Pembuat Onar di Keluarga Count (Ep. 30 - 31)
Chapter 27: Kamu (2)
“Masuklah.”
Cale memberi isyarat agar mereka masuk ke
kamarnya, lantas Cage mendorong kursi roda ke dalam. Sesudah mereka bertiga
duduk di meja, Cale bahkan tidak melirik alkohol itu dan bertanya.
“Apa yang sebenarnya kalian inginkan?”
Suara Cale sangat dingin dan datar seperti
biasa. Akan tetapi, ini hanya meyakinkan Taylor bahwa orang di depannya
bukanlah seorang pembuat onar. Malahan, dia lebih cerdas dibanding kebanyakan
orang sangka.
Taylor tidak datang kemari semata untuk minum
dengan Cale. Alkohol hanya terasa enak jika kamu minum dengan nyaman bersama
orang yang kamu percaya. Minum dengan orang lain hanya untuk memudahkan
perbincangan dan mengamati pihak lain.
“Menurut Anda, saya orang yang seperti apa,
tuan muda Cale?”
Cale mengamati Taylor tanpa suara setelah
mendengar pertanyaan ini, lantas mendekati tempat tidurnya dan mengambil sebuah
kantong kecil. Dia membawanya kembali dan meletakkannya di atas meja.
Suara denting logam memenuhi ruangan saat
kantong kecil itu sedikit terbuka. Di dalam kantong terdapat banyak koin emas,
perak dan perunggu. Suara Cale yang percaya diri mengisi ruangan.
“Saya tidak tahu mengapa Anda pergi ke ibu kota saat ini,
ketika perhatian semua bangsawan di kerajaan terpusat di ibu kota, tapi saya
yakin hanya ada satu hal orang seperti Anda yang sedang menuju ke sarang singa inginkan
dari saya.”
Cale sudah menduganya sejak mereka meminta
untuk mengikutinya ke ibu kota, serta setiap kali dia merasakan tatapan mereka
sepanjang perjalanan.
“Keluarga Henituse yang kaya raya. Kalian
ingin uang, kan?”
Haahhh.
Pendeta Cage menghela napas yang terdengar hampir
seperti seruan kekaguman. Taylor adalah seseorang yang dulunya bermain di atas
sebelum jatuh dari puncak, tapi Cage adalah seseorang yang selalu berada di
bawah. Bagi seseorang seperti Cage, Cale adalah individu yang unik.
Dia meminta alkohol kepada wakil kepala
pelayan kapanpun dia senggang. Dia sama sekali tidak peduli pada apa yang
bawahannya lakukan, dan hanya menyantap makanan dari kualitas terbaik.
Dia hanya menginap di penginapan paling mewah,
dan selalu terlihat santai. Dia juga tidak peduli pada apa yang dia katakan ke
orang lain.
Akan tetapi, dia jelas-jelas bukan pembuat
onar. Temannya, Taylor, bahkan lebih memahami ini dibanding dirinya.
“Jadi Anda sudah tahu.”
“Itu hal yang gampang.”
Cale menjawab seolah-olah tidak sulit
menebaknya.
“Melihat bagaimana Anda bepergian, Anda
kelihatannya kekurangan uang. Agar bisa tinggal di ibu kota, khususnya secara
sembunyi-sembunyi, Anda butuh uang melebihi apapun. Saya yakin ini bukanlah
rencana awal Anda, tapi sangat wajar melakukannya ketika Anda bepergian bersama
si kura-kura emas.”
Taylor tidak dapat membantah apa yang Cale
katakan. Itulah kebenarannya. Cale Henituse bukanlah seseorang yang berusaha menjauhinya,
putra sulung yang disingkirkan oleh keluarganya. Meminta tolong pada Cale dan
berharap mendapatkan uang adalah langkah terbaik mereka. Meskipun Cale menolaknya,
sepertinya Cale tidak akan memberitahu Venion tentang permintaan Taylor. Kelihatannya
Cale membenci hal-hal yang rumit.
Di mata Taylor, Cale adalah seseorang yang
dengan sengaja bersembunyi dari orang lain.
“Terima kasih banyak, tuan muda Cale.”
Cale tidak berkata sesuatu seperti ‘sama-sama’.
Alih-alih, dia bersiap untuk menjalankan rencana yang telah dia rancang dan
pikirkan matang-matang semenjak mereka mulai mengikutinya.
“Apa Anda akan berangkat pagi-pagi sekali?”
