Pembuat Onar di Keluarga Count (Ep. 1 - 2)
Chapter 2: Ketika Aku Membuka Mata (1)
Laki-laki itu dapat merasakan seseorang menepuk badannya dengan lembut. Tangan yang kasar itu mengingatkan laki-laki itu pada tangan orangtua yang sudah sepuh. Kehangatan seperti itulah yang dia rasakan.
“Tuan
muda, sudah pagi.”
Namun,
suara itu terdengar sangat dalam. Laki-laki itu merinding di sekujur tubuhnya
dan tanpa sadar dia membuka kedua matanya. Alih-alih cerahnya sinar matahari
yang masuk melalui jendela untuk menghangatkan mata laki-laki itu, apa yang dia
lihat justru seorang laki-laki tua berdiri di depannya dengan ekspresi puas di
wajahnya.
“Saya terkejut melihat Anda bangun hanya dengan satu
kali tepukan.”
“Hah?”
“Tuan besar ingin sarapan bersama karena sudah cukup
lama tuan muda tidak ikut. Sepertinya hari ini bisa."
Laki-laki itu dapat melihat sebuah cermin di belakang
bahu laki-laki tua itu. Di dalam cermin tampak seorang laki-laki berambut merah
yang terlihat kebingungan sedang balik menatapnya.
‘Kurasa laki-laki itu adalah aku’.
“Tuan muda Cale?”
Laki-laki itu menoleh ke arah sumber suara yang
terdengar khawatir dan mendapati lelaki tua itu, yang terlihat seperti seorang
pelayan, sedang memandanginya. Namun, lelaki yang cemas itu bukanlah
masalahnya.
Laki-laki itu mendengarnya dengan jelas.
Tuan muda Cale. Nama itu kedengaran tidak asing. Tanpa
sengaja dia mengucapkan nama itu dengan perlahan.
“Cale Henituse?”
Pelayan tua itu sedang menatapnya seolah-olah dia
sedang melihat cucunya sendiri.
“Ya. Itu nama Anda, tuan muda. Kurasa Anda masih
sedikit mabuk.”
Setelah mendengar lelaki tua itu merespons dengan
cemas, laki-laki itu lantas teringat sebuah nama yang bahkan lebih penting dari
nama Cale Henituse.
“…Beacrox.”
“Apa Anda sedang membicarakan putra saya?”
“…Koki.”
“Ya. Putra saya seorang koki. Apa Anda butuh dia
membuatkan sesuatu untuk meredakan sakit kepala Anda karena mabuk?”
Laki-laki itu merasakan sekelilingnya berubah gelap
dan dia mulai merasa pusing. Dia menundukkan kepalanya dan menopangnya dengan
tangannya.
“Tuan muda, apa Anda masih mabuk? Perlu saya
panggilkan dokter? Atau Anda ingin mandi sekarang?”
Laki-laki itu memandangi rambut merah yang jatuh di
depan wajahnya. Warnanya merah terang, berbeda jauh dengan rambut aslinya yang
berwarna hitam.
Cale Henituse. Beacrox. Ayah Beacrox, Ron.
Mereka adalah karakter yang muncul di paruh awal
[Kelahiran Pahlawan], sebuah novel yang dibaca laki-laki itu sebelum dia
terlelap tidur semalam.
Dia menyentakkan kepalanya dan melihat sekeliling. Dia
dapat melihat kamar tidur yang jauh berbeda dengan desain tipikal orang Korea.
Hal ini mengingatkan laki-laki itu pada negara Eropa. Setiap benda di ruangan
itu tampak sangat mahal dan mewah.
“Tuan muda?”
Laki-laki itu menjawab Ron, lelaki tua yang sedang
berpura-pura terlihat prihatin dan cemas.
“Air dingin.”
“Maaf?”
Dia butuh sesuatu untuk menjernihkan pikirannya. Dia
dapat melihat wajah Cale Henituse di cermin di belakang Ron si lelaki tua.
‘Masih terlihat normal.’
‘Kurasa Cale belum babak belur dihajar oleh sang tokoh
utama.’
Wajah tampannya menarik perhatiannya.
Laki-laki itu telah menjadi Cale Henituse ketika dia
membuka matanya.
Cale Henituse. Si pembuat onar yang dipukuli sampai
babak belur oleh sang tokoh utama di paruh awal [Kelahiran Pahlawan]. Itulah
dia.
“Tuan muda, saya menduga Anda tidak akan mandi dengan
air dingin. Apa Anda meminta air minum?”
Cale memalingkan pandangannya ke Ron. Ron mungkin
berpura-pura menjadi lelaki tua yang lemah lembut, tapi dia sebenarnya tengah
menyembunyikan identitas aslinya sebagai seseorang yang kejam dan bengis.
Dia mengucapkan permintaannya kepada Ron.
“Tolong bawakan aku air minum.”
Dia perlu minum air dingin dan menjernihkan pikirannya
terlebih dahulu.
“Saya akan segera menyiapkannya.”
“Bagus. Terima kasih.”
Ron tersentak untuk sesaat dan sebuah ekspresi yang aneh tampak di wajahnya, tetapi Cale tidak menyadarinya.
***
Ron harus keluar dari kamar tidur itu karena di
ruangan itu hanya ada air hangat. Ketika dia telah sendirian, Cale bangkit dari
tempat tidur dan menuju kamar mandi. Jika dia benar-benar berada di dalam
sebuah novel, dia tahu seharusnya ada sebuah cermin besar di dalamnya.
Seperti yang dia duga, cermin besar itu memang ada di
kamar mandi. Cale Henituse, yang sangat memperhatikan penampilan dan fisiknya,
meminta agar cermin itu dipasang di sini. Tidak seorangpun di rumah ini yang
memiliki cermin seperti itu.
