta itu. Si
pendeta mengamati Cale dengan ekspresi ingin tahu. Cale terlihat seperti
seorang bangsawan kaya raya atau seorang pedagang kaya dilihat dari pakaian
yang dikenakannya. Tapi pria di belakangnya tampak seperti pengemis, walaupun
pedang di pinggangnya membuatnya terlihat lumayan kuat.
“Apa yang saya bisa bantu?”
“Apa ada Ruang Kematian yang kosong?”
Raut wajah kedua pendeta itu mengeras. Pendeta
yang barusan bertanya melihat bolak-balik antara Cale dan Choi Han lantas
kembali bertanya.
“Kematian siapa yang akan Anda pertaruhkan?”
Pendeta itu melirik Choi Han saat mengatakan
itu. Saat ini Choi Han terlihat seperti telah berguling-guling di gunung dan
merasa kesulitan untuk sesaat. Dia juga terlihat seperti belum makan apa pun
selama dua hari, dan tampak seperti tipe orang yang mudah ditipu. Pendeta itu
merasa tidak enak melihat ini.
Pendeta itu memalingkan pandangannya ke si
bangsawan kaya. Rambut merah yang indah dan wajah yang tampan. Dia tidak
terlalu tampan, tapi cukup untuk menarik perhatian kemana pun dia pergi. Lagi
pula, pria ini tengah tersenyum.
“Saya.”
“Huh?”
Cale tersenyum sekali lagi pada pendeta yang
kebingungan itu.
“Saya akan mempertaruhkan nyawa saya.”
Pada saat itu Choi Han memegang pundak Cale.
“Cale-nim.”
“Apa?”
Cale menoleh dan melihat Choi Han yang
berwajah kaku namun tampak gelisah.
“Saya akan memercayai Anda meskipun Anda tidak
melakukan ini.”
Cale menyeringai dan menjawab pelan.
“Aku rasa kamu tidak akan percaya.”
Choi Han sudah pasti tidak akan memercayainya.
Bagaimana dia bisa memercayai Cale ketika Cale berencana untuk tidak
memberitahukan semuanya? Itu sebabnya mereka datang ke kuil.
‘Kenapa aku harus memberitahukan semuanya? Itu
hanya akan membuatku terlibat masalah.’
Tidak ada alasan baginya untuk terlibat jauh
dengan Choi Han. Cale tidak akan bisa hidup damai jika Choi Han di dekatnya.
Itu sudah pasti. Bukankah Choi Han membawakannya lebih banyak masalah dengan
membawa semua anak serigala itu?
‘Dia menaiki paus bersama Suku Paus untuk
melawan duyung di masa depan.’
Di dunia yang berpusat pada manusia ini,
kedudukan Choi Han untuk merangkul baik manusia maupun yang bukan manusia
membuatnya mulai berubah. Awalnya dimulai dari Suku Paus. Suku Paus yang muncul
di awal jilid ke-5, sejujurnya, lumayan menakutkan.
‘Mereka predator yang paling mematikan.’
Suku Paus merupakan Manusia Siluman terkuat.
Mereka juga Manusia Siluman yang paling menawan. Suku Paus memiliki berbagai
warna dari hitam, abu-abu, atau pink, tapi mereka semua sangatlah rupawan.
Sebaliknya, duyung di dunia ini mempunyai dua kaki dan sirip, terlihat seperti
seorang manusia dengan tubuh bersisik.
‘Tapi mereka sangat keras kepala sampai-sampai
mereka tidak sudi merendahkan diri di depan seekor naga.’
Suku Paus sangatlah menakutkan. Meskipun
jumlah mereka sedikit, tinju biasa mereka dapat dengan mudah meledakkan kepala
manusia. Bahkan Lock tidak dapat berbuat apa-apa melawan Suku Paus.
‘Watak mereka kejam.’
Choi Han terlibat dengan berbagai macam orang
dan juga masalah. Cale tidak ingin terus terlibat dengannya.
“Pendeta-nim. Ruangannya?”