“Ya. Kami berencana akan pergi diam-diam, dan
datang ke sini untuk menemui Anda sebelum kami berangkat. Kami harus mengurus
semuanya sendiri sekarang.”
Mata Taylor tampak jernih saat dia duduk di
kursi roda. Tetapi Cale tidak dapat melihat perasaan positif di mata Taylor ketika
bertatapan dengannya.
“Apa Anda akan masuk melalui kuil?”
Ketika ekspresi Taylor tampak menunjukkan
keterkejutan akan bagaimana Cale bisa tahu, Cage menukas.
“Ya. Kami berencana masuk melalui kuil.”
Mereka berencana membuat Taylor menyamar
menjadi anggota kuil dan menyusupkannya. Tetapi, melakukan itu akan membocorkan
lokasi Cage kepada Kuil Kematian. Cage bersedia membahayakan dirinya demi
Taylor. Namun, bahkan dengan menyusup seperti itu tidak menjamin mereka tidak
ketahuan. Cale mengangkat masalah itu.
“Meskipun Anda masuk melalui kuil, Venion atau
Marquis akan mendengar beritanya dalam 3 hari. Kemungkinan besar mereka juga
punya informan di Kuil Kematian.”
“Anda benar-benar tahu banyak hal.”
Cage tersenyum. Ada satu hal yang Cage sadari
tentang Cale.
“Tuan muda Cale, saya yakin ada alasan mengapa
Anda sangat penasaran dengan rencana kami.”
Tap. Tap.
Jari telunjuk Cale mengetuk-ngetuk meja.
“Ambil uang ini dan beritahu penjaga
penginapan bahwa Anda dan orang-orang Anda akan menginap di sini sehari lagi.”
Cale lantas mengangkat telunjuknya dan
mengarahkannya kepada mereka berdua.
“Sedangkan kalian berdua, kalian akan naik di
keretaku. Rombonganmu yang lain akan masuk ibu kota sehari setelahnya.”
Krieettt.
Cale mendorong kursi dan beranjak berdiri. Dia
lalu pergi dan mengambil benda lain di kotak sihir, lantas meletakkannya di
atas meja.
“Ini alat sihir yang akan membuat semua
makhluk hidup di area tertentu menjadi tak kasatmata selama 5 menit.”
Inilah benda kedua yang harus disewa atas nama
Billos.
‘Tuan muda, apa Anda berencana mencuri
sesuatu?’
‘Mencuri? Tidak, aku berencana merusak
sesuatu.’
‘...Merusak sesuatu?’
Dia mulanya berencana menggunakan alat ini
selama Insiden Teror Alun-Alun Kota, tapi dia sekarang memiliki alasan untuk
menggunakannya lebih awal. Cale bersyukur itu bukan benda sekali pakai.
Kesunyian memenuhi ruangan begitu Cale
berhenti berbicara. Cage dan Taylor melihat bolak-balik antara Cale dan benda
itu, bibir mereka membuka dan menutup berulang kali, tapi mereka tidak dapat
mengatakan apapun. Mereka akhirnya berhasil bertanya setelah terdiam beberapa saat.
“Kenapa-“
Tuan muda Taylor yang semenjak tadi diam,
perlahan mulai bertanya.
“Kenapa Anda melakukan ini demi kami? Anda
tidak mendapat keuntungan apa pun dari ini.”
‘Kenapa? Aku harus membantumu sedikit karena ini
gara-gara aku. Toh ini tidak akan merugikanku sedikit pun.’
Lagi pula, jika Taylor berhasil mengambil alih
posisi Marquis, Cale tidak perlu mengkhawatirkan ketamakan Marquis Stan atau
Venion begitu peperangan dengan negara asing dimulai.
Itu akan membantu wilayah Henituse tetap
tenang dan Cale dapat hidup dengan damai.
“Haruskah saya jawab?”
“Ya. Saya ingin mendengar alasan Anda.”
Taylor ingin mendengar jawaban Cale. Cale pun
menjawab pertanyaan Taylor dengan datar. Jawabannya itu terdengar brutal dan dingin.
“Itu karena Anda sangat memprihatinkan. Saya
ingin tahu apa yang sebenarnya membuat seseorang seperti Anda, seorang yang
lumpuh yang tidak tahu kapan dia akan mati, melakukan semua hal ini. Bagi putra
sulung seorang Marquis, meminta uang kepada pembuat onar dari keluarga Count,
ini benar-benar memprihatinkan.”