Laki-laki di cermin memiliki rambut merah dan tubuh
yang cukup bugar. Tidak salah jika dia bilang dia memiliki tubuh yang akan
membuat gaya penampilan apapun terlihat bagus.
“Aku memang benar Cale.”
Laki-laki di cermin benar-benar Cale Henituse dari
novel itu. [Kelahiran Pahlawan] sangat rinci menggambarkan penampilan dari
tiap-tiap karakternya. Itu sebabnya laki-laki itu tidak punya pilihan selain
menerima bahwa dia telah berubah menjadi Cale Henituse.
Apakah biasanya orang-orang menjadi lebih tenang
ketika mereka terkejut dan terguncang? Cale, bukan, Kim Rok Soo, dengan tenang
memikirkan tentang malam sebelumnya.
Itu adalah hari libur seperti biasa. Sudah cukup lama
semenjak dia benar-benar membaca sebuah buku alih-alih membaca dari hp-nya,
jadi dia pergi ke perpustakaan untuk melihat-lihat beberapa buku. Dia meminjam
semua serinya karena dia berencana untuk membaca sepanjang hari.
Judul buku itu, tentu saja, adalah [Kelahiran
Pahlawan]. Dia berhasil menyelesaikan jilid ke-5 sebelum dia jatuh tertidur.
Tapi ketika dia bangun, dia telah berubah menjadi Cale Henituse, seseorang yang
tanpa ampun dihajar oleh sang tokoh utama di jilid pertama.
‘Akankah semuanya berjalan seperti yang terjadi di
novel?’
Anehnya dia merasa tenang. Setelah melewati momen
terkejutnya, pikirannya telah kembali tenang. Dia mulai mengingat isi jilid
pertama.
[Kelahiran Pahlawan]
Novel ini menceritakan tentang kelahiran para pahlawan
di benua barat dan timur, serta bagaimana mereka berkembang setelah menghadapi
berbagai tantangan. Tokoh utamanya, tentu saja, orang Korea. Dia seorang murid
yang berpindah dunia saat masih kelas 1 SMA. Di samping itu, masa hidupnya sama
panjangnya dengan seekor naga, membuatnya seolah-olah tidak pernah menua.
“…Ini buruk?”
Dia akan dibuat babak belur oleh orang itu. Walaupun
demikian, hal yang paling penting adalah dia belum dipukuli.
Cale memalingkan pandangannya dari cermin itu dan
berjalan ke dalam bak mandi yang penuh air hangat. Dia bersandar pada bak mandi
itu dan menatap langit-langit. Itu adalah marmel mahal yang digambarkan di
dalam novel. Rumah yang ditinggali Cale sebenarnya dipenuhi marmer.
Cale mulai bergumam sendiri saat dia memandangi
langit-langit.
“Toh tidak banyak hal yang akan kurindukan.”
Hidupnya sebagai Kim Rok Soo. Benar-benar tidak banyak
hal yang berarti. Dia seorang yatim piatu dan tidak punya banyak uang. Dia juga
tidak memiliki seseorang yang dicintainya sampai mati, maupun seorang teman
yang akan diselamatkannya dengan berkorban nyawa. Dia hanya terus hidup karena
dia tidak bisa mati.
Ya, dia tidak bisa mati.
Dia benar-benar membenci pikiran tentang kematian atau
rasa sakit. Dia menjadi yatim piatu setelah kedua orangtuanya meninggal dunia
karena kecelakaan mobil ketika dia masih kecil.
Dia tidak menyukai rasa sakit atau kematian. Tidak peduli
apapun itu, bahkan jika dia harus berguling-guling di tumpukan kotoran anjing,
itu masih lebih baik daripada mati.
‘Karena itulah, aku perlu terlebih dahulu memastikan
aku tidak digebuki.”
Cale tidak tahu
tanggal berapa di novel saat ini, tapi dia yakin dia belum bertemu dengan sang
tokoh utama. Alasannya sederhana.
‘Aku tidak punya bekas luka di pinggangku.’
Cale Henituse, si pembuat onar dari keluarga Count
Henituse. Beberapa hari sebelum bertemu dengan sang tokoh utama, Cale
minum-minum dan berbuat onar. Dia melempar-lempar benda di sekitarnya dan
pinggangnya tertusuk oleh kaki meja yang rusak, menyebabkan bekas luka.
Benar-benar karakter yang menarik. Dia tidak mendapat
bekas luka karena berkelahi dengan seseorang. Dia terluka karena dia marah
alkoholnya tidak terasa enak lalu mengamuk. Dia bertemu dengan sang tokoh utama
setelah dia mendapat bekas luka itu, dan setelah berbicara sebentar, dia
dipukuli sampai babak belur.
“Mm.”
Cale menyilangkan kedua lengannya dan mulai berpikir.
Dia tidak tahu apa yang terjadi pada Cale setelah dia
dibuat babak belur di jilid pertama. Satu-satunya yang dia tahu adalah sang
tokoh utama, Choi Han, memiliki banyak pertemuan yang ditakdirkan dan mengatasi
berbagai tantangan agar membuatnya tumbuh menjadi seorang pahlawan bersama
dengan anggota kelompoknya.
Maka, era baginya untuk membuktikan dirinya adalah
pahlawan akan dimulai. Kerajaan Roan tempat di mana Cale tinggal saat ini,
serta banyak tempat lainnya di benua barat dan timur, akan dipenuhi oleh peperangan.
Ini benar-benar akan menjadi waktu di mana para pahlawan menunjukkan potensi
penuh mereka.
Cale mulai mengernyit. Kim Rok Soo, laki-laki yang
menjadi Cale. Moto hidupnya cukup sederhana.
Hidup panjang tanpa rasa sakit. Menikmati
kegembiraan-kegembiraan kecil dalam hidup.
