Monday, March 22, 2021

Trash of the Count’s Family (#33)



Pembuat Onar di Keluarga Count (Ep. 36 - 37)

Chapter 33: Kamu (8)

 

Tak seorang pun yang menganggap aneh Cale yang tiba-tiba ingin pergi keluar. Sepertinya Ron juga pergi entah ke mana, karena dia tidak terlihat di mana pun. Satu-satunya yang Hans tanyakan ke Cale adalah ke mana Cale akan pergi.

‘Tuan muda, Anda akan pergi ke mana?’

‘Jangan cemaskan itu.’

‘Ya, tuan! Tapi karena ini hari pertama Anda di ibu kota, bisakah Anda pulang tanpa memecahkan satu botol alkohol pun hari ini?’

‘...Apa kamu akan terus-terusan lancang seperti ini?’

‘Tidak juga. Hati-hati di jalan, tuan muda.’

Cale naik ke kereta kuda dan mulai berpikir bagaimana menangani Hans, yang terus bersikap lancang. Kereta kuda itu tiba di kuil sementara dia sibuk berpikir.

“Ayo turun.”

“Baik.”

Cale berdiri dan keluar dari kereta. Choi Han tetap diam sejak mereka naik kereta, tidak, sejak mereka keluar dari kamar Cale. Tampaknya ada banyak emosi rumit yang menyerbu pikirannya saat ini.

Cale hanya tahu tentang kepribadian Choi Han hingga jilid kelima ‘Kelahiran Pahlawan’. Namun, ada satu hal yang Cale tahu pasti. Walaupun Choi Han orang yang baik, dia tidak gampang dibodohi. Dia sangat cerdas.

‘Jika aku mencoba memberikan alasan yang tak masuk akal, pada awalnya dia mungkin akan memercayaiku, tapi nantinya dia pasti akan meragukanku.’

Choi Han mungkin merasa sangat kesepian setelah hidup sendirian selama puluhan tahun, tapi pengalaman itu mengajarkannya bagaimana bertahan hidup tanpa bantuan orang lain, dan bagaimana menjadi gigih dan keras kepala.

Choi Han mungkin menyukai Cale saat ini dan mengikutinya, tapi, seperti yang terlihat di jilid 5 ‘Kelahiran Pahlawan’, dia adalah seseorang yang pada akhirnya ingin menjadi pemimpin. Choi Han adalah seseorang yang akan hidup untuk mewujudkan keadilan sesuai pandangan pribadinya.

“...Ini terlalu putih.”

Kuil Dewa Kematian yang Cale lihat begitu dia turun dari kereta seluruhnya putih, tanpa noda sedikit pun. Penganut Dewa Kematian menganggap warna putih sebagai warna kematian, dan membersihkan semuanya berulang kali setiap hari untuk memastikan tidak ada debu secuil pun di sepanjang bangunan.

‘Sungguh tempat yang menarik.’

Kuil Dewa Kematian terlihat seperti ingin menunjukkan kepada orang-orang bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan dari malam melalui tindakan mereka ini. Mereka membuka kuil untuk para penganut maupun yang bukan begitu matahari mulai terbenam.

‘Tampaknya, semua pendeta sedang tidur jika kamu datang siang hari.’

Menurut Cale ini benar-benar tempat yang menarik. Mereka disambut oleh dua orang pendeta di pintu masuk kuil.

“Semoga Anda diberkati dengan malam yang damai!”

“Semoga Anda diberkati dengan malam yang damai!”

Para pendeta Dewa Kematian umumnya sangat ceria. Walaupun orang-orang mungkin menganggap kematian sebagai akhir, filosofi Kuil Dewa Kematian meyakini bahwa mereka perlu menikmati hidup saat mereka menuju malam yang damai.

“Pendeta-nim.”