Mulut Taylor perlahan membuka dan menutup,
lantas dia mulai tertawa tanpa suara. Taylor lalu menepuk kedua lututnya dengan
tangannya. Dia tidak dapat merasakan apa pun saat melakukan itu.
Akan tetapi, mata, hidung, mulut, tangan dan
anggota tubuh Taylor yang lain masih dapat digunakan. Taylor tersenyum dengan
cerah.
“Terima kasih atas simpati Anda. Saya
membutuhkan simpati semacam itu.”
“Akan tetapi, ada satu syarat.”
Cale tidak menghiraukan ucapan terima kasih
Taylor.
“Apa itu?”
“Lupakan semuanya.”
Cale mengulangi perkataannya sekali lagi, saat
dia mendorong kantong berisi uang itu ke arah Taylor.
“Lupakan semua hal yang terjadi.”
Cale memperlihatkan bahwa dia bersedia
menolong mereka, tapi dia tidak ingin terlibat dengan mereka lebih jauh lagi. Cage maju ke depan.
Inilah alasan dia datang bersama Taylor.
“Tuan muda Taylor dan saya akan membuat sumpah
kepada Dewa Kematian untuk tidak membocorkan apa pun. Saya yakin Anda tahu
bahwa siapa pun yang melanggar sumpah atas nama Dewa Kematian akan tewas?”
“Ya, saya tahu. Tolong buat sumpah Anda.”
Cale tersenyum mendengar ucapan Cage. Sumpah atas
nama Dewa Kematian. Itu karena Cale percaya pada sumpah yang termasyhur ini
sehingga dia bersedia membantu mereka.
Pendeta Cage mau tidak mau tertawa setelah
melihat Cale tersenyum pada keputusan mereka untuk membuat sumpah kepada Dewa
Kematian.
“Saya duga tuan muda Cale tidak akan membuat
sumpah?”
“Benar. Jika keadaan menjadi runyam di masa
mendatang karena hal ini, saya berencana membeberkan semuanya.”
“Kepada Venion.”
“Ya.”
Cale menjawab pertanyaan itu dengan tegas. Jawaban
Cale sesungguhnya membuat Taylor merasa jauh lebih tenang. Taylor menyukai Cale
yang jujur dan mengatakan dia berencana akan membeberkan semuanya jika hal ini menempatkan
Cale dalam posisi sulit di masa depan.
“Cage. Ayo lakukan.”
“Oke.”
Taylor dan Cage. Mereka berdua tidak lagi
berbicara formal di depan Cale. Itu adalah isyarat mereka kepada satu sama lain
bahwa mereka akan memberitahukan hampir semuanya kepada Cale.
“Kami akan mulai sekarang.”
Malam ini adalah malam bulan baru. Pada malam-malam
ini, ketika bulan tidak tampak, adalah ketika kekuatan Dewa Kematian berada di
puncaknya. Cage menutup matanya lantas menyatukan kedua tangan di depan dirinya.
Pemandangan itu terlihat berbeda dibandingkan ketika orang-orang berdoa. Kedua
telapaknya terarah kepada Taylor dan dirinya.
Ooooooong.
Sebuah getaran kecil memenuhi udara. Pada saat
yang sama, asap hitam mulai keluar dari ujung jemari Cage dan menyelubungi
mereka bertiga.
‘Apa ini kekuatan suci?’
Cale dipenuhi sensasi aneh ketika merasakan
kekuatan di sekelilingnya. Itu jelas-jelas berbeda dengan kekuatan kuno, tapi
tetap terasa hangat, meskipun berwarna hitam.
“Saya, Cage, putri dari malam abadi, ingin
meminjam nama sang malam untuk membuat sumpah bersama Taylor Stan. Sumpah ini
dibuat dengan nyawa kami, siapa pun yang melanggar sumpah ini akan jatuh ke
dalam kegelapan abadi.”
Cage membuka matanya lantas melihat ke arah
Cale dan Taylor lalu melanjutkan sumpahnya.
“Saya,
Cage, dan Taylor Stan bersumpah untuk merahasiakan pembicaraan malam ini dan
hanya membagikannya kepada saksi, Cale Henituse. Kami tidak akan memberitahukan
ini kepada siapa pun juga.”
“Kepada siapa pun juga.”
Taylor mengulangi kata-kata terakhir. Cage menutup
matanya setelah mendengar suara Taylor. Asap hitam menyelubungi mereka bertiga
sekali lagi. Kemudian,
Oooooong.