Menjalani
kehidupan yang damai.
“…Selama aku membuat ceritanya berjalan seperti
seharusnya sembari menghindari diriku digebuki, tokoh utamanya akan mengurus
sisanya.”
Anehnya, dia dapat mengingat setiap baris di buku itu
tanpa kesulitan. Cale bersantai di dalam air hangat sementara dia membuat
kesimpulan akhir dengan kepalanya yang kini sudah jernih.
“Ini pantas dicoba.”
Berusaha menghindari perang di benua dan hidup dengan
damai pantas dicoba. Situasi si pembuat onar ini jauh lebih baik dibandingkan
saat dia menjadi Kim Rok Soo. Lokasi rumah ini terletak di sudut benua barat,
menjadikannya lokasi ideal untuk menghindari perang. Di novelnya sendiri, ada banyak
bangsawan yang berhasil menghindari dampak peperangan. Meskipun dia tidak bisa
menghindarinya sepenuhnya, setidaknya dia bisa meminimalkan kerugiannya.
“Tuan muda, apa Anda di kamar mandi?”
Dia dapat mendengar suara Ron dari luar. Cale
memikirkan tentang identitas asli Ron. Ron adalah assassin yang menyeberang dari Benua Timur lewat laut. Dia
berpura-pura menjadi orang tua yang lemah lembut, tapi Ron yang asli adalah
seorang pria yang kejam dan bengis.
“Ya. Aku akan segera keluar.”
Dia biasanya merespon dengan berbicara santai kepada
orang tua itu. Cale menyadari apa yang sedang dia lakukan dan memutuskan
tentang apa yang akan dia lakukan ke depannya.
Dia perlu mendorong lelaki tua itu kepada sang tokoh
utama dan mengirimnya pergi.
Lelaki tua itu dapat dengan mudah membunuh Cale dengan
satu pukulan, tapi dia memperlakukannya seperti anak anjing yang kamu biarkan
karena kamu merasa kasihan. Dia tersenyum lembut, tetapi tidak ada secuilpun
rasa peduli tentang Cale di dalam dirinya. Di novel, Ron pergi bersama sang
tokoh utama dan putranya setelah Choi Han menghajar Cale hingga babak belur.
Cale memakai mantel mandi dan segera keluar dari kamar
mandi. Ron sedang berdiri di sana dengan senyum di wajahnya dan nampan dengan
sebuah cangkir di kedua tangannya.
“Tuan muda, silahkan.”
Cale mengambil cangkir itu dan berjalan melewati
lelaki tua itu. Dia tidak ingin membuat kontak mata dengan lelaki tua
seberbahaya dirinya.
“Bagus, makasih.”
Ekspresi Ron lagi-lagi menjadi ganjil, tapi Cale telah
berjalan melewatinya. Cale meminum air dingin itu dan mulai berpikir.
‘Ada banyak orang kuat di sini.’
Malah, terlalu banyak. Kemanapun tokoh utamanya pergi,
pasti ada orang yang kuat atau orang dengan rahasia tersembunyi. Orang-orang
ini berasal dari ras manusia dan ras-ras lainnya.
‘Aku setidaknya butuh kekuatan untuk melindungi diriku
sendiri.’
Agar dapat hidup panjang tanpa rasa sakit di benua
yang akan segera dipenuhi peperangan, kamu butuh level kekuatan yang cukup.
Tentu saja, kamu tidak boleh terlalu kuat. Jika tidak, kamu akan menghadapi
masalah-masalah rumit nantinya.
Cale merenungkan tentang berbagai pertemuan bertuah di
paruh awal novel. Kekuatan yang membuat sang tokoh utama dan anggota
kelompoknya semakin kuat. Dia sedang memikirkan tentang kekuatan mana yang bisa
membantunya hidup panjang tanpa rasa sakit. Ada dua kekuatan yang terpikir
olehnya. Dia hanya perlu mengambil salah satunya.
“Tuan muda, kami sekarang akan membantu Anda
berpakaian.”
“Oh, ya. Makasih.”
Pintu ruangan segera terbuka dan beberapa pelayan
masuk untuk mendampingi Ron membantu Cale berpakaian. Cale tidak menyadari Ron
memasang ekpresi tanpa emosi, tidak seperti dirinya yang biasa, saat dia
melihat pakaian yang sedang dibawa masuk para pelayan.
“Ah, pilihkan model yang sederhana hari ini.”
Dia membenci pakaian yang terlalu rumit. Pakaian
sederhana yang membuatmu merasa nyaman adalah yang terbaik.
“Ya, tuan muda.”
Pelayan yang bertanggung jawab atas pakaian segera
mengeluarkan beberapa pakaian dengan model sederhana dan Cale memakai model
yang paling sederhana di antaranya. Dia sedikit mengernyit setelah selesai
berpakaian. Bahkan pakaian ‘sederhana’ ini tampak sangat mahal dan tidak sesuai
seleranya.
Akan tetapi, pantulan dirinya di cermin tampak lumayan
tampan.
‘Dia benar-benar tampan dan membuat pakaian apapun
yang dikenakannya terlihat bagus.’
Memang wajahlah yang menyempurnakan mode. Dia menatap cermin dan memperbaiki lengan
bajunya lalu berputar untuk melihat Ron.
Ron sekali lagi tersenyum layaknya orang tua yang
lemah lembut.
“Ron, ayo pergi.”
“Ya, tuan muda.”
Cale berjalan di belakang Ron. Adalah hal yang bagus
karena dia tidak perlu tahu tentang tata ruang rumah itu. Dia hanya perlu
mengikuti Ron kemanapun dia pergi. Semua pelayan yang Cale lihat terperanjat
lalu membungkuk dengan hormat sebelum terlihat seperti berusaha melarikan diri.