Cale perlahan-lahan mendekati pendeta itu. Si pendeta mengamati Cale dengan ekspresi ingin tahu. Cale terlihat seperti seorang bangsawan kaya raya atau seorang pedagang kaya dilihat dari pakaian yang dikenakannya. Tapi pria di belakangnya tampak seperti pengemis, walaupun pedang di pinggangnya membuatnya terlihat lumayan kuat.

“Apa yang saya bisa bantu?”

“Apa ada Ruang Kematian yang kosong?”

Raut wajah kedua pendeta itu mengeras. Pendeta yang barusan bertanya melihat bolak-balik antara Cale dan Choi Han lantas kembali bertanya.

“Kematian siapa yang akan Anda pertaruhkan?”

Pendeta itu melirik Choi Han saat mengatakan itu. Saat ini Choi Han terlihat seperti telah berguling-guling di gunung dan merasa kesulitan untuk sesaat. Dia juga terlihat seperti belum makan apa pun selama dua hari, dan tampak seperti tipe orang yang mudah ditipu. Pendeta itu merasa tidak enak melihat ini.

Pendeta itu memalingkan pandangannya ke si bangsawan kaya. Rambut merah yang indah dan wajah yang tampan. Dia tidak terlalu tampan, tapi cukup untuk menarik perhatian kemana pun dia pergi. Lagi pula, pria ini tengah tersenyum.

“Saya.”

“Huh?”

Cale tersenyum sekali lagi pada pendeta yang kebingungan itu.

“Saya akan mempertaruhkan nyawa saya.”

Pada saat itu Choi Han memegang pundak Cale.

“Cale-nim.”

“Apa?”

Cale menoleh dan melihat Choi Han yang berwajah kaku namun tampak gelisah.

“Saya akan memercayai Anda meskipun Anda tidak melakukan ini.”

Cale menyeringai dan menjawab pelan.

“Aku rasa kamu tidak akan percaya.”

Choi Han sudah pasti tidak akan memercayainya. Bagaimana dia bisa memercayai Cale ketika Cale berencana untuk tidak memberitahukan semuanya? Itu sebabnya mereka datang ke kuil.

‘Kenapa aku harus memberitahukan semuanya? Itu hanya akan membuatku terlibat masalah.’

Tidak ada alasan baginya untuk terlibat jauh dengan Choi Han. Cale tidak akan bisa hidup damai jika Choi Han di dekatnya. Itu sudah pasti. Bukankah Choi Han membawakannya lebih banyak masalah dengan membawa semua anak serigala itu?

‘Dia menaiki paus bersama Suku Paus untuk melawan duyung di masa depan.’

Di dunia yang berpusat pada manusia ini, kedudukan Choi Han untuk merangkul baik manusia maupun yang bukan manusia membuatnya mulai berubah. Awalnya dimulai dari Suku Paus. Suku Paus yang muncul di awal jilid ke-5, sejujurnya, lumayan menakutkan.

‘Mereka predator yang paling mematikan.’

Suku Paus merupakan Manusia Siluman terkuat. Mereka juga Manusia Siluman yang paling menawan. Suku Paus memiliki berbagai warna dari hitam, abu-abu, atau pink, tapi mereka semua sangatlah rupawan. Sebaliknya, duyung di dunia ini mempunyai dua kaki dan sirip, terlihat seperti seorang manusia dengan tubuh bersisik.

‘Tapi mereka sangat keras kepala sampai-sampai mereka tidak sudi merendahkan diri di depan seekor naga.’

Suku Paus sangatlah menakutkan. Meskipun jumlah mereka sedikit, tinju biasa mereka dapat dengan mudah meledakkan kepala manusia. Bahkan Lock tidak dapat berbuat apa-apa melawan Suku Paus.

‘Watak mereka kejam.’

Choi Han terlibat dengan berbagai macam orang dan juga masalah. Cale tidak ingin terus terlibat dengannya.

“Pendeta-nim. Ruangannya?”

“Ya, masih ada satu. Saya akan segera menyiapkannya untuk Anda. Silakan ke ruang bawah tanah.”

“Terima kasih.”

