Friday, March 5, 2021

Trash of the Count’s Family (#26)

 


Pembuat Onar di Keluarga Count (Ep. 28 - 30)

Chapter 26: Kamu (1)


Dan bukan sekedar tiga orang biasa. Yang satu adalah naga bodoh, satunya lagi seorang pendeta gila yang ingin diusir dari kuil, dan yang ketiga adalah seorang berandal dari keluarga Marquis Stan.

“Haaahhh.”

Cale mau tidak mau mendesah. Kepalanya tertunduk lantas terangkat kembali. Begitu mengangkat kepala, dia dapat melihat sekelilingnya menjadi lebih sunyi.

Merasa kesunyian itu janggal, Cale lantas menoleh ke Hans.

Hans tersenyum canggung, lantas diam-diam memberi Cale isyarat ke arah si pengemudi, Tom, dan Taylor, yang sedang melihat keluar dari jendela kereta.

Taylor tersenyum getir lantas berkata.

“Jika merepotkan rombongan Anda, kami akan pergi.”

Putra sulung dari keluarga Marquis, dan putra yang didepak dari keluarga tersebut. Setelah kakinya lumpuh, hidup Taylor berubah 180 derajat dalam semalam, dari seseorang yang hidup mewah dan berkuasa, menjadi seseorang yang hanya mendapat sedikit bantuan untuk bertahan hidup dari keluarganya.

Bangsawan-bangsawan itu, yang tahu bahwa siapapun selain penerus gelar Marquis di keluarga Stan akan segera meninggal, mulai menjauhi Taylor, menganggapnya sebagai gangguan. Mereka bahkan dengan sengaja mengabaikannya di depan Venion atau saudaranya yang lain demi menjilat mereka. Situasi Taylor saat ini bahkan lebih buruk daripada putra tidak sah dari keluarga seorang Baron.

Taylor tahu tentang Cale, pembuat onar di keluarga Henituse. Simbol kura-kura emas mereka yang mewah, serta penampilannya sebagai pria muda yang tampan dengan rambut merah. Tidak ada orang selain Cale yang memiliki ciri-ciri ini. Bahkan seseorang seperti Count Henituse, yang tidak bergabung dengan faksi manapun, akan merasa tidak nyaman untuk berhubungan dengan seseorang seperti dirinya. Semua orang menjadi seperti itu setelah tubuhnya lumpuh.

Taylor tersadar akan realitas situasinya setelah mendengar desahan Cale. Tapi pada saat itulah.

“Kenapa Anda harus pergi?”

Cale berjalan ke arah kereta Taylor dengan ekspresi datar di wajahnya.

“Tempat ini bukan milik saya. Saya tidak akan melakukan sesuatu yang sangat kekanak-kanakan ketika kita berdua sama-sama musafir.”

Cale dan Taylor membuat kontak mata satu sama lain. Cale lalu dengan cepat melirik ke dalam kereta Taylor.

‘Dia di sana.’

Pendeta gila, Cage, yang sedang mengamatinya dari dalam kereta. Cale telah membaca tentang bagaimana kutukannya sangat mengerikan. Beberapa orang bahkan berkata kutukannya sepadan dengan seorang necromancer*, profesi yang dikenal terkutuk.

Cale memalingkan pandangannya dari Cage dan menjulurkan tangannya.

“Saya Cale Henituse dari keluarga Henituse.”

Taylor melirik tangan yang terjulur kepadanya dari luar kereta. Dia lalu kembali menatap ekspresi datar Cale.

Klik.

Taylor membuka pintu kereta. Jika sesuai tata krama yang benar, dia seharusnya keluar dari kereta untuk membalas salam dari Cale.

“Sulit bagi saya untuk keluar dikarenakan kaki saya.”

“Saya paham.”

Taylor sekali lagi melihat ke arah Cale, yang tampaknya tidak memedulikan tata krama yang benar, dan menjabat tangannya. Itu adalah jabatan tangan yang singkat.

“Senang bertemu Anda, tuan muda Cale.”

‘Tidak juga.’

Cale sama sekali tidak merasa senang atas pertemuan ini. Dia segera berusaha berbalik karena dia tidak ingin diperkenalkan kepada Cage.

Sayangnya, Taylor adalah orang yang sangat sopan.

“Ini adalah rekan saya, pendeta Cage-nim. Dia adalah penganut Dewa Tidur Abadi.”

Tidur Abadi. Ini adalah istilah untuk kematian. Cale menahan diri untuk berdesah, dan menoleh ke Cage. Cage menyapanya dengan anggun layaknya seorang pendeta.

“Senang bertemu Anda, tuan muda Cale. Nama saya Cage. Semoga kedamaian malam selalu bersama Anda.”

‘Kedamaian malam.’ Itu adalah sapaan umum dari orang-orang yang melayani Dewa Kematian kepada publik.   

‘Kedamaian malam apanya.’

Lupakan kedamaian malam, Cale merasa dia tidak akan bisa tidur nyenyak malam ini. Dia merasa seolah-olah sedang meminum perasan jeruk saat dia menatap Cage, yang tersenyum lembut.

‘Dia bersikap ramah dan polos, meskipun dia menganggap itu sangat menjengkelkan. Itu adalah alasan utama mengapa dia ingin diusir dari kuil.’

Dia benar-benar pandai berakting. Cale tersenyum kepada Cage, yang masih memasang senyum klise seorang pendeta di wajahnya, dan membalas dengan percaya diri.

“Saya tidak percaya pada dewa.”

Tatapan Cage dipenuhi rasa ingin tahu. Tatapannya seolah bertanya hal gila macam apa yang Cale ucapkan kepada seorang pendeta, tapi Cale menerima tatapannya dengan senang hati. Cale hanya ingin agar dia tetap menganggapnya sebagai seorang pembuat onar.