“Ya, masih ada satu. Saya akan segera
menyiapkannya untuk Anda. Silakan ke ruang bawah tanah.”
“Terima kasih.”
Cale berjalan di belakang si pendeta. Choi Han
menyusul Cale dengan raut wajah bimbang. Cale menyadari gerakan Choi Han, dan
dengan santai berjalan ke area paling dalam di kuil itu.
Setelah berjalan cukup lama, mereka dapat
melihat banyak pintu di satu sisi dinding. Pendeta itu membuka salah satu
pintu, memperlihatkan tangga yang mengarah turun ke dalam ruang bawah tanah.
“Kematian menanti Anda di bawah.”
“Bagus. Ayo pergi.”
Pendeta itu mengamati Cale yang berjalan
menuruni tangga tanpa ragu-ragu sedikit pun dengan penuh minat. ‘Kematian’ yang
disebut di Kuil Kematian juga berarti ‘sumpah’.
Kematian adalah sesuatu yang pasti akan
mengunjungimu suatu hari nanti. Ia bukan sesuatu yang bisa kamu hindari, dan
tanggung jawabmu adalah untuk menerima peranmu di dunia selama kamu hidup.
Itu sebabnya para pembesar di Kuil Kematian menghukum mereka
yang melanggar sumpah mereka dengan kematian.
Karena hal ini, orang-orang yang pergi ke
Ruang Kematian, atau kadang-kadang disebut dengan Ruang Sumpah, cenderung
bersikap rendah hati dan serius. Sebaliknya, orang yang santai dan percaya diri
ini sangat unik di mata si pendeta.
‘Dia mengingatkanku pada pendeta Cage.’
Dia sangat sering mengutuk kuil, tapi dewa
masih menyayanginya. Pendeta itu tiba-tiba teringat padanya, tapi segera
menghapusnya dari pikirannya. Pada saat yang sama, Cage merasa frustasi saat
mendengar suara dewa lagi.
Setelah mengusir pikiran tentang Cage, pendeta
itu menuruni tangga di belakang Cale. Begitu mereka sampai di dasarnya, pendeta
itu membuka pintu dan berkata pada Cale dan Choi Han.
“Mohon tunggu sebentar. Saya akan
menyiapkannya.”
Pendeta itu lantas memasuki ruangan itu
sendirian. Cale menatap pintu yang tertutup dan berbicara.
“Jika kamu benar-benar berpikir kita tidak
perlu melakukan ini, aku akan memberitahumu satu kebenaran dulu. Bagaimana
menurutmu?”
Choi Han segera menjawab.
“Ya, tolong beritahu saya Saya memercayai Anda.”
“Benarkah?”
Cale menggosok-gosok dagunya dengan satu
tangan lantas mengatakannya dengan santai.
“Kebenaran pertama.”
Tatapannya berpaling ke Choi Han.
“Aku tidak tahu identitas organisasi rahasia
itu ataupun tujuan mereka.”
“...Apa-apaan-“
Bola mata Choi Han bergetar. Pada saat itu,
mereka mendengar bunyi klik dan pendeta itu keluar dari ruangan.
“Anda boleh masuk sekarang. Orang yang
mempertaruhkan nyawanya hanya perlu mengangkat tangan mereka begitu masuk ke
dalam ruangan kepada pendeta-nim.”
“Terima kasih. Kami mengerti.”
Berbeda dengan Cale yang rileks, Choi Han
tampak sangat bingung dan gelisah. Melihat ini, pendeta itu memiringkan kepala
karena bingung, tapi meninggalkan tempat itu tanpa suara. Itu bukanlah
urusannya. Cale meraih gagang pintu lantas menoleh ke Choi Han.
“Sulit dipercaya?”
“Itu, jadi...”
Cale dapat melihat Choi Han kesulitan untuk
menjawab. Choi Han bilang dia memercayai Cale, tapi dia tidak bisa memercayai
perkataan Cale. Bagaimana bisa Cale tidak tahu? Apa itu masuk akal? Choi Han
lalu mendengar suara Cale di telinganya.
“Aku mengerti.”