‘Kenapa mereka sangat ketakutan? Cale tidak pernah
memukul orang.’
Dia hanya senang minum dan bermain. Terkadang, ketika
dia mabuk, dia memang merusak barang. Itu sebabnya dia disebut pembuat onar di
keluarga. Dia juga tidak memperlakukan orang-orang sebagaimana mestinya,
kecuali beberapa orang yang disukainya.
‘Yah, lebih bagus jika tidak ada yang mengajakku
berbicara.’
Cale memikirkan tentang hal ini dengan tenang. Akan
lebih sulit jika dia berada di tubuh seorang warga teladan. Pembuat onar bisa
melakukan apapun yang dia mau tanpa rasa cemas. Hal ini mungkin dilakukannya
karena dia tidak ada keinginan untuk hidup sebagai warga teladan.
“Saya sekarang akan membuka pintunya.”
“Baiklah.”
Cale menganggukkan kepalanya kepada Ron. Buku itu
menyebutkan bahwa Cale memperlakukan Ron, seseorang yang merawatnya seperti
cucunya sendiri sejak kecil, layaknya ayahnya sendiri. Di sana disebutkan bahwa
dia selalu merespons Ron dan memperlakukannya sepatutnya. Tentu saja, Ron tidak
berpikir begitu. Itu sebabnya Cale tidak merasa sulit berbicara kepada Ron. Dia
hanya perlu menjawab pertanyaan Ron dan memperlakukannya layaknya seorang
manusia.
“Semoga Anda menikmati sarapan Anda.”
“Makasih, Ron, pastikan kamu juga makan dengan baik.”
Cale berjalan melewati Ron dan masuk ke dalam ruang
makan. Dia dapat melihat keluarganya duduk di sana. Ayahnya dan kepala keluarga
Henituse saat ini, Deruth. Di sebelahnya adalah ibu tiri Cale, Countess, serta
putra dan putrinya. Keempat orang ini menoleh ke arah Cale.
“Kamu terlambat lagi, hari ini.”
Cale memalingkan pandangannya ke arah ayahnya yang
berbicara. [Kelahiran Pahlawan] menggambarkan perasaan Cale terhadap ayahnya
seperti ini.
‘Ayahnya adalah satu-satunya yang dia patuhi. Alasan
si pembuat onar tetap tinggal di sini dan mendapatkan apapun yang inginkan di
dalam wilayah keluarga Count adalah karena ayahnya, Count Deruth Henituse.’
Tetapi, sayangnya, ayah Cale tidak seperti ayah-ayah
kuat lainnya di novel ini. Dia tidak mempunyai keterampilan atau pengaruh
khusus apapun. Dia hanya punya banyak uang. Meskipun demikian, Cale sangat
menyukai hal ini. Ini adalah lingkungan keluarga yang sempurna jika ingin hidup
sederhana.
Lalu ada tiga orang lainnya.
Ibu tirinya yang tahu Cale tidak menyukainya dan
menghindari Cale.
Putra sulungnya yang pintar, yang merasa sulit
menghadapi Cale, kakak lakinya yang jauh lebih tua.
Dan si bungsu yang imut, yang menghindari Cale,
kakaknya.
Namun, Cale tidak pernah mengganggu mereka atau
sebaliknya. Mereka hanya memperlakukan satu sama lain bagaikan orang asing.
Cale berpikir ini adalah lingkungan yang cocok baginya
yang ingin hidup sendirian dengan tenang.
“Duduklah.”
“Baik, ayah.”
Cale memandangi hidangan di atas meja yang dianggapnya
terlalu berlebihan sebagai menu sarapan lalu duduk di kursinya. Dia kemudian
merasakan sesuatu yang janggal lalu mengangkat kepalanya.
“Apa ada hal yang ingin Anda katakan, ayah?”
“…Tidak, tidak ada.”
Deruth menatap Cale. Anggota keluarga lainnya
melakukan hal yang sama. Cale membuat kontak mata dengan tiap-tiap anggota
keluarganya. Mereka cepat-cepat berpaling ketika pandangan mereka bertemu dan
melanjutkan sarapan.
‘Kurasa mereka sangat kesulitan menghadapiku.’
Cale turut memalingkan kepalanya ke arah meja.
Hidangan mewah ini yang berbeda dengan sarapan yang biasa dia makan hanya untuk
mengisi perutnya membuatnya mulai tersenyum. Pertama-tama dia mulai memotong
sosis dengan pisau.
‘Ini sangat lezat.’
Dia tidak tahu jika cairan merembes keluar saat dia
memotongnya karena itu sosis buatan sendiri atau karena dimasak dengan baik,
warna sosis itu membuatnya merasa lapar. Cale mulai tersenyum tanpa dia
sadari.
Klontang.
Dia mendengar sesuatu jatuh dan matanya bertatapan
dengan adik laki-lakinya, Basen. Dia dapat melihat Basen telah menjatuhkan
garpu di tangannya.
“Maafkan saya.”
Basen meminta maaf dengan tenang, kepribadiannya
seperti yang digambarkan di novel. Pelayan yang bertanggung jawab atas makanan
segera datang untuk memberikan Basen sebuah garpu baru dan memungut garpu yang
terjatuh di lantai. Melihat itu membuat Cale berpikir sangat menyenangkan
menjadi seorang bangsawan, sebelum akhirnya dia kembali fokus pada makanan di
depannya.
Cale telah menemukan satu hal bagus setelah masuk ke
dalam dunia novel ini. Sarapan ini sangat mewah dan lezat sampai-sampai
perutnya merasa sangat bahagia.
Senyum di wajahnya seakan tidak mau hilang.
“…Ho?”
Itu sebabnya dia tidak mendengar seruan terkejut yang
dilontarkan adiknya Basen.