“Anda orang yang menarik.”

“Kurasa saya memang agak menarik.” 

Cale merespons perkataan Cage dengan santai lantas melihat sekeliling kereta. Kereta itu sangat lusuh bagi seorang putra sulung Marquis. Hanya satu orang kesatria, seorang pesuruh, yang juga sekaligus sebagai pengemudi kereta, dan mereka berdua, Cage dan Taylor.

‘Aku yakin dia juga kehabisan uang.’

Kemungkinan Taylor menghabiskan banyak uang demi memasang alat-alat sihir di sekitar kediamannya di Kota Puzzle.

Karena dia tidak mendapat banyak bantuan dari Marquis, dia tidak punya dana darurat untuk digunakan. Kemungkinan Taylor melakukan apapun sebisanya untuk mengurangi pengeluarannya.

Taylor menutup matanya untuk menahan rasa malu saat melihat Cale mengamati keretanya. Cale tidak punya maksud apa-apa, lantas berpikir.

‘Kemungkinan mereka sedang menuju ibu kota karena pesanku.’

Sudah jelas mau ke mana mereka. Ke ibu kota, untuk menemui putra mahkota.

“Hans.”

“Ya, tuan muda.”

Cale memberi perintah kepada Hans yang tengah menghampirinya.

“Bantu mereka.”

“Ya, tuan.”

“Sajikan makanan terpisah untuk mereka dan juga dirikan kemah di sebelah kemah kita.”

Dia tidak ingin makan bersama mereka, atau bahkan berbagi kemah yang sama.

“Dan jangan mencariku. Kamu urus semuanya.”

Dia tidak ingin menciptakan situasi yang membuat mereka bertemu satu sama lain. Tentu saja, dia merasa segalanya tidak akan berjalan sesuai keinginannya.

“Ya, tuan. Saya akan melayani mereka layaknya saya melayani Anda, tuan muda.”

“Terserah kamu. Pergi bawakan aku alhohol.”

‘Kenapa dia mendadak menjadi sangat bersemangat?’

Cale menatap Hans yang mendadak menjadi bersemangat, dan membungkuk sedikit ke arah Taylor saat berpamitan.

“Kalau begitu saya pamit, tuan muda Taylor.”

“Terima kasih atas kemurahan hati Anda, tuan muda Cale.”

“Itu tidak seberapa.”

Cale berpaling dari Taylor, yang memasang tampang penasaran di wajahnya. Dia lalu segera kembali ke keretanya tanpa melihat kemanapun lagi. Tentu saja, dia tidak lupa memberi perintah kepada Wakil Kapten yang sedang berjalan di sebelahnya.

“Sepertinya mereka hanya punya satu kesatria. Wakil Kapten, kamu urus tugas jaga mereka juga.”

“Ya, tuan muda.”

Cale memastikan apa yang Wakil Kapten katakan kepada kesatria Taylor sebelum naik ke kereta. Pembicaraan mereka terkait tugas jaga di malam hari. Cale memastikan ekspresi kesatria itu berubah cerah lantas kesatria itu naik kembali ke keretanya.

Klik.

Pintu kereta menutup dengan bunyi klik yang keras. Hal ini membuat semua orang menoleh ke arah pintu tertutup dari kereta dengan lambang kura-kura emas itu, sebelum kembali ke pekerjaan mereka masing-masing. Hanya Taylor dan Cage, yang tidak memiliki satu hal pun untuk dikerjakan saat ini, terus menatap pintu yang tertutup itu.

Kedua anak kucing menyapa Cale di dalam kereta.

“Aku pernah melihat dua orang itu.”

“Hong. Aku juga ada di sana.”

Dua anak kucing, yang sedari tadi menonton semuanya melalui jendela, perlahan mendekati Cale dan duduk di sampingnya lantas berbicara satu sama lain. Mereka tidak sedang melihat Cale ataupun berbicara kepadanya, tapi sudah jelas pertanyaan itu ditujukan kepada Cale.

Cale menjawab pertanyaan cerdik kedua anak kucing itu.

“Pura-pura tidak tahu.”

“Sama seperti naga itu?”

“Ya.”

Dua anak kucing itu menganggukkan kepala untuk menunjukkan mereka sudah mengerti. Cale melihat mereka mengangguk, lantas menyilangkan kedua lengannya dan menutup matanya.

‘Bintang Penyembuhan.’

Itu adalah nama kekuatan kuno yang dia tulis di suratnya kepada Cage dan Taylor. Alasan Cale tahu tentang kekuatan ini adalah karena insiden Teror Alun-Alun Kota.

‘Bintang Penyembuhan’, adalah kekuatan sekali-pakai yang mampu menyembuhkan cedera atau penyakit apapun ke kondisi tubuh awal yang sehat. Putra mahkota memiliki kekuatan itu. Mendiang ratu memberikan kekuatan itu kepadanya.

Dalam insiden Teror Alun-Alun Kota, organisasi rahasia itu menjalankan aksinya begitu keluarga kerajaan tiba. Bom sihir di seluruh ibu kota dan di alun-alun kota meledak bersamaan pada saat itu.

Di novel, Choi Han hanya mampu menghentikan sekitar setengah bom itu. Itu sendiri sudah luar biasa, sehingga kerajaan menganggapnya sebagai pahlawan, tapi Choi Han sendiri merenungkan tentang nyawa korban pengeboman itu, membuat kebenciannya kepada organisasi rahasia itu bertambah besar.

‘Pada saat itu, organisasi rahasia itu memasang bom pada beberapa orang dalam insiden itu.’