Choi Han memandangi Cale. Raut wajah Cale yang
tenang membuatnya tampak sangat dewasa. Cale lalu berujar.
“Ayo masuk.”
Choi Han menyusul Cale masuk ke Ruang Kematian
di balik pintu putih itu.
Seperti dugaan, ruangan itu seluruhnya putih,
dengan meja putih, kursi putih, dan dinding putih. Satu-satunya yang tidak
berwarna putih di ruangan itu adalah pendeta yang berdiri dengan mulut dan
telinga tertutup kain.
Pendeta tuli. Cale tidak terlalu menyukai
sebutan itu, tapi pendeta-pendeta ini sangat dihormati di dunia ini. Bangsawan
dan keluarga kerajaan, siapa pun yang ingin melakukan pembicaraan rahasia atau
menandatangani kontrak secara sembunyi-sembunyi datang menemui pendeta-pendeta
ini.
Cale menundukkan kepala tanpa suara untuk
menyapa pendeta lantas mengangkat tangannya. Pendeta itu menganggukkan kepala,
dan menunjuk dua kursi di dekat meja.
Cale duduk di sisi kanan sedangkan Choi Han
duduk di seberangnya di sebelah kiri. Pendeta itu berjalan ke ujung meja lalu
menyodorkan secarik kertas kepada mereka.
[Bagi orang yang mempertaruhkan nyawanya.
Tangan Dewa Kematian akan menyentuh orang yang datang bersamamu. Setelah itu,
barulah Anda bisa mengatakan sumpah Anda. Seandainya Anda melanggar sumpah,
kematian menantimu.]
Arahannya sungguh mengerikan.
Cale menyodorkan kembali kertas itu ke pendeta
setelah memastikan Choi Han telah selesai membacanya. Pendeta itu lalu
mengangkat kedua tangannya seperti yang Cage lakukan sebelumnya. Pada saat
itulah.
Ooooooong- ooooooooong-
Ruangan putih itu berguncang. Mungkin karena
ini tempat yang melayani dewa, asap hitam mengelilingi pendeta itu begitu
ruangan itu mulai berguncang. Asap hitam itu kemudian menyelimuti Choi Han dan
Cale lantas menciptakan koneksi di antara mereka berdua.
“...Apakah ini kekuatan Dewa Kematian?”
“Ya.”
Cale menjawab pertanyaan Choi Han lantas
mencoba merasakan benang dari asap hitam yang menyelubunginya. Hal yang sama
terjadi ketika Cage membuat sumpah, tapi kekuatan Dewa Kematian mengingatkannya
pada taruhan sumpah ini.
‘Aku akan mati jika melanggar sumpah ini.’
Cale yakin Choi Han juga merasakannya. Itu
pasti mengapa wajahnya mengeras. Cale dapat merasakan Dewa Kematian dan memulai
sumpahnya.
“Pendeta di depanku menjamin dia tidak bisa
mendengar, dan, jika itu tidak benar, dia akan membayar dengan nyawanya.”
Ini adalah kalimat umum yang pertama diucapkan
ketika membuat sumpah bersama seorang pendeta tuli.
“Selanjutnya, aku, Cale Henituse, bersumpah
untuk mengatakan kebenarannya kepada Choi Han di hadapan Dewa Tidur Abadi, dan,
jika aku sedikit saja berbohong, aku akan langsung mati di tempat ini sebagai
bayarannya.”
Langsung. Kata itu membuat wajah Choi Han
semakin mengeras. Dia gugup.
Pada awalnya, Cale ragu-ragu untuk
memberitahukan semuanya pada Choi Han.
Aku berpindah ke dalam novel yang aku sedang
baca. Aku juga orang Korea. Itu sebabnya aku tahu apa yang terjadi sampai jilid
ke-5. Organisasi rahasia ini terus membuat keonaran di seluruh kontinen. Tak
lama setelahnya, kontinen pun menjadi kacau-balau karena peperangan.
Haruskah Cale mengatakan semua itu?