Cale berjalan di belakang si pendeta. Choi Han menyusul Cale dengan raut wajah bimbang. Cale menyadari gerakan Choi Han, dan dengan santai berjalan ke area paling dalam di kuil itu.

Setelah berjalan cukup lama, mereka dapat melihat banyak pintu di satu sisi dinding. Pendeta itu membuka salah satu pintu, memperlihatkan tangga yang mengarah turun ke dalam ruang bawah tanah.

“Kematian menanti Anda di bawah.”

“Bagus. Ayo pergi.”

Pendeta itu mengamati Cale yang berjalan menuruni tangga tanpa ragu-ragu sedikit pun dengan penuh minat. ‘Kematian’ yang disebut di Kuil Kematian juga berarti ‘sumpah’.

Kematian adalah sesuatu yang pasti akan mengunjungimu suatu hari nanti. Ia bukan sesuatu yang bisa kamu hindari, dan tanggung jawabmu adalah untuk menerima peranmu di dunia selama kamu hidup.

Itu sebabnya para pembesar di Kuil Kematian menghukum mereka yang melanggar sumpah mereka dengan kematian.

Karena hal ini, orang-orang yang pergi ke Ruang Kematian, atau kadang-kadang disebut dengan Ruang Sumpah, cenderung bersikap rendah hati dan serius. Sebaliknya, orang yang santai dan percaya diri ini sangat unik di mata si pendeta.

‘Dia mengingatkanku pada pendeta Cage.’

Dia sangat sering mengutuk kuil, tapi dewa masih menyayanginya. Pendeta itu tiba-tiba teringat padanya, tapi segera menghapusnya dari pikirannya. Pada saat yang sama, Cage merasa frustasi saat mendengar suara dewa lagi.

Setelah mengusir pikiran tentang Cage, pendeta itu menuruni tangga di belakang Cale. Begitu mereka sampai di dasarnya, pendeta itu membuka pintu dan berkata pada Cale dan Choi Han.

“Mohon tunggu sebentar. Saya akan menyiapkannya.”

Pendeta itu lantas memasuki ruangan itu sendirian. Cale menatap pintu yang tertutup dan berbicara.

“Jika kamu benar-benar berpikir kita tidak perlu melakukan ini, aku akan memberitahumu satu kebenaran dulu. Bagaimana menurutmu?”

Choi Han segera menjawab.

“Ya, tolong beritahu saya  Saya memercayai Anda.”

“Benarkah?”

Cale menggosok-gosok dagunya dengan satu tangan lantas mengatakannya dengan santai.

“Kebenaran pertama.”

Tatapannya berpaling ke Choi Han.

“Aku tidak tahu identitas organisasi rahasia itu ataupun tujuan mereka.”

“...Apa-apaan-“

Bola mata Choi Han bergetar. Pada saat itu, mereka mendengar bunyi klik dan pendeta itu keluar dari ruangan.

“Anda boleh masuk sekarang. Orang yang mempertaruhkan nyawanya hanya perlu mengangkat tangan mereka begitu masuk ke dalam ruangan kepada pendeta-nim.”

“Terima kasih. Kami mengerti.”

Berbeda dengan Cale yang rileks, Choi Han tampak sangat bingung dan gelisah. Melihat ini, pendeta itu memiringkan kepala karena bingung, tapi meninggalkan tempat itu tanpa suara. Itu bukanlah urusannya. Cale meraih gagang pintu lantas menoleh ke Choi Han.

“Sulit dipercaya?”

“Itu, jadi...”

Cale dapat melihat Choi Han kesulitan untuk menjawab. Choi Han bilang dia memercayai Cale, tapi dia tidak bisa memercayai perkataan Cale. Bagaimana bisa Cale tidak tahu? Apa itu masuk akal? Choi Han lalu mendengar suara Cale di telinganya.

“Aku mengerti.”

Choi Han memandangi Cale. Raut wajah Cale yang tenang membuatnya tampak sangat dewasa. Cale lalu berujar.