Choi Han, bersama si mage jenius Rosalyn, melindungi orang-orang dari bom dan membantu mereka menyelamatkan diri. Pada saat itu, ada seorang laki-laki tua yang Choi Han gagal selamatkan.

Laki-laki itu kehilangan lengan dan kaki kanannya saat berusaha melepas bom dan membuangnya jauh dari dirinya, dan insiden ini membuat Choi Han sangat kecewa. Melihat tubuh orang tua yang terluka itu, putra mahkota teringat pada ‘Bintang Penyembuhan’. Itulah awalnya bagaimana kekuatan itu diperkenalkan di novel.

Tentu saja, putra mahkota tidak menggunakan kekuatan itu kepada si orang tua. Sebagai gantinya, dia menghibur Choi Han, yang merasa bertanggung jawab atas kematian orang tua itu, dan mengangkatnya menjadi seorang pahlawan.

‘Itu wajar saja.’

Cale tidak beranggapan putra mahkota itu membuat keputusan yang salah. Siapa yang bisa menghakiminya karena ingin menggunakan kekuatannya untuk dirinya sendiri? Tentu saja, Choi Han atau Rosalyn akan menggunakannya untuk orang tua itu.

“Ngomong-ngomong, apa adik naga masih membuntuti kita?”

Cale menganggukkan kepala mendengar pertanyaan Hong.

‘Karena sudah terlanjur begini, sekalian saja aku manfaatkan naga itu untuk kepentinganku juga.’

Rencana awalnya adalah untuk menyelamatkan naga itu dan tidak berhubungan lagi dengannya, tapi jika naga itu ingin mengikutinya sepanjang negeri bagai seekor anak anjing, sekalian saja dia memanfaatkan naga itu dengan baik. Dia juga sudah memikirkan tentang bagaimana cara memanfaatkan naga itu selama beberapa malam terakhir.

Cale tahu lokasi 5 bom sihir yang Choi Han temukan di novel, tapi dia tidak yakin mengenai lokasi kelima bom sihir lainnya yang pada akhirnya meledak.

Kelima bom yang diketahui lokasinya ditemukan satu demi satu dengan menggunakan kekuatan deteksi mana level-jenius milik Rosalyn.

Tapi sekarang, Cale memiliki seseorang yang jauh lebih baik dari Rosalyn dalam mendeteksi mana, seseorang yang mengikutinya bagaikan seekor bebek yang tersesat.

“Sekalian saja menyuruhnya bekerja keras.”

Kedua anak kucing itu tersentak mendengar ucapan Cale, tapi Cale tidak menyadarinya karena dia sedang sibuk memikirkan semua pekerjaan yang akan dia suruh naga itu lakukan di ibu kota. Naga itu, yang tidak tahu-menahu tentang ini, lagi-lagi mengantarkan seekor babi liar ke tempat kemah pagi-pagi sekali.

Cale, yang bangun kesiangan setelah bergadang semalaman merencanakan hal-hal yang perlu dituntaskan di ibu kota, pergi keluar untuk memeriksa babi liar itu lantas menyadari suasana yang aneh.

Dia makan dan tidur di kereta tadi malam. Dia berusaha keras agar tidak berinteraksi dengan Taylor dan krunya. Itu sebabnya dia tidak mengerti suasana ganjil, dan agak suram ini.

“Hans. Apa yang sedang terjadi?”

Hans tersenyum canggung dan menyapa Cale. Hans, begitu juga dengan anggota rombongan Cale yang lain, dengan cepat menampik rasa curiga mereka terhadap daging dan buah yang diantarkan ke mereka.

Walaupun Cale tidak tahu apa yang Ron pikirkan tentang ini, karena Cale dan Choi Han berkata ini tidak apa-apa mereka hanya tidak mempertanyakannya lebih jauh.

Mudah meyakinkan Beacrox karena dia selalu senang melihat bahan makanan dari kualitas terbaik muncul setiap pagi.

“Haha, tuan muda, apa Anda baru bangun?”

Hans melirik perlahan ke arah Taylor dan Cage, lantas menghampiri Cale.

“Begini, saya pikir tuan muda Taylor salah paham.”

“Salah paham?”

Cale dapat melihat babi liar, juga Taylor di kursi roda, dan Cage yang mendorong kursi roda Taylor di belakangnya. Dia mendekati babi liar yang sudah tidak bernyawa itu dan berdiri di sebelah kursi roda lantas bertanya.

“Apa yang sedang terjadi?”

Seperti biasa, babi liar yang naga itu antarkan ukurannya sangat besar. Lebih besar dari seekor harimau, jenis babi liar yang akan membuat Beacrox lumayan bersemangat.

Dan, seperti biasa, di sebelah babi liar itu terdapat sebuah gambar. Naga itu pasti merasa kesulitan menggambar garpu, karena kali ini hanya ada gambar pisau.

“…Tuan muda Cale. Saya minta maaf.”

‘Omong kosong apa ini?’

Taylor tersenyum dengan raut muka bersalah di wajahnya saat dia mengalihkan pandangan dari babi liar itu.

“Sepertinya pergerakanku telah dilacak.”

Pergerakan? Cale lantas dapat mendengar Cage si pendeta bergumam di belakang Taylor. Dia tampak marah.

“Kita pergi diam-diam, jadi bagaimana ini mungkin? Ada seseorang yang bisa menghindari deteksiku? Ini benar-benar keterlaluan!”

‘Bagaimana mungkin seseorang pada level dirimu bisa mendeteksi seekor naga?’

Cale dapat  mengira-ngira apa yang sedang terjadi.

Sesuatu, atau seseorang, yang mampu menangkap babi liar berukuran besar dengan sangat mudah dan meletakkannya di tempat kemah mereka tanpa terdeteksi oleh Cage si pendeta atau siapapun juga. Kekuatan dan keahlian mengendap-endapnya hanya dapat dilakukan oleh seorang ahli. Di sebelahnya terdapat gambar sebuah pisau.