Atau, haruskah dia berkata seperti ini? Aku
berpindah ke dalam novel yang sedang aku baca dan menjadi putra bangsawan kaya.
Itu sebabnya aku berusaha agar bisa hidup damai, tapi aku ingat apa yang
terjadi di novel jadi aku mengubahnya sedikit. Aku ingin membiarkan diriku
hidup damai, bahkan jika kontinen dalam situasi berperang.
Cale tidak menyukai keduanya. Yang pertama
mungkin akan membuatnya terlibat peperangan kontinen dan membuatnya tewas dalam
pertempuran sedangkan yang kedua mungkin menggiring Choi Han untuk berusaha
membunuhnya.
Cale tidak ingin satu pun terjadi padanya.
“Pertama.”
Kebenaran pertama.
“Aku, Cale Henituse, tidak tahu identitas
organisasi itu.”
Haahh. Choi Han menghela napas dalam-dalam
lantas menutupi wajah dengan kedua tangannya. Dia perlahan menjauhkan tangannya
setelah beberapa saat untuk melihat apa Cale masih hidup.
“Aku berkata jujur waktu aku bilang aku tidak
tahu identitas mereka.”
Itu kebenarannya.
Cale, aslinya Kim Rok Soo, sudah membaca
‘Kelahiran Pahlawan’ hingga jilid ke-5, tapi buku itu tidak menyebutkan apa pun
tentang tujuan maupun identitas organisasi rahasia itu. Yang dibahas hanyalah
perbuatan organisasi itu.
“Dan satu hal lagi. Aku benar-benar jujur
ketika aku mengatakan ini.”
Kebenaran kedua.
“Aku membenci organisasi itu dan berharap mereka
lenyap.”
Tentu saja, Cale masih hidup. Dia tidak
menyukai orang-orang ini yang menyebabkan insiden seperti itu. Kemungkinan
mereka juga turut andil dalam peperangan kontinen. Cale berharap mereka lenyap
agar dia bisa hidup tenang di kontinen yang damai.
Choi Han terlihat tidak bisa berkata apa-apa.
Dia melihat benang hitam yang menghubungkan dirinya, si pendeta, dan Cale,
lantas berulang-ulang mengepalkan tinjunya. Cale tersentak melihat ekspresi
menakutkan Choi Han ketika Choi Han berbicara.
“Bagaimana Anda bisa membenci mereka jika Anda
tidak mengenal mereka?”
“Karena aku tahu beberapa hal mengerikan yang
mereka berencana akan lakukan. Naga Hitam dan Lock adalah dua diantaranya. Choi
Han.”
Cale menunjuk dirinya dengan jari telunjuk.
“Aku telah hidup sebagai pembuat onar. Itu
impianku.”
Raut wajah Choi Han berubah setelah mendengar
Cale berkata impiannya adalah menjadi pembuat onar.
“Aku tidak punya keinginan untuk menjadi
penerus keluargaku. Basen Henituse, adik tiriku. Aku mengharapkan dia menjadi
penerus.”
Ini juga kebenarannya. Itu sebabnya Cale
bertanya pada Choi Han.
“Lalu mengapa aku datang ke ibu kota sebagai
perwakilan keluarga Henituse? Khususnya ketika aku berharap Basen menjadi
penerus? Ayahku, sang kepala keluarga, menyuruhku pergi, tapi aku bisa
menolaknya.”
Choi Han menjawab setelah terdiam sejenak.
“...Saya tidak yakin.”
“Itu karena aku tahu apa yang organisasi
rahasia itu sedang berencana lakukan di ibu kota.”
Bola mata Choi Han kembali melebar.
“Aku tidak bisa menjawab bagaimana aku tahu.
Tapi mereka berencana membunuh banyak orang di ibu kota. Aku tidak bisa
mengirim Basen ke tempat seperti itu. Aku ingin mencegah terjadinya insiden
itu.”
Tentu saja, Cale tidak berencana melakukan apa
pun dan segala hal untuk mempertaruhkan nyawanya sendiri demi orang lain.
“Setelah menangani semua masalah ini setenang
mungkin, aku berencana kembali ke wilayah Henituse.”