“Ayo masuk.”

Choi Han menyusul Cale masuk ke Ruang Kematian di balik pintu putih itu.

Seperti dugaan, ruangan itu seluruhnya putih, dengan meja putih, kursi putih, dan dinding putih. Satu-satunya yang tidak berwarna putih di ruangan itu adalah pendeta yang berdiri dengan mulut dan telinga tertutup kain.

Pendeta tuli. Cale tidak terlalu menyukai sebutan itu, tapi pendeta-pendeta ini sangat dihormati di dunia ini. Bangsawan dan keluarga kerajaan, siapa pun yang ingin melakukan pembicaraan rahasia atau menandatangani kontrak secara sembunyi-sembunyi datang menemui pendeta-pendeta ini.

Cale menundukkan kepala tanpa suara untuk menyapa pendeta lantas mengangkat tangannya. Pendeta itu menganggukkan kepala, dan menunjuk dua kursi di dekat meja.

Cale duduk di sisi kanan sedangkan Choi Han duduk di seberangnya di sebelah kiri. Pendeta itu berjalan ke ujung meja lalu menyodorkan secarik kertas kepada mereka.

[Bagi orang yang mempertaruhkan nyawanya. Tangan Dewa Kematian akan menyentuh orang yang datang bersamamu. Setelah itu, barulah Anda bisa mengatakan sumpah Anda. Seandainya Anda melanggar sumpah, kematian menantimu.]

Arahannya sungguh mengerikan.

Cale menyodorkan kembali kertas itu ke pendeta setelah memastikan Choi Han telah selesai membacanya. Pendeta itu lalu mengangkat kedua tangannya seperti yang Cage lakukan sebelumnya. Pada saat itulah.

Ooooooong- ooooooooong-

Ruangan putih itu berguncang. Mungkin karena ini tempat yang melayani dewa, asap hitam mengelilingi pendeta itu begitu ruangan itu mulai berguncang. Asap hitam itu kemudian menyelimuti Choi Han dan Cale lantas menciptakan koneksi di antara mereka berdua.

“...Apakah ini kekuatan Dewa Kematian?”

“Ya.”

Cale menjawab pertanyaan Choi Han lantas mencoba merasakan benang dari asap hitam yang menyelubunginya. Hal yang sama terjadi ketika Cage membuat sumpah, tapi kekuatan Dewa Kematian mengingatkannya pada taruhan sumpah ini.

‘Aku akan mati jika melanggar sumpah ini.’

Cale yakin Choi Han juga merasakannya. Itu pasti mengapa wajahnya mengeras. Cale dapat merasakan Dewa Kematian dan memulai sumpahnya.

“Pendeta di depanku menjamin dia tidak bisa mendengar, dan, jika itu tidak benar, dia akan membayar dengan nyawanya.”

Ini adalah kalimat umum yang pertama diucapkan ketika membuat sumpah bersama seorang pendeta tuli.

“Selanjutnya, aku, Cale Henituse, bersumpah untuk mengatakan kebenarannya kepada Choi Han di hadapan Dewa Tidur Abadi, dan, jika aku sedikit saja berbohong, aku akan langsung mati di tempat ini sebagai bayarannya.”

Langsung. Kata itu membuat wajah Choi Han semakin mengeras. Dia gugup.

Pada awalnya, Cale ragu-ragu untuk memberitahukan semuanya pada Choi Han.

Aku berpindah ke dalam novel yang aku sedang baca. Aku juga orang Korea. Itu sebabnya aku tahu apa yang terjadi sampai jilid ke-5. Organisasi rahasia ini terus membuat keonaran di seluruh kontinen. Tak lama setelahnya, kontinen pun menjadi kacau-balau karena peperangan.

Haruskah Cale mengatakan semua itu?