Bagi Cale itu gambar sebuah pisau kecil, tapi tampaknya mereka melihatnya sebagai pisau yang sangat besar. Cale memandangi Taylor, yang sedang menatapnya dengan rasa putus asa dan penyesalan.

“…Tuan muda Cale. Kejadian ini – “

“Beacrox.”

Cale memanggil Beacrox.

Putra kedua Marquis Stan, Venion, kemungkinan sedang sangat sibuk saat ini. Mengapa orang seperti dia mau menaruh perhatian pada putra tertua yang lumpuh? Toh Venion tidak tahu, ‘Bintang Penyembuhan’ ada di ibu kota.

“Ya, tuan muda?”

Beacrox, yang sedang berdiri dengan pisau dapurnya, menjawab dengan rasa senang di wajahnya.

“Sepertinya kita akan sarapan dengan steik.”

“Tuan muda, tampaknya kita sekali lagi akan mendapat steik dengan kualitas terbaik.”

Taylor, yang sedang menatap Cale dengan ekspresi kosong, tiba-tiba berbicara.

“…Sekali lagi?”

Cale menganggukkan kepala dan menjawab.

“Kami memliki seseorang di rombongan kami yang mengantarkan makanan kepada kami.”

“…Siapa itu?”

Cale mendengus lantas menjawab.

“Dia orangnya pemalu jadi Anda tidak akan bisa melihatnya.”

Cale melihat dedaunan di pohon tidak jauh dari tempat kemahnya bergerak naik turun dan menggelengkan kepalanya. Cale yang menggelengkan kepala membuat wajah Taylor dan Cage memerah karena malu.

“Ahem. Saya, saya mengerti. Sepertinya kami sudah salah paham.”

“Bukan salah Anda. Beacrox adalah koki yang sangat hebat, jadi silakan menyantap steik sebelum Anda pergi.”

Beacrox berhenti mengelus-elus babi liar itu dan mendongak ke arah Cale. Cale tidak dapat melihat Beacrox karena apa yang Taylor katakan kemudian.

“Tuan muda Cale, saya dengar Anda sedang menuju ibu kota. Jika Anda berkenan, boleh kami mengikuti di belakang Anda?”

‘Sudah kuduga akan jadi begini.’

Seperti yang Cale sudah duga.

“Silakan lakukan apapun yang terbaik bagi Anda.”

Tidak mungkin mereka akan tahu bahwa dialah yang menulis surat itu hanya karena mereka bepergian bersamanya. Jika akhirnya akan jadi seperti ini, sekalian saja dia menjaga mereka sampai ibu kota dan membuat mereka berhutang budi padanya.

Kedua orang ini akan menjadi sangat berguna di masa depan jika dia memanfaatkan mereka dengan tepat.

“Terima kasih. Kami akan berada di bawah perlindungan Anda hingga kita tiba di dekat ibu kota.”

Cale tersenyum kecil mendengar kata-kata Taylor.

‘Setidaknya dia benar-benar sadar diri.’

Sampai di dekat ibu kota. Taylor hanya meminta tolong sampai di lokasi yang tidak akan mempersulit Cale maupun Count Henituse saat berhadapan dengan Venion atau Marquis Stan karena berhubungan dengan Taylor yang lumpuh. Akan ada banyak masalah jika mereka pergi ke ibu kota bersama-sama.

“Kita akan tentukan itu nanti.”

Tentunya, Cale punya pendapat berbeda. Masih ada banyak benda di kotak sihirnya yang belum Cale gunakan.

“Tentu saja. Silakan beritahu kami kapanpun yang paling baik bagi Anda, tuan muda.”

“Tentu.”

Taylor dan Cage menatap Cale yang menjawab santai dengan rasa penasaran. Akan tetapi, Cale menghindari tatapan mereka dan berbicara kepada Hans.

“Bawakan makananku ke kereta.”

“Ya, tuan.”

Cale kembali ke keretanya. Pada saat itulah, seseorang memanggil namanya.

“Tuan muda Cale.”

Dia adalah Cage. Dia terlihat menderita sakit kepala, saat dia mulai mengerutkan kening dan berjalan ke arah Cale. Cale merasakan firasat buruk saat melihat Cage menghampirinya.

“Ada yang bisa saya bantu, pendeta-nim?”

“Apa Anda benar-benar tidak percaya kepada dewa?”

‘Dia mau apa lagi sekarang?’

“Ya, tidak satupun.”

“…Saya mengerti.”

Cale segera menuju ke keretanya setelah mendengar respons Cage. Taylor menghampiri Cage yang memandangi Cale berjalan menjauh.

“Ada apa?”

Cage jarang melibatkan diri dengan orang lain selain orang-orang dari kuil atau teman dekatnya. Itu sebabnya sangat aneh bagi Taylor melihat Cage mengerutkan dahi dan mengajak Cale berbicara. Cage menggelengkan kepala dan menjawab dengan ekspresi yang sangat getir.

“Ini aneh.”

“Apanya?”

“Yah, rasanya seperti.”

Cage menyentuh bagian belakang kepalanya.

“Aku punya perasaan Dewa Kematian sedang mengelus-elus belakang kepalaku dengan ekspresi simpati.”

“…Perasaan macam apa itu? Apa kamu semalam tidak tidur nyenyak?”

 “Mungkin.”

Cage terus merasa begitu setiap kali dia melihat Cale. Dia dulu pernah merasakan hal yang sama ketika kuil memaksanya melakukan pekerjaan kasar untuk membangun kuil baru. Dia merasa perasaan yang sama ketika dia tumbang karena kelelahan dan Dewa Kematian melihat Cage dengan rasa khawatir.