Getaran kembali terdengar, lalu asap itu
menghilang. Sumpah itu telah selesai dibuat.
“Cukup sederhana.”
Cale dapat merasakan sensasi aneh di tangannya
saat melontarkan isi pikirannya. Sensasi itu mirip seperti kekuatan kuno. Dia
dapat merasakan hal-hal yang berkaitan dengan sumpah itu.
“Sensasi yang Anda rasakan sekarang adalah
kekuatan dari sumpah itu. Begitu kami melanggar sumpah, tuan muda Cale akan
diberitahukan tentang kematian kami sebagai saksi.”
“Saya mengerti.”
Cale menerima penjelasan Cage dengan mudah. Dia
tidak punya pilihan lain, karena sensasi di tangannya. Dia mulai memeriksa
perbedaan antara kekuatan suci dan kekuatan kuno di dalam dirinya.
Pada saat itu, Taylor menaruh botol alkohol
yang dia bawa di tengah-tengah meja.
Tap.
Botol itu kini berdiri di tengah-tengah meja.
“Tuan muda Cale, maukah Anda minum?”
“Minum?”
Cale menyembunyikan keinginannya agar mereka
pergi dan bertanya apa maksud mereka. Taylor menganggukkan kepala sebagai
jawaban atas pertanyaan Cale.
“Ya. Alkohol. Alkohol itu diperlukan saat hal
yang baik terjadi.”
Taylor ingin minum dengan Cale, seseorang yang
tidak bisa dia percayai sampai beberapa saat yang lalu. Cage tampaknya memahami niat Taylor, lantas
tersenyum lalu memasukkan tangannya ke dalam lengan seragam pendetanya.
“Tada.”
Tiga buah gelas kecil muncul dari lengan
bajunya.
“Ho.”
Cale menatap gelas kecil, botol alkohol dan
pendeta wanita itu dengan tidak percaya. Dia tidak bisa percaya bahwa Cage
membawa gelas kecil untuk minum alkohol di lengan bajunya.
“Pendeta-nim.”
“Ya?”
“Anda luar biasa.”
Dia benar-benar penggemar alkohol sejati. Cale
mengambil sebuah gelas darinya, dan Taylor mengisi gelas itu. Setelah ketiga
gelas mereka penuh, Cage bertanya pada Cale.
“Tuan muda Cale, apakah tidak aneh jika
seorang pendeta minum-minum?”
Cale memiringkan kepalanya ke satu sisi dan
bertanya.
“Memangnya itu urusanku?”
Cale tidak peduli apakah dia minum-minum atau
tidak.
“Wow. Saya benar-benar menyukai Anda.”
Cage menyuarakan kekagumannya seraya memukul
lututnya dengan tangannya yang lain. Lalu dia dengan malu-malu bertanya pada
Cale.
“Tuan muda Cale, apa Anda tidak punya
keinginan untuk berkenalan dengan seorang kakak perempuan dengan kepribadian
yang sangat baik.”
“Tidak.”
Cale menjawab dengan tegas dan Taylor segera melanjutkan.
“...Bagaimana kalau kakak laki-laki dengan kepribadian
yang sangat baik?”
“Lebih tidak tertarik.”
Cage dan Taylor, keduanya tertawa alih-alih
kecewa dengan jawaban Cale. Cale tidak bisa memahami apa yang lucu dari
jawabannya, lantas mengangkat gelasnya dan berbicara.
“Bersulang.”
Klang. Ketiga gelas itu berdentang bersama. Malam
bulan baru. Bulan tidak tampak di langit, tapi alkohol ini yang lebih dalam
dari bulan itu, menciptakan seutas benang yang menghubungkan ketiga individu itu.
Keesokan harinya.
“Tuan muda Cale, apakah kita akan berangkat?”
Cale tidak tahu apakah Hans lambat paham atau
menganggap
hal ini lucu. Wakil kepala pelayan Hans telah mendengar situasinya dari Cale
dan pura-pura tidak melihat dua orang di pojok kereta kuda milik Cale, malahan
bertanya dengan nyaring pada Cale apakah mereka akan berangkat.
“Ya. Ayo jalan.”
Tentu saja, Cale dengan santai memerintahkan
mereka untuk berangkat.
Dua jam. Mereka akan tiba di pintu masuk ibu
kota dalam dua jam.
***
Proofreader: Harlianti
>>>
===
No comments:
Post a Comment