Proofreader: Tsura
Trash of the Count’s Family
Chapter 2: Ketika Aku Membuka Mata
(1)
Laki-laki
itu dapat merasakan seseorang menepuk badannya dengan lembut. Tangan yang kasar
itu mengingatkan laki-laki itu pada tangan orangtua yang sudah sepuh.
Kehangatan seperti itulah yang dia rasakan.
“Tuan
muda, sudah pagi.”
Namun,
suara itu terdengar sangat dalam. Laki-laki itu merinding di sekujur tubuhnya
dan tanpa sadar dia membuka kedua matanya. Alih-alih cerahnya sinar matahari
yang masuk melalui jendela untuk menghangatkan mata laki-laki itu, apa yang dia
lihat justru seorang laki-laki tua berdiri di depannya dengan ekspresi puas di
wajahnya.
“Saya terkejut melihat Anda bangun hanya dengan satu
kali tepukan.”
“Hah?”
“Tuan besar ingin sarapan bersama karena sudah cukup
lama tuan muda tidak ikut. Sepertinya hari ini bisa."
Laki-laki itu dapat melihat sebuah cermin di belakang
bahu laki-laki tua itu. Di dalam cermin tampak seorang laki-laki berambut merah
yang terlihat kebingungan sedang balik menatapnya.
‘Kurasa laki-laki itu adalah aku’.
“Tuan muda Cale?”
Laki-laki itu menoleh ke arah sumber suara yang
terdengar khawatir dan mendapati lelaki tua itu, yang terlihat seperti seorang
pelayan, sedang memandanginya. Namun, lelaki yang cemas itu bukanlah
masalahnya.
Laki-laki itu mendengarnya dengan jelas.
Tuan muda Cale. Nama itu kedengaran tidak asing. Tanpa
sengaja dia mengucapkan nama itu dengan perlahan.
“Cale Henituse?”
Pelayan tua itu sedang menatapnya seolah-olah dia
sedang melihat cucunya sendiri.
“Ya. Itu nama Anda, tuan muda. Kurasa Anda masih
sedikit mabuk.”
Setelah mendengar lelaki tua itu merespons dengan
cemas, laki-laki itu lantas teringat sebuah nama yang bahkan lebih penting dari
nama Cale Henituse.
“…Beacrox.”
“Apa Anda sedang membicarakan putra saya?”
“…Koki.”
“Ya. Putra saya seorang koki. Apa Anda butuh dia
membuatkan sesuatu untuk meredakan sakit kepala Anda karena mabuk?”
Laki-laki itu merasakan sekelilingnya berubah gelap
dan dia mulai merasa pusing. Dia menundukkan kepalanya dan menopangnya dengan
tangannya.
“Tuan muda, apa Anda masih mabuk? Perlu saya
panggilkan dokter? Atau Anda ingin mandi sekarang?”
Laki-laki itu memandangi rambut merah yang jatuh di
depan wajahnya. Warnanya merah terang, berbeda jauh dengan rambut aslinya yang
berwarna hitam.
Cale Henituse. Beacrox. Ayah Beacrox, Ron.
Mereka adalah karakter yang muncul di paruh awal
[Kelahiran Pahlawan], sebuah novel yang dibaca laki-laki itu sebelum dia
terlelap tidur semalam.
Dia menyentakkan kepalanya dan melihat sekeliling. Dia
dapat melihat kamar tidur yang jauh berbeda dengan desain tipikal orang Korea.
Hal ini mengingatkan laki-laki itu pada negara Eropa. Setiap benda di ruangan
itu tampak sangat mahal dan mewah.
“Tuan muda?”
Laki-laki itu menjawab Ron, lelaki tua yang sedang
berpura-pura terlihat prihatin dan cemas.
“Air dingin.”
“Maaf?”
Dia butuh sesuatu untuk menjernihkan pikirannya. Dia
dapat melihat wajah Cale Henituse di cermin di belakang Ron si lelaki tua.
‘Masih terlihat normal.’
‘Kurasa Cale belum babak belur dihajar oleh sang tokoh
utama.’
Wajah tampannya menarik perhatiannya.
Laki-laki itu telah menjadi Cale Henituse ketika dia
membuka matanya.
Cale Henituse. Si pembuat onar yang dipukuli sampai
babak belur oleh sang tokoh utama di paruh awal [Kelahiran Pahlawan]. Itulah
dia.
“Tuan muda, saya menduga Anda tidak akan mandi dengan
air dingin. Apa Anda meminta air minum?”
Cale memalingkan pandangannya ke Ron. Ron mungkin
berpura-pura menjadi lelaki tua yang lemah lembut, tapi dia sebenarnya tengah
menyembunyikan identitas aslinya sebagai seseorang yang kejam dan bengis.
Dia mengucapkan permintaannya kepada Ron.
“Tolong bawakan aku air minum.”
Dia perlu minum air dingin dan menjernihkan pikirannya
terlebih dahulu.
“Saya akan segera menyiapkannya.”
“Bagus. Terima kasih.”
Ron tersentak untuk sesaat dan sebuah ekspresi yang
aneh tampak di wajahnya, tetapi Cale tidak menyadarinya.
***
Ron harus keluar dari kamar tidur itu karena di
ruangan itu hanya ada air hangat. Ketika dia telah sendirian, Cale bangkit dari
tempat tidur dan menuju kamar mandi. Jika dia benar-benar berada di dalam
sebuah novel, dia tahu seharusnya ada sebuah cermin besar di dalamnya.
Seperti yang dia duga, cermin besar itu memang ada di
kamar mandi. Cale Henituse, yang sangat memperhatikan penampilan dan fisiknya,
meminta agar cermin itu dipasang di sini. Tidak seorangpun di rumah ini yang
memiliki cermin seperti itu.