‘Tidak mungkin tuan muda Cale akan menyuruh-nyuruh kami seperti kuil sialan itu.’

Cage memutuskan Taylor mungkin benar kalau dia tidak tidur dengan baik, dan berusaha menghalau perasaan ini.

Itulah bagaimana rombongan Cale bertambah besar dan mereka meneruskan perjalanan menuju ibu kota tanpa masalah lain.

Setiap kali Cale jenuh duduk dan keluar dari kereta, rombongan Taylor terus menatapnya, tapi mereka tidak sekalipun mengobrol.

Mereka terus bepergian seperti itu hingga mereka tiba di sebuah penginapan sejauh satu hari perjalanan dari ibu kota.

“Tuan muda Cale, Anda suka alkohol, kan?”

Taylor dan Cage datang menemui Cale.

“Apa yang bisa saya bantu?”

Cale ingin tahu kenapa mereka mengunjunginya selarut ini, tapi ekspresinya tidaklah begitu ganjil. Taylor tersenyum melihat sikap Cale.

“Cale Henituse, pembuat onar yang tak bisa melewati hari tanpa alkohol.”

Ketika Taylor masih menjadi calon penerus Marquis, dia juga telah menerima semua informasi tentang para bangsawan. Informasi tentang Cale sangat unik sehingga mustahil dia melupakannya.

“Tapi saya rasa itu tidak sepenuhnya benar.”

Akan tetapi, Cale sangat berbeda dibandingkan informasi yang dia terima. Dia tinggal di kereta sepanjang hari agar mereka dapat merasa tenang, dan bermurah hati memberi mereka perlakuan terbaik yang mungkin mereka dapatkan. Bawahannya juga mempercayai dan menurutinya.   

Yang paling penting, dia memperlakukan mereka berdua layaknya orang biasa.

“Anda berbeda dari rumor.”

Mereka sekarang berada tepat di depan ibu kota. Taylor dan Cage harus bergerak sembunyi-sembunyi mulai besok pagi. Tentu saja, mereka harus melangkah masuk dengan percaya diri saat memasuki istana kerajaan.

Tetapi ada banyak hal yang perlu dipersiapkan sebelum itu terjadi. Namun, mereka telah membulatkan tekad untuk melakukan hal yang berbeda dengan rencana awal mereka.

Mereka telah mengamati Cale Henituse selama seminggu lebih. Orang ini kini mengisi pikiran Taylor dan Cage.

“Tuan muda Cale. Anda tidak keberatan berbagi minuman dengan kami sebelum kami pergi, kan?”

 

_________________________

 

* Necromancer = sebutan untuk orang yang dapat membangkitkan orang hewan, monster, dsb. yang sudah mati (biasanya dalam bentuk tulang-belulang) dan mengendalikan mereka layaknya pasukan perang.

 

***

Proofreader: Tsura


<<<

Chapter Sebelumnya                   

>>>             

Chapter Selanjutnya 

===

Daftar Isi


Trash of the Count’s Family (#25)

 


Pembuat Onar di Keluarga Count

Chapter 25: Balas Budi (5)


Larut malam di sebuah rumah kecil berlantai dua di pinggiran Kota Puzzle. Satu-satunya cahaya di area itu berasal dari lampu di lantai pertama rumah kecil ini, yang memancar keluar melalui jendela. Putra sulung Marquis Stan, Taylor, pemilik rumah itu, mengerutkan kening.

“Apa yang terjadi?”

“Sial. Ugh. Sebentar. Jangan ajak aku bicara sekarang.”

Cage, pendeta wanita Dewa Kematian, mencengkeram kepalanya dengan kesakitan.

Klang.

Cangkir bir di tangannya jatuh ke lantai. Taylor dan tiga bawahannya segera menghampiri Cage.

“Kenapa? Apa dewa mengatakan sesuatu kepadamu lagi?”

Taylor memandanginya dengan prihatin. Dewa Kematian berbicara kepada Cage dari waktu ke waktu. Ini terjadi suatu hari dan kadang-kadang muncul seperti ini. Cage menyembunyikan hal ini dari gereja, dan hanya Taylor dan ketiga bawahannya yang tahu tentang ini.

“Ah, menyebalkan sekali!”

Setelah bergumul untuk beberapa saat, Cage melompat berdiri dan keluar ke pintu belakang rumah itu. Dia berjalan dengan tergesa-gesa. Dia masih mencengkeram kepalanya dan sedikit terhuyung, tapi tatapannya tetap fokus pada pintu belakang.

Taylor menyuruh bawahannya agar tetap diam di tempatnya lantas mendorong kursi rodanya dan menyusul Cage.

‘Apa seseorang menyelinap masuk?’

Rumah itu mungkin kecil, tapi ada banyak alarm sihir terpasang di sana-sini. Taylor terlalu paranoid untuk tidur tanpa alarm-alarm ini gara-gara adik laki-lakinya.

Setelah kedua lututnya dihancurkan oleh seorang pembunuh bayaran di kamarnya sendiri di kediaman Marquis, tidak ada lagi tempat yang Taylor anggap aman.

“Cage. Apa yang terjadi?”

“Tunggu.”

Brak!

Cage membanting pintu terbuka.

Taylor hanya dapat melihat sebuah halaman belakang yang lengang. Tenang dan sunyi, seperti biasa. Beberapa lampu menerangi taman itu, menjadikannya area paling terang di rumah itu.

Cage buru-buru ke halaman belakang dan Taylor mengikuti di belakangnya. Cage berjalan hingga pagar pembatas rumah dan terperanjat.

“Ha!”

