Monday, March 15, 2021

Trash of the Count’s Family (#27)

 


Pembuat Onar di Keluarga Count (Ep. 30 - 31)

Chapter 27: Kamu (2)

 

“Masuklah.”

Cale memberi isyarat agar mereka masuk ke kamarnya, lantas Cage mendorong kursi roda ke dalam. Sesudah mereka bertiga duduk di meja, Cale bahkan tidak melirik alkohol itu dan bertanya.

“Apa yang sebenarnya kalian inginkan?”

Suara Cale sangat dingin dan datar seperti biasa. Akan tetapi, ini hanya meyakinkan Taylor bahwa orang di depannya bukanlah seorang pembuat onar. Malahan, dia lebih cerdas dibanding kebanyakan orang sangka.

Taylor tidak datang kemari semata untuk minum dengan Cale. Alkohol hanya terasa enak jika kamu minum dengan nyaman bersama orang yang kamu percaya. Minum dengan orang lain hanya untuk memudahkan perbincangan dan mengamati pihak lain.

“Menurut Anda, saya orang yang seperti apa, tuan muda Cale?”

Cale mengamati Taylor tanpa suara setelah mendengar pertanyaan ini, lantas mendekati tempat tidurnya dan mengambil sebuah kantong kecil. Dia membawanya kembali dan meletakkannya di atas meja.

Suara denting logam memenuhi ruangan saat kantong kecil itu sedikit terbuka. Di dalam kantong terdapat banyak koin emas, perak dan perunggu. Suara Cale yang percaya diri mengisi ruangan.

“Saya tidak tahu mengapa Anda pergi ke ibu kota saat ini, ketika perhatian semua bangsawan di kerajaan terpusat di ibu kota, tapi saya yakin hanya ada satu hal orang seperti Anda yang sedang menuju ke sarang singa inginkan dari saya.”

Cale sudah menduganya sejak mereka meminta untuk mengikutinya ke ibu kota, serta setiap kali dia merasakan tatapan mereka sepanjang perjalanan.

“Keluarga Henituse yang kaya raya. Kalian ingin uang, kan?”

Haahhh.

Pendeta Cage menghela napas yang terdengar hampir seperti seruan kekaguman. Taylor adalah seseorang yang dulunya bermain di atas sebelum jatuh dari puncak, tapi Cage adalah seseorang yang selalu berada di bawah. Bagi seseorang seperti Cage, Cale adalah individu yang unik.

Dia meminta alkohol kepada wakil kepala pelayan kapanpun dia senggang. Dia sama sekali tidak peduli pada apa yang bawahannya lakukan, dan hanya menyantap makanan dari kualitas terbaik.

Dia hanya menginap di penginapan paling mewah, dan selalu terlihat santai. Dia juga tidak peduli pada apa yang dia katakan ke orang lain.

Akan tetapi, dia jelas-jelas bukan pembuat onar. Temannya, Taylor, bahkan lebih memahami ini dibanding dirinya.

“Jadi Anda sudah tahu.”

“Itu hal yang gampang.”

Cale menjawab seolah-olah tidak sulit menebaknya.

“Melihat bagaimana Anda bepergian, Anda kelihatannya kekurangan uang. Agar bisa tinggal di ibu kota, khususnya secara sembunyi-sembunyi, Anda butuh uang melebihi apapun. Saya yakin ini bukanlah rencana awal Anda, tapi sangat wajar melakukannya ketika Anda bepergian bersama si kura-kura emas.”

Taylor tidak dapat membantah apa yang Cale katakan. Itulah kebenarannya. Cale Henituse bukanlah seseorang yang berusaha menjauhinya, putra sulung yang disingkirkan oleh keluarganya. Meminta tolong pada Cale dan berharap mendapatkan uang adalah langkah terbaik mereka. Meskipun Cale menolaknya, sepertinya Cale tidak akan memberitahu Venion tentang permintaan Taylor. Kelihatannya Cale membenci hal-hal yang rumit.

Di mata Taylor, Cale adalah seseorang yang dengan sengaja bersembunyi dari orang lain.

“Terima kasih banyak, tuan muda Cale.”

Cale tidak berkata sesuatu seperti ‘sama-sama’. Alih-alih, dia bersiap untuk menjalankan rencana yang telah dia rancang dan pikirkan matang-matang semenjak mereka mulai mengikutinya.