Laki-laki di cermin memiliki rambut merah dan tubuh
yang cukup bugar. Tidak salah jika dia bilang dia memiliki tubuh yang akan
membuat gaya penampilan apapun terlihat bagus.
“Aku memang benar Cale.”
Laki-laki di cermin benar-benar Cale Henituse dari
novel itu. [Kelahiran Pahlawan] sangat rinci menggambarkan penampilan dari
tiap-tiap karakternya. Itu sebabnya laki-laki itu tidak punya pilihan selain
menerima bahwa dia telah berubah menjadi Cale Henituse.
Apakah biasanya orang-orang menjadi lebih tenang
ketika mereka terkejut dan terguncang? Cale, bukan, Kim Rok Soo, dengan tenang
memikirkan tentang malam sebelumnya.
Itu adalah hari libur seperti biasa. Sudah cukup lama
semenjak dia benar-benar membaca sebuah buku alih-alih membaca dari hp-nya,
jadi dia pergi ke perpustakaan untuk melihat-lihat beberapa buku. Dia meminjam
semua serinya karena dia berencana untuk membaca sepanjang hari.
Judul buku itu, tentu saja, adalah [Kelahiran
Pahlawan]. Dia berhasil menyelesaikan jilid ke-5 sebelum dia jatuh tertidur.
Tapi ketika dia bangun, dia telah berubah menjadi Cale Henituse, seseorang yang
tanpa ampun dihajar oleh sang tokoh utama di jilid pertama.
‘Akankah semuanya berjalan seperti yang terjadi di
novel?’
Anehnya dia merasa tenang. Setelah melewati momen
terkejutnya, pikirannya telah kembali tenang. Dia mulai mengingat isi jilid
pertama.
[Kelahiran Pahlawan]
Novel ini menceritakan tentang kelahiran para pahlawan
di benua barat dan timur, serta bagaimana mereka berkembang setelah menghadapi
berbagai tantangan. Tokoh utamanya, tentu saja, orang Korea. Dia seorang murid
yang berpindah dunia saat masih kelas 1 SMA. Di samping itu, masa hidupnya sama
panjangnya dengan seekor naga, membuatnya seolah-olah tidak pernah menua.
“…Ini buruk?”
Dia akan dibuat babak belur oleh orang itu. Walaupun
demikian, hal yang paling penting adalah dia belum dipukuli.
Cale memalingkan pandangannya dari cermin itu dan
berjalan ke dalam bak mandi yang penuh air hangat. Dia bersandar pada bak mandi
itu dan menatap langit-langit. Itu adalah marmel mahal yang digambarkan di
dalam novel. Rumah yang ditinggali Cale sebenarnya dipenuhi marmer.
Cale mulai bergumam sendiri saat dia memandangi
langit-langit.
“Toh tidak banyak hal yang akan kurindukan.”
Hidupnya sebagai Kim Rok Soo. Benar-benar tidak banyak
hal yang berarti. Dia seorang yatim piatu dan tidak punya banyak uang. Dia juga
tidak memiliki seseorang yang dicintainya sampai mati, maupun seorang teman
yang akan diselamatkannya dengan berkorban nyawa. Dia hanya terus hidup karena
dia tidak bisa mati.
Ya, dia tidak bisa mati.
Dia benar-benar membenci pikiran tentang kematian atau
rasa sakit. Dia menjadi yatim piatu setelah kedua orangtuanya meninggal dunia
karena kecelakaan mobil ketika dia masih kecil.
Dia tidak menyukai rasa sakit atau kematian. Tidak peduli
apapun itu, bahkan jika dia harus berguling-guling di tumpukan kotoran anjing,
itu masih lebih baik daripada mati.
‘Karena itulah, aku perlu terlebih dahulu memastikan
aku tidak digebuki.”
Cale tidak tahu
tanggal berapa di novel saat ini, tapi dia yakin dia belum bertemu dengan sang
tokoh utama. Alasannya sederhana.
‘Aku tidak punya bekas luka di pinggangku.’
Cale Henituse, si pembuat onar dari keluarga Count
Henituse. Beberapa hari sebelum bertemu dengan sang tokoh utama, Cale
minum-minum dan berbuat onar. Dia melempar-lempar benda di sekitarnya dan
pinggangnya tertusuk oleh kaki meja yang rusak, menyebabkan bekas luka.
Benar-benar karakter yang menarik. Dia tidak mendapat
bekas luka karena berkelahi dengan seseorang. Dia terluka karena dia marah
alkoholnya tidak terasa enak lalu mengamuk. Dia bertemu dengan sang tokoh utama
setelah dia mendapat bekas luka itu, dan setelah berbicara sebentar, dia
dipukuli sampai babak belur.
“Mm.”
Cale menyilangkan kedua lengannya dan mulai berpikir.
Dia tidak tahu apa yang terjadi pada Cale setelah dia
dibuat babak belur di jilid pertama. Satu-satunya yang dia tahu adalah sang
tokoh utama, Choi Han, memiliki banyak pertemuan yang ditakdirkan dan mengatasi
berbagai tantangan agar membuatnya tumbuh menjadi seorang pahlawan bersama
dengan anggota kelompoknya.
Maka, era baginya untuk membuktikan dirinya adalah
pahlawan akan dimulai. Kerajaan Roan tempat di mana Cale tinggal saat ini,
serta banyak tempat lainnya di benua barat dan timur, akan dipenuhi oleh peperangan.
Ini benar-benar akan menjadi waktu di mana para pahlawan menunjukkan potensi
penuh mereka.
Cale mulai mengernyit. Kim Rok Soo, laki-laki yang
menjadi Cale. Moto hidupnya cukup sederhana.
Hidup panjang tanpa rasa sakit. Menikmati
kegembiraan-kegembiraan kecil dalam hidup.