Tempat ini terletak tepat di luar jangkauan alarm. Di atas pagar itu tampak sebuah menara batu kecil yang tersusun dari lima batu kecil.

Menara batu itu cukup besar untuk ditemukan seorang kesatria yang tinggal di rumah ini ketika dia berpatroli nantinya.

“…Sialan. Ini beneran.”

Kata-kata kasar keluar dari mulut Cage. Taylor tiba di samping Cage dengan kursi rodanya dan melihat menara batu di atas pagar dengan kebingungan.

“Apa ini?”

Mendengar pertanyaan Taylor, Cage membaca pesan yang ditulis dengan kapur di sebelah menara batu.

“’Hancurkan ini jika kamu ingin harapanmu dikabulkan.’ Begitu katanya.”

Rasa bingung dan penasaran keduanya memenuhi wajah Taylor bergantian. Cage mendesah melihat Taylor dan menekan pelipisnya dengan jarinya.

“Aku menyarankan kamu menghancurkannya. Tidak, ini kedengarannya gila, tapi dewa menyuruh untuk menghancurkannya.”

“…Apa?”

“Ini pertama kalinya dewa mengatakan sesuatu yang bukan omong kosong. Kenapa dia banyak sekali bicara belakangan ini? Dia biasanya bicara kepadaku mungkin sekali setahun.”

“Apa hubungannya dengan menara batu ini?”

Cage menoleh untuk membuat kontak mata dengan Taylor.

“Titik balik kehidupan kita. Itu yang dikatakannya.”

Dewa Kematian hanya datang kepada Cage ketika dia sedang tidur. Tidur tidak jauh berbeda dengan kematian. Itu sebabnya mengapa tidur merupakan semacam jalan bagi Dewa Kematian. Akan tetapi, kali ini, dia mendengar dewanya ketika dia sedang minum-minum.

Cage beranggapan Dewa Kematian marah padanya karena terlalu banyak minum bir. Itu sebabnya dia menyambut pesannya. Dia ingin agar dewa ini berhenti menaruh perhatian padanya. Akan tetapi, Dewa Kematian memiliki pesan yang berbeda untuknya.

“’Keputusannya ada di tanganmu. ‘Tapi, jangan hancurkan jika kamu ingin hidup damai.’ Begitu katanya.”

Dia memandangi menara batu itu. Ada sesuatu di bawahnya.    

“Ada sebuah surat di bawah menara batu ini. Kurasa mereka menumpuk menara batu ini demi surat itu.”

Dia menoleh untuk melihat sahabatnya, Taylor. Taylor harus mendongak dari kursi rodanya, jadi, meskipun dia bisa melihat menara batu itu, dia tidak dapat melihat surat di bawahnya.

“Aku tidak merasakan kekuatan aneh menyelubungi menara batu ini.”

Meskipun dia tidak sepeka mage*, menggunakan kekuatan dewa membuat Cage lumayan peka dan intuitif terhadap lingkungan sekitarnya. Dia akan bisa merasakan jika ada kutukan atau energi negatif yang menyelimuti sebuah benda atau tempat. Dia, bagaimanapun juga, adalah pelayan Dewa Kematian.     

Dia menunggu jawaban Taylor.

Taylor menatap langit malam, lantas perlahan berpaling untuk melihat Cage.

“Hancurkan.”

Cage serta merta meninju menara batu di depannya.

Buk. Buk. Buk.

Batu-batu di atas pagar itu berjatuhan. Taylor melihatnya dengan tatapan kosong.

‘Jangan hancurkan jika aku ingin hidup damai?’

Taylor tidak pernah hidup dengan damai. Dia juga tidak ada keinginan untuk bisa hidup damai. Dia mencari cara untuk menyembuhkan kakinya dan terus berusaha. Kemudian-

‘Aku akan memporak-porandakan keluarga terkutukku ini.’

Taylor menjulurkan tangannya dan Cage menyodorkannya amplop itu. Taylor segera membuka amplop itu dan menemukan bahwa surat itu ditulis dengan sihir untuk mencegah orang-orang agar tidak bisa mengenali tulisan tangan si pengirim. Bangsawan sering menggunakan alat ini.

Taylor membuka surat itu tanpa sedikit pun keraguan. Dua baris pertama dari surat itu, yang terlihat melalui sorot lampu-lampu di halaman, segera menarik perhatiannya.

[Putra mahkota memiliki sebuah kekuatan kuno. Disebut dengan ‘Bintang Penyembuhan’, dan tidak berguna baginya. Itu adalah kekuatan sekali-pakai yang dapat menyembuhkan segala jenis luka.]

[Dia sedang berusaha menukarnya dengan siasat untuk menahan pangeran kedua dan pangeran ketiga.]

Tangan Taylor gemetar.

“Apa yang terjadi?”

Cage mematung setelah melihat ekspresi Taylor dan tangannya yang gemetar. Namun, dia segera menjadi tenang.

“Ha!”

Itu karena Taylor tertawa. Dia lalu menyodorkan surat itu kepada Cage.

“Ini akan benar-benar menjadi titik balik kehidupan kita.”

“Apa yang sedang kamu bicarakan?”

Cage mengambil surat dari Taylor dan membacanya. Dia berhenti sejenak setelah membaca tentang kekuatan kuno dan Putra Mahkota, lalu meneruskan membaca sisanya. Kepalanya tersentak setelah membaca bagian bawah surat itu.

[Kakimu mungkin tidak dapat bergerak, tapi kepala, lengan, mata dan mulutmu bisa. Bagian tubuhmu yang lain masih sangat hidup.]

[Keputusan ada di tanganmu, Taylor Stan, putra sulung Marquis Stan.]

Taylor menatap ke arah kegelapan di pojok halaman lantas berkata.