Atau, haruskah dia berkata seperti ini? Aku berpindah ke dalam novel yang sedang aku baca dan menjadi putra bangsawan kaya. Itu sebabnya aku berusaha agar bisa hidup damai, tapi aku ingat apa yang terjadi di novel jadi aku mengubahnya sedikit. Aku ingin membiarkan diriku hidup damai, bahkan jika kontinen dalam situasi berperang.

Cale tidak menyukai keduanya. Yang pertama mungkin akan membuatnya terlibat peperangan kontinen dan membuatnya tewas dalam pertempuran sedangkan yang kedua mungkin menggiring Choi Han untuk berusaha membunuhnya.

Cale tidak ingin satu pun terjadi padanya.

“Pertama.”

Kebenaran pertama.

“Aku, Cale Henituse, tidak tahu identitas organisasi itu.”

Haahh. Choi Han menghela napas dalam-dalam lantas menutupi wajah dengan kedua tangannya. Dia perlahan menjauhkan tangannya setelah beberapa saat untuk melihat apa Cale masih hidup.

“Aku berkata jujur waktu aku bilang aku tidak tahu identitas mereka.”

Itu kebenarannya.

Cale, aslinya Kim Rok Soo, sudah membaca ‘Kelahiran Pahlawan’ hingga jilid ke-5, tapi buku itu tidak menyebutkan apa pun tentang tujuan maupun identitas organisasi rahasia itu. Yang dibahas hanyalah perbuatan organisasi itu.

“Dan satu hal lagi. Aku benar-benar jujur ketika aku mengatakan ini.”

Kebenaran kedua.

“Aku membenci organisasi itu dan berharap mereka lenyap.”

Tentu saja, Cale masih hidup. Dia tidak menyukai orang-orang ini yang menyebabkan insiden seperti itu. Kemungkinan mereka juga turut andil dalam peperangan kontinen. Cale berharap mereka lenyap agar dia bisa hidup tenang di kontinen yang damai.

Choi Han terlihat tidak bisa berkata apa-apa. Dia melihat benang hitam yang menghubungkan dirinya, si pendeta, dan Cale, lantas berulang-ulang mengepalkan tinjunya. Cale tersentak melihat ekspresi menakutkan Choi Han ketika Choi Han berbicara.

“Bagaimana Anda bisa membenci mereka jika Anda tidak mengenal mereka?”

“Karena aku tahu beberapa hal mengerikan yang mereka berencana akan lakukan. Naga Hitam dan Lock adalah dua diantaranya. Choi Han.”

Cale menunjuk dirinya dengan jari telunjuk.

“Aku telah hidup sebagai pembuat onar. Itu impianku.”

Raut wajah Choi Han berubah setelah mendengar Cale berkata impiannya adalah menjadi pembuat onar.

“Aku tidak punya keinginan untuk menjadi penerus keluargaku. Basen Henituse, adik tiriku. Aku mengharapkan dia menjadi penerus.”

Ini juga kebenarannya. Itu sebabnya Cale bertanya pada Choi Han.

“Lalu mengapa aku datang ke ibu kota sebagai perwakilan keluarga Henituse? Khususnya ketika aku berharap Basen menjadi penerus? Ayahku, sang kepala keluarga, menyuruhku pergi, tapi aku bisa menolaknya.”

Choi Han menjawab setelah terdiam sejenak.

“...Saya tidak yakin.”

“Itu karena aku tahu apa yang organisasi rahasia itu sedang berencana lakukan di ibu kota.”

Bola mata Choi Han kembali melebar.

“Aku tidak bisa menjawab bagaimana aku tahu. Tapi mereka berencana membunuh banyak orang di ibu kota. Aku tidak bisa mengirim Basen ke tempat seperti itu. Aku ingin mencegah terjadinya insiden itu.”

Tentu saja, Cale tidak berencana melakukan apa pun dan segala hal untuk mempertaruhkan nyawanya sendiri demi orang lain.

“Setelah menangani semua masalah ini setenang mungkin, aku berencana kembali ke wilayah Henituse.”

“...Anda tidak bisa memberitahu saya bagaimana Anda bisa tahu?”