“...Anda tidak bisa memberitahu saya bagaimana
Anda bisa tahu?”
“Benar. Aku tidak bisa memberitahu siapa pun,
tidak peduli siapa, tentang ini.”
Sorot mata Choi Han dipenuhi pertanyaan, tapi
mulutnya tertutup rapat.
Cale tidak tahu identitas organisasi rahasia
itu tapi dia tahu beberapa hal yang akan mereka lakukan. Dia juga membenci
mereka dan ingin mereka lenyap.
Kepala Choi Han semakin tertunduk sementara
dia merenungkan semuanya. Pikirannya saat ini kacau balau. Walaupun demikian,
kekuatan Dewa Kematian yang berasal dari benang hitam itu memberinya
ketenangan. Dia tahu Cale akan mati seketika jika dia berbohong.
“Tetapi, aku akan memberitahumu satu hal
lagi.”
Satu hal lagi. Itu membuat Choi Han mengangkat
kepalanya untuk melihat Cale.
“Kebenaran terakhir.”
Ini adalah kebenaran ketiga yang Cale katakan
kepada Choi Han.
“Aku tidak ada keinginan untuk menyakitimu.”
Cale merasa percaya diri saat mengatakan itu.
Dia tetap hidup, yang artinya inilah kebenarannya.
Choi Han lantas mengerutkan kening.
Tap. Tap.
Choi Han menepuk pelan pahanya dengan kepalan
tangannya. Meskipun dia tidak menepuk dengan keras, pembuluh darah di tangannya
yang mengepal erat terlihat jelas. Dia perlahan mengangkat kepala. Cale masih
hidup.
“...Saya percaya pada Anda.”
Setelah mendengar jawaban yang butuh waktu
lama untuk keluar itu, Cale mengulang ucapan yang dia katakan kepada Choi Han
sebelum mereka masuk ke ruangan ini.
“Aku mengerti.”
Dia kemudian tersenyum.
Haahhh.
Choi Han menghela napas sembari masih duduk di
kursinya. Dia mengangkat kepalanya untuk melihat Cale. Mata Cale tampak sejernih dan sekeras kepala biasanya.
“Cale-nim. Tolong berjanji satu hal. Maka saya
akan sepenuhnya percaya pada Anda.”
‘...Aku tidak menduga sesuatu seperti ini akan
terjadi.’
Cale merasa ragu dengan respons Choi Han.
Harusnya itu bukan masalah besar karena dia akan bisa mencari cara untuk
membelokkan apa pun agar sesuai dengan dirinya, tapi kalimat ‘percaya pada Anda
sepenuhnya’, yang membuat Cale merasa tidak nyaman. Tapi toh dia tidak bisa
menolaknya sekarang.
“Tentu. Apa itu?”
“Cale-nim.”
“Ya?”
“Saya harus balas dendam kepada organisasi
rahasia itu. Saya pikir ini pertama
kalinya dalam hidup saya begitu membenci seseorang atau sebuah organisasi.”
Amarah memenuhi mata jernih Choi Han. Perasaan
nostalgia juga dapat dilihat di balik amarahnya. Choi Han mungkin sedang
memikirkan tentang Desa Harris.
‘Mm.’
Cale menahan dirinya mengeluarkan seruan itu.
Ini alasannya dia tidak mau Choi Han bersamanya, bahkan jika Choi Han memilih
mengikutinya. Choi Han orang yang baik, tapi dia akan selalu menuntaskan
sesuatu ketika dia sudah membulatkan tekad untuk melakukannya. Itulah mengapa
Cale menunggu permintaan terakhir Choi Han dengan gugup.
Akhirnya Choi Han berbicara.
“Apa pun yang terjadi tolong beritahu saya
jika Anda mengetahui identitas mereka.”
“Ah-, yah, tentu saja.”
‘Kupikir dia akan meminta sesuatu yang sulit.’
Raut wajah Cale tampak terkejut saat dia
membuat sumpah itu.