Menjalani
kehidupan yang damai.
“…Selama aku membuat ceritanya berjalan seperti
seharusnya sembari menghindari diriku digebuki, tokoh utamanya akan mengurus
sisanya.”
Anehnya, dia dapat mengingat setiap baris di buku itu
tanpa kesulitan. Cale bersantai di dalam air hangat sementara dia membuat
kesimpulan akhir dengan kepalanya yang kini sudah jernih.
“Ini pantas dicoba.”
Berusaha menghindari perang di benua dan hidup dengan
damai pantas dicoba. Situasi si pembuat onar ini jauh lebih baik dibandingkan
saat dia menjadi Kim Rok Soo. Lokasi rumah ini terletak di sudut benua barat,
menjadikannya lokasi ideal untuk menghindari perang. Di novelnya sendiri, ada banyak
bangsawan yang berhasil menghindari dampak peperangan. Meskipun dia tidak bisa
menghindarinya sepenuhnya, setidaknya dia bisa meminimalkan kerugiannya.
“Tuan muda, apa Anda di kamar mandi?”
Dia dapat mendengar suara Ron dari luar. Cale
memikirkan tentang identitas asli Ron. Ron adalah assassin yang menyeberang dari Benua Timur lewat laut. Dia
berpura-pura menjadi orang tua yang lemah lembut, tapi Ron yang asli adalah
seorang pria yang kejam dan bengis.
“Ya. Aku akan segera keluar.”
Dia biasanya merespon dengan berbicara santai kepada
orang tua itu. Cale menyadari apa yang sedang dia lakukan dan memutuskan
tentang apa yang akan dia lakukan ke depannya.
Dia perlu mendorong lelaki tua itu kepada sang tokoh
utama dan mengirimnya pergi.
Lelaki tua itu dapat dengan mudah membunuh Cale dengan
satu pukulan, tapi dia memperlakukannya seperti anak anjing yang kamu biarkan
karena kamu merasa kasihan. Dia tersenyum lembut, tetapi tidak ada secuilpun
rasa peduli tentang Cale di dalam dirinya. Di novel, Ron pergi bersama sang
tokoh utama dan putranya setelah Choi Han menghajar Cale hingga babak belur.
Cale memakai mantel mandi dan segera keluar dari kamar
mandi. Ron sedang berdiri di sana dengan senyum di wajahnya dan nampan dengan
sebuah cangkir di kedua tangannya.
“Tuan muda, silahkan.”
Cale mengambil cangkir itu dan berjalan melewati
lelaki tua itu. Dia tidak ingin membuat kontak mata dengan lelaki tua
seberbahaya dirinya.
“Bagus, makasih.”
Ekspresi Ron lagi-lagi menjadi ganjil, tapi Cale telah
berjalan melewatinya. Cale meminum air dingin itu dan mulai berpikir.
‘Ada banyak orang kuat di sini.’
Malah, terlalu banyak. Kemanapun tokoh utamanya pergi,
pasti ada orang yang kuat atau orang dengan rahasia tersembunyi. Orang-orang
ini berasal dari ras manusia dan ras-ras lainnya.
‘Aku setidaknya butuh kekuatan untuk melindungi diriku
sendiri.’
Agar dapat hidup panjang tanpa rasa sakit di benua
yang akan segera dipenuhi peperangan, kamu butuh level kekuatan yang cukup.
Tentu saja, kamu tidak boleh terlalu kuat. Jika tidak, kamu akan menghadapi
masalah-masalah rumit nantinya.
Cale merenungkan tentang berbagai pertemuan bertuah di
paruh awal novel. Kekuatan yang membuat sang tokoh utama dan anggota
kelompoknya semakin kuat. Dia sedang memikirkan tentang kekuatan mana yang bisa
membantunya hidup panjang tanpa rasa sakit. Ada dua kekuatan yang terpikir
olehnya. Dia hanya perlu mengambil salah satunya.
“Tuan muda, kami sekarang akan membantu Anda
berpakaian.”
“Oh, ya. Makasih.”
Pintu ruangan segera terbuka dan beberapa pelayan
masuk untuk mendampingi Ron membantu Cale berpakaian. Cale tidak menyadari Ron
memasang ekpresi tanpa emosi, tidak seperti dirinya yang biasa, saat dia
melihat pakaian yang sedang dibawa masuk para pelayan.
“Ah, pilihkan model yang sederhana hari ini.”
Dia membenci pakaian yang terlalu rumit. Pakaian
sederhana yang membuatmu merasa nyaman adalah yang terbaik.
“Ya, tuan muda.”
Pelayan yang bertanggung jawab atas pakaian segera
mengeluarkan beberapa pakaian dengan model sederhana dan Cale memakai model
yang paling sederhana di antaranya. Dia sedikit mengernyit setelah selesai
berpakaian. Bahkan pakaian ‘sederhana’ ini tampak sangat mahal dan tidak sesuai
seleranya.
Akan tetapi, pantulan dirinya di cermin tampak lumayan
tampan.
‘Dia benar-benar tampan dan membuat pakaian apapun
yang dikenakannya terlihat bagus.’
Memang wajahlah yang menyempurnakan mode. Dia menatap cermin dan memperbaiki lengan
bajunya lalu berputar untuk melihat Ron.
Ron sekali lagi tersenyum layaknya orang tua yang
lemah lembut.
“Ron, ayo pergi.”
“Ya, tuan muda.”
Cale berjalan di belakang Ron. Adalah hal yang bagus
karena dia tidak perlu tahu tentang tata ruang rumah itu. Dia hanya perlu
mengikuti Ron kemanapun dia pergi. Semua pelayan yang Cale lihat terperanjat
lalu membungkuk dengan hormat sebelum terlihat seperti berusaha melarikan diri.