“Benar. Aku tidak bisa memberitahu siapa pun, tidak peduli siapa, tentang ini.”

Sorot mata Choi Han dipenuhi pertanyaan, tapi mulutnya tertutup rapat.

Cale tidak tahu identitas organisasi rahasia itu tapi dia tahu beberapa hal yang akan mereka lakukan. Dia juga membenci mereka dan ingin mereka lenyap.

Kepala Choi Han semakin tertunduk sementara dia merenungkan semuanya. Pikirannya saat ini kacau balau. Walaupun demikian, kekuatan Dewa Kematian yang berasal dari benang hitam itu memberinya ketenangan. Dia tahu Cale akan mati seketika jika dia berbohong.

“Tetapi, aku akan memberitahumu satu hal lagi.”

Satu hal lagi. Itu membuat Choi Han mengangkat kepalanya untuk melihat Cale.

“Kebenaran terakhir.”

Ini adalah kebenaran ketiga yang Cale katakan kepada Choi Han.

“Aku tidak ada keinginan untuk menyakitimu.”

Cale merasa percaya diri saat mengatakan itu. Dia tetap hidup, yang artinya inilah kebenarannya.

Choi Han lantas mengerutkan kening.

Tap. Tap.

Choi Han menepuk pelan pahanya dengan kepalan tangannya. Meskipun dia tidak menepuk dengan keras, pembuluh darah di tangannya yang mengepal erat terlihat jelas. Dia perlahan mengangkat kepala. Cale masih hidup.

“...Saya percaya pada Anda.”

Setelah mendengar jawaban yang butuh waktu lama untuk keluar itu, Cale mengulang ucapan yang dia katakan kepada Choi Han sebelum mereka masuk ke ruangan ini.

“Aku mengerti.”

Dia kemudian tersenyum.

Haahhh.

Choi Han menghela napas sembari masih duduk di kursinya. Dia mengangkat kepalanya untuk melihat Cale. Mata Cale tampak sejernih dan sekeras kepala biasanya.

“Cale-nim. Tolong berjanji satu hal. Maka saya akan sepenuhnya percaya pada Anda.”

‘...Aku tidak menduga sesuatu seperti ini akan terjadi.’

Cale merasa ragu dengan respons Choi Han. Harusnya itu bukan masalah besar karena dia akan bisa mencari cara untuk membelokkan apa pun agar sesuai dengan dirinya, tapi kalimat ‘percaya pada Anda sepenuhnya’, yang membuat Cale merasa tidak nyaman. Tapi toh dia tidak bisa menolaknya sekarang.

“Tentu. Apa itu?”

“Cale-nim.”

“Ya?”

“Saya harus balas dendam kepada organisasi rahasia itu. Saya pikir ini  pertama kalinya dalam hidup saya begitu membenci seseorang atau sebuah organisasi.”

Amarah memenuhi mata jernih Choi Han. Perasaan nostalgia juga dapat dilihat di balik amarahnya. Choi Han mungkin sedang memikirkan tentang Desa Harris.

‘Mm.’

Cale menahan dirinya mengeluarkan seruan itu. Ini alasannya dia tidak mau Choi Han bersamanya, bahkan jika Choi Han memilih mengikutinya. Choi Han orang yang baik, tapi dia akan selalu menuntaskan sesuatu ketika dia sudah membulatkan tekad untuk melakukannya. Itulah mengapa Cale menunggu permintaan terakhir Choi Han dengan gugup.

Akhirnya Choi Han berbicara.

“Apa pun yang terjadi tolong beritahu saya jika Anda mengetahui identitas mereka.”

“Ah-, yah, tentu saja.”

‘Kupikir dia akan meminta sesuatu yang sulit.’

Raut wajah Cale tampak terkejut saat dia membuat sumpah itu.

“Aku, Cale Henituse, akan memberitahu Choi Han begitu aku mengetahui identitas mereka. Aku akan membayar dengan nyawaku jika aku melanggar sumpah ini. Sudah cukup?”