“Aku, Cale Henituse, akan memberitahu Choi Han
begitu aku mengetahui identitas mereka. Aku akan membayar dengan nyawaku jika
aku melanggar sumpah ini. Sudah cukup?”
“Ya, terima kasih banyak.”
Choi Han akhirnya tersenyum. Dia tampak lega.
Cale mulai berpikir sambil mengamati Choi Han.
‘Bagaimana mungkin aku bisa tahu identitas
mereka?’
Untuk mencari tahu identitas mereka,
sebenarnya, bahkan untuk menemukan petunjuk paling kecil pun mengenai identitas
mereka, dia harus melakukan hal yang sama seperti yang Choi Han lakukan di
novel. Dia pasti sudah gila jika melakukannya. Setelah Choi Han keluar dari ibu
kota dan Kerajaan Roan, dia akan bertemu dengan berbagai macam pahlawan, baik
manusia maupun yang bukan manusia.
Memikirkannya saja sudah membuat Cale merasa
sangat buruk.
“Jadi apa kita sudah selesai?”
“Ya.”
Bang!
Cale mengangkat tangannya dan menggebrak meja.
Hantamannya membuat meja itu sedikit bergoyang, dan si pendeta itu membuka
matanya dan menganggukkan kepala. Tempat itu berguncang sekali lagi.
Ooooooong-
Diiringi suara itu, asap itu menghilang ke
masing-masing tubuh mereka. Ini sedikit berbeda dari apa yang Cale alami dengan
pendeta gila Cage. Cale merasa kedua sumpah itu tertanam dalam tubuhnya saat
dia mengeluarkan secarik kertas dari sakunya.
Itu adalah cek bernilai 10 juta gallon. Cale
menaruh uang itu di depan pendeta yang duduk dengan tenang dan berdiri. Dia
lalu berpamitan kepada pendeta itu sebelum keluar ruangan.
Choi Han melihat bolak-balik antara uang itu
dan Cale, lalu menyusul Cale keluar ruangan dan menutup pintu. Dia lalu menatap
Cale dengan bingung.
“Tidak ada yang gratis di dunia ini.”
“Saya mengerti.”
Cale menaiki tangga kembali dan mendapati
pendeta yang tadi berdiri di pintu masuk di lantai satu.
Pendeta itu menyapa Cale yang masih hidup.
“Semoga kehidupan Anda berlanjut hingga waktu
yang ditentukan.”
Itu adalah cara mereka memberitahumu untuk
tidak melanggar sumpah agar kamu bisa terus hidup. Benar-benar tidak kenal
ampun.
“Terima kasih banyak, pendeta-nim.”
Cale mengucapkan terima kasih sambil tersenyum
sebagai responsnya. Pendeta itu masih merasa senyum Cale dan suara tenangnya
aneh, tapi Cale berjalan melewatinya untuk meninggalkan kuil.
Dia kemudian naik ke kereta dan mulai
berbicara begitu kereta mulai bergerak.
“Asal kamu tahu, penyihir sinting itu, orang
itu adalah pemimpin dari insiden yang akan terjadi di ibu kota.”
“...Apa saya boleh membunuh mereka jika saya
bertemu mereka?”
“Kenapa kamu menanyakan pertanyaan yang sudah
jelas? Lakukan semaumu.”
‘Tidak masalah bagiku.’
Akan tetapi, penyihir sinting itu adalah
penyihir level tertinggi dan spesialis teleportasi, sehingga Choi Han tidak
pernah bisa melakukan yang dia inginkan di novel.
“Ya. Saya pasti akan membunuh mereka.”
Cale berpaling dari wajah marah Choi Han. Itu
terlalu menakutkan baginya.
Begitu tiba di kediaman mereka, ada satu orang
lagi yang Cale kesulitan untuk tangani.
“Tuan muda.”
“Ron.”
Ron si pembunuh bayaran, yang memasang senyum
lemah lembut di wajahnya, datang mencari Cale, yang tengah beranjak untuk beristirahat
di kamarnya.
***
Proofreader: Tsura
>>>
===
No comments:
Post a Comment