‘Kenapa mereka sangat ketakutan? Cale tidak pernah
memukul orang.’
Dia hanya senang minum dan bermain. Terkadang, ketika
dia mabuk, dia memang merusak barang. Itu sebabnya dia disebut pembuat onar di
keluarga. Dia juga tidak memperlakukan orang-orang sebagaimana mestinya,
kecuali beberapa orang yang disukainya.
‘Yah, lebih bagus jika tidak ada yang mengajakku
berbicara.’
Cale memikirkan tentang hal ini dengan tenang. Akan
lebih sulit jika dia berada di tubuh seorang warga teladan. Pembuat onar bisa
melakukan apapun yang dia mau tanpa rasa cemas. Hal ini mungkin dilakukannya
karena dia tidak ada keinginan untuk hidup sebagai warga teladan.
“Saya sekarang akan membuka pintunya.”
“Baiklah.”
Cale menganggukkan kepalanya kepada Ron. Buku itu
menyebutkan bahwa Cale memperlakukan Ron, seseorang yang merawatnya seperti
cucunya sendiri sejak kecil, layaknya ayahnya sendiri. Di sana disebutkan bahwa
dia selalu merespons Ron dan memperlakukannya sepatutnya. Tentu saja, Ron tidak
berpikir begitu. Itu sebabnya Cale tidak merasa sulit berbicara kepada Ron. Dia
hanya perlu menjawab pertanyaan Ron dan memperlakukannya layaknya seorang
manusia.
“Semoga Anda menikmati sarapan Anda.”
“Makasih, Ron, pastikan kamu juga makan dengan baik.”
Cale berjalan melewati Ron dan masuk ke dalam ruang
makan. Dia dapat melihat keluarganya duduk di sana. Ayahnya dan kepala keluarga
Henituse saat ini, Deruth. Di sebelahnya adalah ibu tiri Cale, Countess, serta
putra dan putrinya. Keempat orang ini menoleh ke arah Cale.
“Kamu terlambat lagi, hari ini.”
Cale memalingkan pandangannya ke arah ayahnya yang
berbicara. [Kelahiran Pahlawan] menggambarkan perasaan Cale terhadap ayahnya
seperti ini.
‘Ayahnya adalah satu-satunya yang dia patuhi. Alasan
si pembuat onar tetap tinggal di sini dan mendapatkan apapun yang inginkan di
dalam wilayah keluarga Count adalah karena ayahnya, Count Deruth Henituse.’
Tetapi, sayangnya, ayah Cale tidak seperti ayah-ayah
kuat lainnya di novel ini. Dia tidak mempunyai keterampilan atau pengaruh
khusus apapun. Dia hanya punya banyak uang. Meskipun demikian, Cale sangat
menyukai hal ini. Ini adalah lingkungan keluarga yang sempurna jika ingin hidup
sederhana.
Lalu ada tiga orang lainnya.
Ibu tirinya yang tahu Cale tidak menyukainya dan
menghindari Cale.
Putra sulungnya yang pintar, yang merasa sulit
menghadapi Cale, kakak lakinya yang jauh lebih tua.
Dan si bungsu yang imut, yang menghindari Cale,
kakaknya.
Namun, Cale tidak pernah mengganggu mereka atau
sebaliknya. Mereka hanya memperlakukan satu sama lain bagaikan orang asing.
Cale berpikir ini adalah lingkungan yang cocok baginya
yang ingin hidup sendirian dengan tenang.
“Duduklah.”
“Baik, ayah.”
Cale memandangi hidangan di atas meja yang dianggapnya
terlalu berlebihan sebagai menu sarapan lalu duduk di kursinya. Dia kemudian
merasakan sesuatu yang janggal lalu mengangkat kepalanya.
“Apa ada hal yang ingin Anda katakan, ayah?”
“…Tidak, tidak ada.”
Deruth menatap Cale. Anggota keluarga lainnya
melakukan hal yang sama. Cale membuat kontak mata dengan tiap-tiap anggota
keluarganya. Mereka cepat-cepat berpaling ketika pandangan mereka bertemu dan
melanjutkan sarapan.
‘Kurasa mereka sangat kesulitan menghadapiku.’
Cale turut memalingkan kepalanya ke arah meja.
Hidangan mewah ini yang berbeda dengan sarapan yang biasa dia makan hanya untuk
mengisi perutnya membuatnya mulai tersenyum. Pertama-tama dia mulai memotong
sosis dengan pisau.
‘Ini sangat lezat.’
Dia tidak tahu jika cairan merembes keluar saat dia
memotongnya karena itu sosis buatan sendiri atau karena dimasak dengan baik,
warna sosis itu membuatnya merasa lapar. Cale mulai tersenyum tanpa dia
sadari.
Klontang.
Dia mendengar sesuatu jatuh dan matanya bertatapan
dengan adik laki-lakinya, Basen. Dia dapat melihat Basen telah menjatuhkan
garpu di tangannya.
“Maafkan saya.”
Basen meminta maaf dengan tenang, kepribadiannya
seperti yang digambarkan di novel. Pelayan yang bertanggung jawab atas makanan
segera datang untuk memberikan Basen sebuah garpu baru dan memungut garpu yang
terjatuh di lantai. Melihat itu membuat Cale berpikir sangat menyenangkan
menjadi seorang bangsawan, sebelum akhirnya dia kembali fokus pada makanan di
depannya.
Cale telah menemukan satu hal bagus setelah masuk ke
dalam dunia novel ini. Sarapan ini sangat mewah dan lezat sampai-sampai
perutnya merasa sangat bahagia.
Senyum di wajahnya seakan tidak mau hilang.
“…Ho?”
Itu sebabnya dia tidak mendengar seruan terkejut yang dilontarkan adiknya Basen.
***
Proofreader: Tsura
>>>