“Apa Anda akan berangkat pagi-pagi sekali?”

“Ya. Kami berencana akan pergi diam-diam, dan datang ke sini untuk menemui Anda sebelum kami berangkat. Kami harus mengurus semuanya sendiri sekarang.”

Mata Taylor tampak jernih saat dia duduk di kursi roda. Tetapi Cale tidak dapat melihat perasaan positif di mata Taylor ketika bertatapan dengannya.

“Apa Anda akan masuk melalui kuil?”

Ketika ekspresi Taylor tampak menunjukkan keterkejutan akan bagaimana Cale bisa tahu, Cage menukas.

“Ya. Kami berencana masuk melalui kuil.”

Mereka berencana membuat Taylor menyamar menjadi anggota kuil dan menyusupkannya. Tetapi, melakukan itu akan membocorkan lokasi Cage kepada Kuil Kematian. Cage bersedia membahayakan dirinya demi Taylor. Namun, bahkan dengan menyusup seperti itu tidak menjamin mereka tidak ketahuan. Cale mengangkat masalah itu.

“Meskipun Anda masuk melalui kuil, Venion atau Marquis akan mendengar beritanya dalam 3 hari. Kemungkinan besar mereka juga punya informan di Kuil Kematian.”

“Anda benar-benar tahu banyak hal.”

Cage tersenyum. Ada satu hal yang Cage sadari tentang Cale.

“Tuan muda Cale, saya yakin ada alasan mengapa Anda sangat penasaran dengan rencana kami.”

Tap. Tap.

Jari telunjuk Cale mengetuk-ngetuk meja.

“Ambil uang ini dan beritahu penjaga penginapan bahwa Anda dan orang-orang Anda akan menginap di sini sehari lagi.”

Cale lantas mengangkat telunjuknya dan mengarahkannya kepada mereka berdua.

“Sedangkan kalian berdua, kalian akan naik di keretaku. Rombonganmu yang lain akan masuk ibu kota sehari setelahnya.”

Krieettt.

Cale mendorong kursi dan beranjak berdiri. Dia lalu pergi dan mengambil benda lain di kotak sihir, lantas meletakkannya di atas meja.

“Ini alat sihir yang akan membuat semua makhluk hidup di area tertentu menjadi tak kasatmata selama 5 menit.”

Inilah benda kedua yang harus disewa atas nama Billos.

‘Tuan muda, apa Anda berencana mencuri sesuatu?

‘Mencuri? Tidak, aku berencana merusak sesuatu.’

‘...Merusak sesuatu?’

Dia mulanya berencana menggunakan alat ini selama Insiden Teror Alun-Alun Kota, tapi dia sekarang memiliki alasan untuk menggunakannya lebih awal. Cale bersyukur itu bukan benda sekali pakai.

Kesunyian memenuhi ruangan begitu Cale berhenti berbicara. Cage dan Taylor melihat bolak-balik antara Cale dan benda itu, bibir mereka membuka dan menutup berulang kali, tapi mereka tidak dapat mengatakan apapun. Mereka akhirnya berhasil bertanya setelah terdiam beberapa saat.

“Kenapa-“

Tuan muda Taylor yang semenjak tadi diam, perlahan mulai bertanya.

“Kenapa Anda melakukan ini demi kami? Anda tidak mendapat keuntungan apa pun dari ini.”

‘Kenapa? Aku harus membantumu sedikit karena ini gara-gara aku. Toh ini tidak akan merugikanku sedikit pun.’

Lagi pula, jika Taylor berhasil mengambil alih posisi Marquis, Cale tidak perlu mengkhawatirkan ketamakan Marquis Stan atau Venion begitu peperangan dengan negara asing dimulai.

Itu akan membantu wilayah Henituse tetap tenang dan Cale dapat hidup dengan damai.

“Haruskah saya jawab?”

“Ya. Saya ingin mendengar alasan Anda.”

Taylor ingin mendengar jawaban Cale. Cale pun menjawab pertanyaan Taylor dengan datar. Jawabannya itu terdengar brutal dan dingin.

“Itu karena Anda sangat memprihatinkan. Saya ingin tahu apa yang sebenarnya membuat seseorang seperti Anda, seorang yang lumpuh yang tidak tahu kapan dia akan mati, melakukan semua hal ini. Bagi putra sulung seorang Marquis, meminta uang kepada pembuat onar dari keluarga Count, ini benar-benar memprihatinkan.”