“Ya, terima kasih banyak.”

Choi Han akhirnya tersenyum. Dia tampak lega. Cale mulai berpikir sambil mengamati Choi Han.

‘Bagaimana mungkin aku bisa tahu identitas mereka?’

Untuk mencari tahu identitas mereka, sebenarnya, bahkan untuk menemukan petunjuk paling kecil pun mengenai identitas mereka, dia harus melakukan hal yang sama seperti yang Choi Han lakukan di novel. Dia pasti sudah gila jika melakukannya. Setelah Choi Han keluar dari ibu kota dan Kerajaan Roan, dia akan bertemu dengan berbagai macam pahlawan, baik manusia maupun yang bukan manusia.

Memikirkannya saja sudah membuat Cale merasa sangat buruk.

“Jadi apa kita sudah selesai?”

“Ya.”

Bang!

Cale mengangkat tangannya dan menggebrak meja. Hantamannya membuat meja itu sedikit bergoyang, dan si pendeta itu membuka matanya dan menganggukkan kepala. Tempat itu berguncang sekali lagi.

Ooooooong-

Diiringi suara itu, asap itu menghilang ke masing-masing tubuh mereka. Ini sedikit berbeda dari apa yang Cale alami dengan pendeta gila Cage. Cale merasa kedua sumpah itu tertanam dalam tubuhnya saat dia mengeluarkan secarik kertas dari sakunya.

Itu adalah cek bernilai 10 juta gallon. Cale menaruh uang itu di depan pendeta yang duduk dengan tenang dan berdiri. Dia lalu berpamitan kepada pendeta itu sebelum keluar ruangan.

Choi Han melihat bolak-balik antara uang itu dan Cale, lalu menyusul Cale keluar ruangan dan menutup pintu. Dia lalu menatap Cale dengan bingung.

“Tidak ada yang gratis di dunia ini.”

“Saya mengerti.”

Cale menaiki tangga kembali dan mendapati pendeta yang tadi berdiri di pintu masuk di lantai satu.

Pendeta itu menyapa Cale yang masih hidup.

“Semoga kehidupan Anda berlanjut hingga waktu yang ditentukan.”

Itu adalah cara mereka memberitahumu untuk tidak melanggar sumpah agar kamu bisa terus hidup. Benar-benar tidak kenal ampun.

“Terima kasih banyak, pendeta-nim.”

Cale mengucapkan terima kasih sambil tersenyum sebagai responsnya. Pendeta itu masih merasa senyum Cale dan suara tenangnya aneh, tapi Cale berjalan melewatinya untuk meninggalkan kuil.

Dia kemudian naik ke kereta dan mulai berbicara begitu kereta mulai bergerak.

“Asal kamu tahu, penyihir sinting itu, orang itu adalah pemimpin dari insiden yang akan terjadi di ibu kota.”

“...Apa saya boleh membunuh mereka jika saya bertemu mereka?”

“Kenapa kamu menanyakan pertanyaan yang sudah jelas? Lakukan semaumu.”

‘Tidak masalah bagiku.’

Akan tetapi, penyihir sinting itu adalah penyihir level tertinggi dan spesialis teleportasi, sehingga Choi Han tidak pernah bisa melakukan yang dia inginkan di novel.

“Ya. Saya pasti akan membunuh mereka.”

Cale berpaling dari wajah marah Choi Han. Itu terlalu menakutkan baginya.

Begitu tiba di kediaman mereka, ada satu orang lagi yang Cale kesulitan untuk tangani.

“Tuan muda.”

“Ron.”

Ron si pembunuh bayaran, yang memasang senyum lemah lembut di wajahnya, datang mencari Cale, yang tengah beranjak untuk beristirahat di kamarnya.

 

***

Proofreader: Tsura 

 

 <<<

Chapter Sebelumnya                   

>>>             

Chapter Selanjutnya 

===

Daftar Isi  


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


No comments:

Post a Comment