“Cage.”

“Ya?”

“Mari serahkan tempat ini kepada kepala pelayan, dan menuju ke ibu kota untuk sekarang.”

“Oke.”

Dia memutuskan untuk mengikuti keputusan Taylor. Dia adalah seseorang yang telah mengalami kematian lebih sering daripada orang lain karena dia adalah pendeta Dewa Kematian, sehingga menjadikannya sangat menghargai kehidupan.

“Aku yakin Taylor yang cerdas akan mengurus semuanya. Kamu cukup mahir melakukannya.”

Cage mempercayai pemikiran dan kemampuan Taylor.

“Kamu benar. Aku dulunya cukup mahir.”

‘Dulunya.’ Cage memandangi Taylor setelah mendengarnya menggunakan kalimat bentuk lampau.

“Aku harusnya tahu bagaimana menjaga diriku sendiri.”

Sayangnya, kaki Taylor cedera karena dia tidak menjaga dirinya sendiri dengan baik dengan membiarkan dirinya lengah.

Taylor mengangkat kepalanya untuk melihat rumah kecil berlantai dua itu. Dia telah cukup frustasi berada di sini selama beberapa bulan terakhir mengikuti petunjuk yang dia bahkan tidak tahu benar atau tidak. Daripada meneruskan upaya yang sia-sia ini, akan lebih baik untuk pergi sementara waktu.

Setidaknya Dewa Kematian tidak berbohong. Taylor saat ini membutuhkan sebuah titik balik. Dia lantas berujar.

“Jika Putra Mahkota, maka kita perlu menyesuaikan waktunya dengan acara kerajaan. Kita harus bergegas.”

“Baiklah. Ayo bergegas.”

 “Apa tidak apa-apa? Kita akan bertemu dengan orang-orang dari kuil jika kita pergi ke ibu kota.”

“Memangnya apa yang bisa mereka perbuat? Mengusirku? Itu justru bagus. Aku hanya mencemaskanmu.”

“Terima kasih.”

“Tidak perlu.”

Mereka tersenyum satu sama lain dan berbicara bersamaan, saat Cage mengangkat surat itu.

“Si penyelamat.”

Yah, mereka tidak bisa memastikan apakah orang ini adalah penyelamat meraka atau bukan, tapi mereka berdua punya firasat bahwa penulis surat ini adalah penyelamat mereka. Itu berarti bahwa, mereka perlu mencari penyelamat ini dan membalas budi.

Dua pasang mata bertemu, yang tampak jernih dan tanpa ada bekas minum-minum dari beberapa saat yang lalu, diam-diam menatap surat itu. Itu adalah tatapan dari orang yang telah menemukan titik balik kehidupan mereka.

Kucing merah yang mengamati semua ini dari atap sebuah rumah berbisik kepada kakak perempuannya, On.

“Noona, kita sekarang bisa pulang, kan?”

“Ya. Kita sudah melakukan tugas kita. Ayo kita makan daging.”

“Woohoo!”

Kedua anak kucing itu melompat dari atap ke atap dan kembali ke rumah mereka.


***


Keesokan harinya, Cale berdiri dengan kedua tangan bersedekap dan wajah masam. Tatapannya memandangi seseorang di depannya dari atas ke bawah.

Pakaian yang Cale kenakan bahkan lebih mencolok dan mewah daripada biasanya.

‘Tuan muda! Bahkan jika saya, Hans, tidak di sana, bagaimana Anda bisa berguling-guling di atas gunung?’

‘Saya, Wakil Kapten, yang harusnya menemani Anda!’

‘Aigoo**, tuan muda. Ron ini jadi sangat sedih.’

Cale terpaksa memakai pakaian mencolok karena dia merasa kesal dengan tatapan yang dia terima setelah pulang dalam keadaan berantakan akibat merangkak melewati gua. Pakaian mewah yang dia kenakan tampak serasi dengan rambut merah cerahnya. Cale sudah pasti tidak kalah dalam hal tampang.

Tapi ada alasan lain mengapa Cale terlihat jengkel saat ini.

“Kamu akan pergi seperti itu?”

Mereka sedang berdiri di depan penginapan. Cale berdiri dengan kedua tangan menyilang di dada dan menatap Choi Han. Choi Han hanya membawa sebuah kantong kecil dan sebilah pedang.

“Ya.”

Tidak ada acara jamuan atau pesta perpisahan spesial untuk Choi Han yang akan pergi. Baik Cale maupun Choi Han tidak menginginkan sesuatu seperti itu.

Itu sebabnya perpisahan ini juga cukup sederhana.

Cale, dua anak kucing, Hans, Ron, Beacrox dan Wakil Kapten. Hanya mereka. Kehadiran Wakil Kapten di sana sedikit janggal, tapi dia berdiri di sana dengan tampang masam seperti Cale saat dia mengucapkan selamat jalan.

“Haaahhh.”

Cale mendesah lantas mengeluarkan sebuah kantong kecil dari sakunya dan melemparkannya ke Choi Han. Choi Han menangkapnya dengan mudah. Dia mengenali kantong itu. ukurannya sama dengan kantong yang Cale berikan ke Naga Hitam. Choi Han membuka kantong itu dan menemukan ramuan obat serta benda-benda berguna lain di dalamnya. Choi Han mengangkat kepalanya dan melihat Cale. Cale berbicara dengan ketus saat mereka membuat kontak mata.

“Apa? Kamu mau apa? Buang saja kalau kamu tidak mau.”

Choi Han tidak mengatakan apapun, tapi Cale mengucapkan apapun yang dia inginkan. Dia lantas berbalik dan berjalan masuk ke kamarnya.

“Selamat jalan.”