Mulut Taylor perlahan membuka dan menutup, lantas dia mulai tertawa tanpa suara. Taylor lalu menepuk kedua lututnya dengan tangannya. Dia tidak dapat merasakan apa pun saat melakukan itu.

Akan tetapi, mata, hidung, mulut, tangan dan anggota tubuh Taylor yang lain masih dapat digunakan. Taylor tersenyum dengan cerah.

“Terima kasih atas simpati Anda. Saya membutuhkan simpati semacam itu.”

“Akan tetapi, ada satu syarat.”

Cale tidak menghiraukan ucapan terima kasih Taylor.

“Apa itu?”

“Lupakan semuanya.”

Cale mengulangi perkataannya sekali lagi, saat dia mendorong kantong berisi uang itu ke arah Taylor.

“Lupakan semua hal yang terjadi.”

Cale memperlihatkan bahwa dia bersedia menolong mereka, tapi dia tidak ingin terlibat dengan mereka lebih jauh lagi. Cage maju ke depan. Inilah alasan dia datang bersama Taylor.

“Tuan muda Taylor dan saya akan membuat sumpah kepada Dewa Kematian untuk tidak membocorkan apa pun. Saya yakin Anda tahu bahwa siapa pun yang melanggar sumpah atas nama Dewa Kematian akan tewas?”

“Ya, saya tahu. Tolong buat sumpah Anda.”

Cale tersenyum mendengar ucapan Cage. Sumpah atas nama Dewa Kematian. Itu karena Cale percaya pada sumpah yang termasyhur ini sehingga dia bersedia membantu mereka.

Pendeta Cage mau tidak mau tertawa setelah melihat Cale tersenyum pada keputusan mereka untuk membuat sumpah kepada Dewa Kematian.

“Saya duga tuan muda Cale tidak akan membuat sumpah?”

“Benar. Jika keadaan menjadi runyam di masa mendatang karena hal ini, saya berencana membeberkan semuanya.”

“Kepada Venion.”

“Ya.”

Cale menjawab pertanyaan itu dengan tegas. Jawaban Cale sesungguhnya membuat Taylor merasa jauh lebih tenang. Taylor menyukai Cale yang jujur dan mengatakan dia berencana akan membeberkan semuanya jika hal ini menempatkan Cale dalam posisi sulit di masa depan.

“Cage. Ayo lakukan.”

“Oke.”

Taylor dan Cage. Mereka berdua tidak lagi berbicara formal di depan Cale. Itu adalah isyarat mereka kepada satu sama lain bahwa mereka akan memberitahukan hampir semuanya kepada Cale.

“Kami akan mulai sekarang.”

Malam ini adalah malam bulan baru. Pada malam-malam ini, ketika bulan tidak tampak, adalah ketika kekuatan Dewa Kematian berada di puncaknya. Cage menutup matanya lantas menyatukan kedua tangan di depan dirinya. Pemandangan itu terlihat berbeda dibandingkan ketika orang-orang berdoa. Kedua telapaknya terarah kepada Taylor dan dirinya.

Ooooooong.

Sebuah getaran kecil memenuhi udara. Pada saat yang sama, asap hitam mulai keluar dari ujung jemari Cage dan menyelubungi mereka bertiga.

‘Apa ini kekuatan suci?’

Cale dipenuhi sensasi aneh ketika merasakan kekuatan di sekelilingnya. Itu jelas-jelas berbeda dengan kekuatan kuno, tapi tetap terasa hangat, meskipun berwarna hitam.

“Saya, Cage, putri dari malam abadi, ingin meminjam nama sang malam untuk membuat sumpah bersama Taylor Stan. Sumpah ini dibuat dengan nyawa kami, siapa pun yang melanggar sumpah ini akan jatuh ke dalam kegelapan abadi.”

Cage membuka matanya lantas melihat ke arah Cale dan Taylor lalu melanjutkan sumpahnya.

 “Saya, Cage, dan Taylor Stan bersumpah untuk merahasiakan pembicaraan malam ini dan hanya membagikannya kepada saksi, Cale Henituse. Kami tidak akan memberitahukan ini kepada siapa pun juga.”

“Kepada siapa pun juga.”

Taylor mengulangi kata-kata terakhir. Cage menutup matanya setelah mendengar suara Taylor. Asap hitam menyelubungi mereka bertiga sekali lagi. Kemudian,

Oooooong.