Ekspresi Cale datar saat dia berbalik setelah mengucapkan selamat jalan. Tidak ada alasan lagi untuk bertemu Choi Han. Yah, setidaknya, satu kali lagi. Mereka akan bertemu lagi sesampainya di ibukota, sebelum dia mengirim Choi Han pergi dengan Ron dan Beacrox, dengan beberapa perintah. Setelah itu, dia berencana untuk tidak berhubungan dengan Choi Han sama sekali.

“Saya akan segera kembali.”

Respons Choi Han, yang terdengar sedikit gembira, membuat Cale merinding, tapi dia tidak menoleh ke belakang. Choi Han merasa sikap Cale yang tidak menoleh ke belakang itu memang sudah ciri khasnya. Tatapannya lalu berpaling ke anggota rombongan yang lain.

“Sampai jumpa di ibu kota!”

“Ahem. Aku akan berlatih agar aku bisa menjadi penjaga pribadi tuan muda saat kita di ibu kota nanti.”

Wakil Kepala Pelayan Hans mengucapkan salam perpisahan dengan ceria, sedangkan Wakil Kapten merespons dengan suara yang sangat kesal.

“Aku akan menjaga pedangku tetap tajam.”

“Sampai jumpa nanti.”

Beacrox dan Ron juga mengucapkan salam perpisahan. Tentu saja, kedua anak kucing itu menepuk kaki Choi Han dengan cakar mereka sebagai salam perpisahan.

Akhirnya, si Naga Hitam, yang selama ini menggunakan sihir menghilangnya untuk berada di halaman saat siang hari dan berbaring di jendela Cale saat malam hari, mengirim mana tak terlihat kepada Choi Han.

“Aku sudah menerima banyak hal, tapi tampaknya aku terus yang menerima sesuatu.”

Choi Han menaruh kantong sihir ke dalam sakunya lantas tersenyum. Cale tidak dapat melihatnya karena dia sudah berbalik, tapi ini pertama kalinya anggota rombongannya melihat Choi Han tersenyum dengan cerah.

“Sampai bertemu di ibu kota.”

Choi Han berpamitan dengan hormat lantas berjalan keluar dari penginapan.

Seseorang sepertinya, yang telah menghabiskan puluhan tahun seorang diri yang bahkan terasa lebih buruk dari kematian, sekarang punya tempat untuk kembali. Dia juga memiliki orang-orang yang harus dia balas budinya.

‘Aku harus memastikan untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik.’

Choi Han berjalan menjauh dari Cale dan rombongan, dan keluar dari Kota Puzzle.


***


Keesokan harinya, rombongan Cale menaiki kereta kuda dan bersiap meninggalkan Kota Puzzle.

“Tuan muda, kami siap berangkat.”

“Oke.”

Cale menganggukkan kepalanya mendengar ucapan Ron, dan Ron segera menutup jendela lantas memerintahkan kereta untuk mulai bergerak. Mereka memulai perjalanan mereka kembali.

“Apa yang kalian lihat?”

Cale menatap dua kucing bersaudara, yang terlihat gelisah sambil berusaha menghindari tatapan Cale. Dua anak kucing itu tersentak dan memalingkan pandangan mereka. Cale tersenyum.

“Ada apa? Apa kalian bertemu naga atau semacamnya?”

Akh. Cale mendengar kedua kucing itu terkesiap, namun mengabaikannya. Choi Han mungkin sudah pergi, tapi sekarang seekor naga tengah mengikuti mereka. Akan tetapi, dia tidak punya waktu untuk mengkhawatirkan hal itu.

Setelah satu hari perjalanan, mereka sekarang sedang bersiap untuk membuat kemah.

“Permisi, jika berkenan, sudikah Anda berbagi tempat berkemah Anda?”

Sebuah kereta kuda tiba di area tempat Cale berkemah, dan seseorang yang tampaknya si pengemudi turun dan menghampiri Wakil Kapten.

“Boleh saya tahu siapa Anda?”

Wakil Kapten bertanya, meskipun dia sudah tahu jawabannya setelah melihat lambang ular merah di baju zirah si pengemudi. Pengemudi itu membungkukkan badan ke arah Wakil Kapten dan Cale yang berada di belakangnya dan memperkenalkan diri.

“Nama saya Tom, dan saya berasal dari kediaman Marquis Stan.”

‘Sial.’

Cale hampir mengatakannya keras-keras, saat dia melihat kereta kuda lusuh tanpa lambang keluarga. Jendela kereta itu terbuka dan Cale dapat melihat wajah Taylor Stan.

“Nama saya Taylor Stan. Saya melihat lambang keluarga Count Henituse, dan ingin meminta tolong, meskipun saya yakin ini bukan hal yang pantas.”

Jika tempat berkemah milik Count Henituse yang kuat, Taylor berpikir dia akan aman untuk malam itu. Tapi di mata Cale itu bukanlah sesuatu yang bagus.

Sekarang Cale telah bertemu dengan Taylor putra sulung Marquis Stan dan Cage si pendeta gila. Dia teringat naga yang mungkin saat ini sedang memburu celeng atau rusa lantas mengerutkan kening.

‘Sial.’

Satu pergi, malah tiga lainnya muncul.

 

___________________________


*Mage = penyihir. Untuk selanjutnya saya akan memakai kata ‘Mage’ seperti di versi Bahasa Inggrisnya.

** Aigoo = seruan dalam bahasa Korea yang biasanya digunakan saat merasa sedih, kesal, atau jengkel; sepadan dengan ‘Ya ampun’ dalam bahasa Indonesia.

 

***

Proofreader: Tsura

 

<<<

Chapter Sebelumnya                   

>>>             

Chapter Selanjutnya 

===

Daftar Isi