Getaran kembali terdengar, lalu asap itu menghilang. Sumpah itu telah selesai dibuat.

“Cukup sederhana.”

Cale dapat merasakan sensasi aneh di tangannya saat melontarkan isi pikirannya. Sensasi itu mirip seperti kekuatan kuno. Dia dapat merasakan hal-hal yang berkaitan dengan sumpah itu.

“Sensasi yang Anda rasakan sekarang adalah kekuatan dari sumpah itu. Begitu kami melanggar sumpah, tuan muda Cale akan diberitahukan tentang kematian kami sebagai saksi.”

“Saya mengerti.”

Cale menerima penjelasan Cage dengan mudah. Dia tidak punya pilihan lain, karena sensasi di tangannya. Dia mulai memeriksa perbedaan antara kekuatan suci dan kekuatan kuno di dalam dirinya.

Pada saat itu, Taylor menaruh botol alkohol yang dia bawa di tengah-tengah meja.

Tap.

Botol itu kini berdiri di tengah-tengah meja.

“Tuan muda Cale, maukah Anda minum?”

“Minum?”

Cale menyembunyikan keinginannya agar mereka pergi dan bertanya apa maksud mereka. Taylor menganggukkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan Cale.

“Ya. Alkohol. Alkohol itu diperlukan saat hal yang baik terjadi.”

Taylor ingin minum dengan Cale, seseorang yang tidak bisa dia percayai sampai beberapa saat yang lalu. Cage tampaknya memahami niat Taylor, lantas tersenyum lalu memasukkan tangannya ke dalam lengan seragam pendetanya.

“Tada.”

Tiga buah gelas kecil muncul dari lengan bajunya.

“Ho.”

Cale menatap gelas kecil, botol alkohol dan pendeta wanita itu dengan tidak percaya. Dia tidak bisa percaya bahwa Cage membawa gelas kecil untuk minum alkohol di lengan bajunya.

“Pendeta-nim.”

“Ya?”

“Anda luar biasa.”

Dia benar-benar penggemar alkohol sejati. Cale mengambil sebuah gelas darinya, dan Taylor mengisi gelas itu. Setelah ketiga gelas mereka penuh, Cage bertanya pada Cale.

“Tuan muda Cale, apakah tidak aneh jika seorang pendeta minum-minum?”

Cale memiringkan kepalanya ke satu sisi dan bertanya.

“Memangnya itu urusanku?”

Cale tidak peduli apakah dia minum-minum atau tidak.

“Wow. Saya benar-benar menyukai Anda.”

Cage menyuarakan kekagumannya seraya memukul lututnya dengan tangannya yang lain. Lalu dia dengan malu-malu bertanya pada Cale.

“Tuan muda Cale, apa Anda tidak punya keinginan untuk berkenalan dengan seorang kakak perempuan dengan kepribadian yang sangat baik.”

“Tidak.”

Cale menjawab dengan tegas dan Taylor segera melanjutkan.

“...Bagaimana kalau kakak laki-laki dengan kepribadian yang sangat baik?”

“Lebih tidak tertarik.”

Cage dan Taylor, keduanya tertawa alih-alih kecewa dengan jawaban Cale. Cale tidak bisa memahami apa yang lucu dari jawabannya, lantas mengangkat gelasnya dan berbicara.

“Bersulang.”

Klang. Ketiga gelas itu berdentang bersama. Malam bulan baru. Bulan tidak tampak di langit, tapi alkohol ini yang lebih dalam dari bulan itu, menciptakan seutas benang yang menghubungkan ketiga individu itu.

Keesokan harinya.

“Tuan muda Cale, apakah kita akan berangkat?”

Cale tidak tahu apakah Hans lambat paham atau menganggap hal ini lucu. Wakil kepala pelayan Hans telah mendengar situasinya dari Cale dan pura-pura tidak melihat dua orang di pojok kereta kuda milik Cale, malahan bertanya dengan nyaring pada Cale apakah mereka akan berangkat.

“Ya. Ayo jalan.”

Tentu saja, Cale dengan santai memerintahkan mereka untuk berangkat.

Dua jam. Mereka akan tiba di pintu masuk ibu kota dalam dua jam.

 

***

Proofreader: Harlianti

 


 <<<

Chapter Sebelumnya                   

>>>             

Chapter Selanjutnya 

===

Daftar Isi  


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment