Monday, February 1, 2021

Trash of the Count’s Family (#7)


Pembuat Onar di Keluarga Count

Chapter 7: Mereka Bertemu (4)


Choi Han mengangkat tubuhnya yang bersandar ke dinding dan berdiri.

Tubuhnya miring ke kiri mungkin karena pergelangan kaki kanannya terluka, tapi Cale tidak menolong atau mengatakan apapun tentangnya. Tidak ada alasan untuk bersikap lebih dari yang sudah dia lakukan.

Cale memberitahu Choi Han untuk mengikutinya lalu berjalan menuju kediaman Count. Namun, sesuatu menghalangi jalannya.

Meeeeeeong.

 Anak kucing berbulu merah dan bermata emas berlari ke arah Cale dan menggosok-gosokkan pipinya di sepatu Cale. Cale mulai mengernyit. Dia tidak suka kucing, tapi yang satu ini kelihatan imut. Namun, tiba-tiba dia merasa merinding di sekujur tubuhnya lalu berpaling. Choi Han sedang menatapnya.

‘Sial.’

Cale mulai mengelus anak kucing itu dengan canggung.

“Sepertinya dia menyukaiku. Tapi aku harus pergi. Sampai jumpa lagi.”

Cale tidak pernah paham mengapa orang-orang berbicara kepada binatang. Namun, Cale, yang sekarang melakukan hal yang sama, cepat-cepat kembali berdiri dan berjalan menjauhi anak kucing itu.

Gggggrrrrrrrr.

Anak kucing berbulu perak dan bermata emas menggeram seolah-olah menyuruh kucing berbulu merah kembali dan menyuruh Cale pergi. Kucing berbulu merah tampaknya tidak ingin kembali, dia terus menoleh ke belakang untuk melihat Cale sambil berjalan pergi. Cale tidak berbalik.

Meong, meooooooong.

Tangisan pilu kedua kucing itu semakin menjauh. Cale mengintip ke belakang. Choi Han berjalan tertatih-tatih, tapi masih bisa mengikuti Cale.

Tatapan mereka kembali bertemu. Cale tersentak lalu cepat-cepat memutar kepalanya. Dia berjalan dengan pelan agar Choi Han bisa lebih mudah mengikutinya.

Mereka melewati area pemukiman dan Cale kembali meneguk alkoholnya.

Bar. Pasar. Alun-alun. Lalu mereka melewati perumahan orang kaya dan akhirnya tiba di kediaman Count yang terletak di belakang kota.

“Apa yang kamu lakukan?”

Cale menoleh ke arah Choi Han yang berhenti berjalan. Choi Han pasti sudah melihat bagaimana para prajurit menyapa Cale, dan bagaimana penduduk kota menghindarinya, dalam perjalanan mereka ke sini.

Choi Han mungkin sedang bertanya-tanya apakah membunuh Cale akan mudah atau tidak.

Cale bertanya sekali lagi.

“Apa kamu tidak ikut?”

Sesuai dugaannya, Choi Han kembali berjalan. Alasannya sekarang mengikuti Cale mungkin untuk mendapatkan informasi dan untuk menyelenggarakan pemakaman bagi para penduduk Desa Harris.

“T, tuan muda?”

Begitu Cale berdiri di pintu masuk kediamannya, para penjaga dan ksatria menyapanya dengan terbata-bata.

‘Haahhh. Aku harap mereka berhenti bilang ‘t, tuan muda’.’

Rasanya janggal mendengar mereka tergagap-gagap setiap kali menyapa Cale. Karena dia merasuki tubuh seorang pembuat onar, dia berusaha keras untuk bersikap sama. Menjadi tuan muda pembuat onar lebih mudah daripada tuan muda yang baik. Dia berusaha agar bisa hidup semudah mungkin. Cale mengernyit mendengar sapaan terbata-bata para penjaga yang kemudian tergesa-gesa membuka pintu gerbang.

“Silahkan masuk.”

Cale menoleh untuk melihat Choi Han. Para penjaga juga turut melihat Choi Han. Mereka mungkin penasaran siapa gelandangan yang mengikuti tuan muda mereka pulang. Para ksatria mengamati Choi Han dengan tatapan menyelidik.

“Ikuti aku.”

Harusnya sekarang Choi Han sudah tahu siapa Cale. Dia terus berjalan timpang saat menghampiri Cale. Cale terlihat tenang dan berbalik begitu melihat Choi Han di belakangnya dan masuk melalui pintu gerbang.

Tapi hatinya deg-degan.

‘Aku yakin dia sedang berpikir untuk menjadikanku sandera jika terjadi sesuatu yang berbahaya. Mungkin itu sebabnya dia berdiri tepat di belakangku.’

Dia yakin Choi Han tidak akan membunuhnya. Namun, hanya membayangkan dirinya disandera memberi ketegangan mental pada Cale. Cale mengerutkan dahi saat melihat dua ksatria mengikutinya.

“Jangan ikuti aku.”

Kedua ksatria tersentak mendengar perintah tegas Cale. Mereka bergantian melihat Cale dan Choi Han, lalu salah satu ksatria menghampiri Choi Han dan Cale dengan ekspresi kaku di wajahnya.

Para ksatria lebih mengagungkan motto ksatria mereka dibandingkan apapun. Tidak heran Deruth sangat mempercayai mereka.

‘Yah, kurasa sebagai kstaria yang baik mereka harus bersikap seperti ini.’

Cale puas dengan respons ksatria itu terhadap orang asing yang tampak seperti gelandangan ini dan membiarkannya mengikuti mereka. Dia menuntun Choi Han menuju pintu masuk kediaman Count.

“Tuan muda, Anda sudah kembali.”

“…Ya, Ron.”

Orang tua mengerikan ini. Dia telah menunggu Cale di luar pintu. Cale tidak menyangka Ron akan benar-benar menunggunya. Cale merasa takut, tapi berpikir hal ini justru lebih baik. 

Tatapan Ron beralih ke Choi Han, dan senyum lemah lembutnya tiba-tiba menjadi kaku.

‘Dengan tingkat kemampuannya, Ron pasti bisa mengira-ngira kekuatan Choi Han.’

Choi Han juga menatap balik Ron. Cale tidak peduli serangan macam apa yang mereka kirim satu sama lain melalui mata mereka dan berfokus pada apa yang harus dia lakukan. Tugasnya belum selesai.

“Ikuti aku.”

Cale memanggil Choi Han sekali lagi dan mulai berjalan. Si pelayan, dan  Ron  dengan cepat mengikuti Cale.

“Tuan muda, apa yang terjadi? Saya akan mengurus tamu ini jika Anda memberitahu saya apa yang perlu dilakukan.”

“Tidak perlu.”

Seseorang menghampiri Cale saat Ron sedang berbicara.

“Tuan muda. Anda segera pulang setelah minum-minum hari ini.”

Dia adalah wakil kepala pelayan Hans.

‘Ah, dia bertanggung jawab mengurusku.’

Cale berdecak lidah dan mengabaikan ucapan Hans. Malahan, dia mengangkat botol alkoholnya dan mengarahkannya ke Hans. Pada saat itulah.

 “Aaaaah!”

Hans meringkuk dan menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Keheningan memenuhi udara.

“Ck.”

Cale berdecak lidah dan Hans mendongak dengan wajah memerah karena malu dan melihat balik Cale.

“Simpan ini.”

“Ya.”

Hans menerima botol alkohol dari Cale dengan ekspresi kosong di wajahnya.

“Lain kali aku akan benar-benar melemparnya ke arahmu.”

Hans memucat mendengar kata-kata Cale. Cale tampak acuh tak acuh dan terus berjalan. Dengan bergabungnya Hans, sekarang ada total empat orang yang mengikuti Cale. Cale sesekali mengintip untuk memastikan mereka mengikuti tepat di belakangnya dan tiba di tempat tujuannya.

Dapur nomor dua. Cale segera mendorong pintu terbuka setelah melihat papan tanda itu.

“Tuan muda?”

Dia dapat mendengar suara kebingungan Hans di belakangnya. Namun, sebuah senyum lebar terpasang di wajah Cale. Sedikit lagi tugasnya akan selesai.

Sekarang, Beacrox dan Choi Han akan bertemu. Jantung Cale berdegup kencang. Pintu terbuka dengan mudah. Ekspresi Cale membeku melihat pemandangan di depannya.

Klang. Klang.

Koki kedua Beacrox sedang tersenyum sembari menajamkan mata pisaunya. Dia terlihat senang saat mengasah mata pisaunya sendirian di dapur nomor dua. Namun, senyum itu segera lenyap begitu melihat Cale.

Itu sebabnya Cale ketakutan. Berhadapan dengan orang tidak waras selalu menakutkan. Kamu tidak pernah tahu hal gila apa yang akan dia lakukan.

Cale bergerak sebelum Beacrox sempat merespons. Dia menaruh tangannya di bahu Choi Han dan menunjuk ke arahnya.

“Beri dia sesuatu untuk dimakan.”

“Maaf?”

Beacrox bertanya dengan ekspresi kaku di wajahnya. Mata pisau tajam di tangannya berkilat saat memantulkan cahaya. Cale menenangkan hatinya yang tegang dan sekali lagi berkata.

“Beri dia sesuatu untuk dimakan. Dia lapar.”

Ho. Si ksatria mengeluarkan suara terkejut di belakangnya, tapi Cale sekarang tidak punya waktu memperhatikan hal itu. Dia menunggu jawaban Beacrox dengan cemas. Akhirnya, Beacrox menjawab dengan ekspresi kaku masih di wajahnya.

“Saya akan lakukan perintah Anda, tuan muda.”

Selesai sudah.

Beacrox dan Choi Han. bahkan Ron, seseorang yang tidak dia sangka-sangka. Mereka bertiga sekarang terhubung satu sama lain.

Sebuah senyum cerah terbentuk di wajah Cale. Dia akhirnya bisa tenang dan memberikan perintah lain kepada Beacrox dengan nada yang sedikit meninggi.

“Siapkan sesuatu buatku juga. Aku lapar.”

Cale mengingat steik saat makan malam kemarin.

“Steik buatanmu tadi malam sangat enak. Kamu koki yang hebat.”

 Ujung pisau Beacrox sedikit bergetar.

“Sesuatu seperti steik itu pasti akan luar biasa. Siapkan dengan cepat.”

Cale berbalik tanpa menunggu jawaban Beacrox. Dia lalu meninggalkan dapur dan menuju kamarnya. Si ksatria dan Hans mengikutinya, lalu Hans segera bertanya.

“Apa yang harus saya lakukan dengan tamu itu?”

“Kurasa dia adalah tamuku. Jadi kamu saja yang urus.”

Karena dia telah mempertemukan mereka bertiga, dia tidak ingin berurusan dengan apapun lagi hari ini.

Beacrox dan Ron harusnya mampu mengukur kekuatan Choi Han. Di novel, Beacrox pada awalnya bersumpah setia kepada Choi Han karena mengagumi kekuatannya, jadi kali ini dia juga harusnya melakukan hal yang sama setelah memperhitungkan kekuatan Choi Han. Tentu saja, Cale punya rencana lain seandainya Beacrox tidak mampu memastikan kekuatan Choi Han.

Yang harus Cale lakukan hanyalah membuat Choi Han menghajar seseorang atau sesuatu, selain dirinya sendiri. Oh, dan Beacrox harus berada di sana untuk melihatnya.

Meskipun tidak sempurna, Cale telah memikirkan berbagai macam rencana.

“Hans. Berhenti menggangguku dan bawakan saja makananku ke kamar kalau sudah siap.”

Sesuai dugaannya, Ron tidak mengikutinya. Cale meninggalkan si ksatria dan Hans di luar pintu kamarnya lalu menutup pintu dan berbaring di tempat tidur. Dia merasa senang. Rasa lelah dan alkohol membuatnya jatuh tertidur sebelum makanannya datang.

Itu sebabnya dia tidak tahu bahwa pisau dapur Beacrox berusaha menebas leher Choi Han dan belati tajam Ron terlempar ke arah jantung Choi Han. Tentu saja, serangan mereka berdua gagal.

Yah, ini adalah situasi yang tidak diketahui oleh siapapun, selain ketiga orang yang bersangkutan.

  

_____________


Proofreader: emlyazgrl

 


<<<

Chapter Sebelumnya 

>>>

Chapter Selanjutnya  

===

Daftar Isi

 

Trash of the Count’s Family (#6)

Pembuat Onar di Keluarga Count

Chapter 6: Mereka Bertemu (3)


Manakah yang membuat orang lebih marah?

Apakah saat mereka dipukul sekali dengan kuat atau saat dipukul lima enam kali dengan pukulan cepat yang menjengkelkan?

Jawabannya, tentu saja, yang terakhir.

Cale melempar lima pukulan cepat sebelum dia kena pukul. Yang artinya, satu pukulan cepat sudah cukup.

“Apa Anda akan pergi?”

“Ya.”

Tidak banyak orang yang tersisa di kedai teh.

Saat itu lewat jam 9 malam. Jam segini orang-orang lebih banyak pergi ke bar daripada kedai teh. Ini adalah waktunya para penambang pergi minum-minum, karena itu harusnya bar penuh orang saat ini.

“Saya menantikan kunjungan Anda selanjutnya, tuan muda.”

Cale menganggukkan kepala mendengar ucapan Billos.

“Tehnya enak.”

Cale menyampaikan pendapatnya ke Billos.

“Dan bukunya bagus meskipun aku baru baca setengahnya. Aku khususnya suka tokoh utamanya yang kekuatannya diakui dan bagaimana dia berkembang.”

Pada saat itu, sudut alis Billos berkerut sejenak lalu normal kembali. Sinar matanya redup saat mengamati Cale.

Namun, Cale tidak menyadarinya, karena dia sedang berusaha mengingat isi buku itu. Dia terlalu mencemaskan Choi Han sehingga dia tidak terlalu memperhatikan ceritanya.

Meskipun begitu, membaca tetap menyenangkan walaupun hatinya tengah diselimuti kecemasan.

Mungkin ini adalah pengaturan otomatis saat merasuki tubuh Cale, Cale bisa memahami bahasa dunia ini, dia tidak kesulitan membaca dan menikmati buku itu. Sebuah senyum terbentuk di wajah Cale saat dia terus berbicara kepada Billos, yang berdiri dengan ekspresi kosong di wajahnya.

“Jangan biarkan orang lain membaca buku itu agar aku bisa membacanya kapanpun aku datang.”

Dia benar-benar putra Count yang kekanak-kanakan, yang mencoba memonopoli benda milik orang lain. Billos, anak haram dari serikat pedagang mungkin tidak menyukainya, tapi apa yang bisa dia perbuat? Cale adalah putra seorang Count.

“Ya! Saya akan menyimpan buku ini hanya untuk Anda tuan muda Cale!”

Akan tetapi, respons Billos berbeda dari yang Cale bayangkan. Billos tersenyum cerah saat meminta Cale untuk kembali ke sini secepatnya.

“Silahkan datang lagi secepatnya. Saya akan menunggu Anda.”

“Tentu, terserah kamu saja.”

Cale tidak ingin pergi, tapi dia harus pergi menemui Choi Han. Kring. Bel berbunyi sekali lagi dan tiba-tiba kedai teh itu terdengar lebih ramai setelah Cale pergi.

Akan tetapi, di luar kedai teh bahkan jauh lebih ramai daripada di dalam. Meskipun wilayah ini jauh dari ibu kota, tempat ini populer karena ada banyak seniman yang tinggal di sini dan memiliki produk yang khas. Seniman-seniman ini, serta para penambang yang terlihat bersantai setelah hari yang panjang di tambang, keluar malam-malam untuk minum.

Cale menyusuri jalan itu sendirian.

‘Kalau dipikir-pikir, Cale orangnya benar-benar unik.’

Biasanya di novel fantasi atau bela diri, pembuat onar di keluarga cenderung bergaul dengan bandit atau kelompok penjahat. Mereka minum, main-main dengan perempuan, dan membuat keributan di jalan atau kedai.  

Lucunya Cale justru tidak menyukai bandit dan penipu. Malah, dia membenci mereka.

‘Menurutnya mereka semua orang-orang bang**t.’

Yang terburuk dari semuanya. Baginya setidaknya lebih baik menjadi warga masyarakat yang bekerja keras meskipun tidak ada harapan untuk kehidupan yang lebih baik.

Itu sebabnya Cale tidak pernah memukuli orang ketika mabuk tapi tidak punya masalah melempar benda ke bandit-bandit yang dia lihat. Yah, tepatnya berusaha melempar, karena bidikannya buruk saat mabuk.

Mungkin itu alasannya.

“Aigoo, tuan muda, Anda datang?”

Pemilik bar sangat takut pada Cale. Gara-gara hari itu, waktu Cale merusak hampir semua barang di sekitarnya ketika sedang duduk minum-minum. Malahan, kemungkinan Cale adalah orang pertama dalam daftar hitam di bar Kota Western.

Dia tidak membalas sapaan pemilik bar tapi justru melemparkan koin emas.

“Bawakan botolku yang biasa. Oh, dan dada ayam panggang. Jangan taburi garam.”

“Maaf? A, Anda tidak mau duduk dulu?”

Cale mengernyit. Si pemilik bar segera melambaikan kedua tangan lalu menundukkan kepala.

“Secepatnya! Akan saya bawakan secepatnya!”

Si pemilik bar bergerak dengan cepat, tapi kelihatannya dia tersenyum. Itu karena sepertinya Cale tidak berencana duduk-duduk di bar. Cale melihat sekeliling bar yang menjadi sepi setelah dia masuk. Semua orang menghindari tatapannya dan memalingkan kepala. Tampaknya mereka bertanya-tanya kenapa Cale harus memilih bar ini di antara semua bar yang ada di kota. Para bandit dan penipu di bar itu saat ini sangat gelisah.

“Ck.”

Suara Cale yang berdecak lidah terdengar di antara keheningan di dalam bar.

“Tuan muda, ini botol yang Anda pesan.”

“Bagus sekali.”

Cale meraih botol dan kantong berisi ayam. Itu adalah alkohol yang sering dia minum. Alkohol itu mungkin yang termahal di bar ini. Dia menerima botol tanpa rasa sesal lalu meninggalkan bar.

Cale langsung membuka botol dan menenggak setengah isinya begitu dia melangkah keluar dari bar.

“Oh.”

Alkohol itu lumayan enak. Karena Cale punya toleransi tinggi terhadap alkohol, meskipun minum setengah botol sekaligus dia sama sekali tidak terpengaruh. Hanya saja mukanya gampang memerah, sehingga orang beranggapan dia mudah mabuk.

Cale berjalan cepat dengan botol di tangannya.

Dia melewati kedai teh yang dia diami sepanjang hari lalu mendapati para penjaga membeku melihatnya. Melihat sikap mereka membuatnya ingin keluar dari pintu gerbang, tapi sayangnya, bukan itu tujuannya.

“Ah, rasanya mulai panas.”

Cale merasakan tubuhnya memanas tapi terus minum. Dia berjalan sedikit lebih jauh hingga mencapai dinding kota yang tidak terlalu jauh dari pintu gerbang. Dinding tinggi mulai dari pintu gerbang seakan-akan melindungi kota dari penyusup.

‘Yah tergantung siapa penyusupnya.’

Cale mencoba mengingat informasi dari buku.

‘Kurang lebih 100 langkah dari gerbang kota.’

Itu adalah lokasi di mana Choi Han melompati dinding kota. Cale mengeratkan genggamannya pada botol di tangannya lalu berlari dengan cepat ke lokasi itu. Tidak ada banyak orang di jalanan karena merupakan daerah pemukiman.

Cale menarik napas dalam-dalam ketika sampai di lokasi yang sudah dia perhitungkan.

Tepat 100 langkah dari gerbang kota. Tempat itu terletak di pelosok daerah pemukiman sehingga tidak ada cahaya selain dari obor yang dipasang di atas dinding kota dan sorotan cahaya dari jendela penduduk.

Tapi itu sudah cukup menerangi tempat ini. Cale perlahan-lahan mendekati tujuannya setelah membiarkan matanya terbiasa dengan gelap.

‘Sudah kuduga.’

Dia dapat melihat sesuatu meringkuk di bawah dinding kota. Sebenarnya, ada lebih dari satu.

Dua makhluk mungil sedang gemetar kedinginan. Cale terus berjalan ke lokasi itu. Dia dapat mendengar suara makhluk hidup yang sedang meringkuk itu. 

Meong Meeeeong.

Dua ekor kucing mengeong seraya meringkuk di bawah dinding kota. Cale tersenyum.

‘Ini tempatnya.’

Dia menemukan tempat yang benar. Saat Choi Han melompati dinding kota, seekor bayi kucing dibanting oleh kucing alfa* di lingkungan itu dan terlempar jungkir balik melewati dinding kota. Choi Han memutar tubuhnya agar tidak menginjak si kucing saat mendarat. Ini adalah dunia di mana sebuah kebetulan berperan besar.

‘Dia benar-benar pria yang baik.’

Pergelangan kaki Choi Han terpelintir setelah memutar tubuhnya secara mendadak agar tidak melukai si kucing. Dia telah berlari kalang kabut untuk sampai di Kota Western setelah membunuh puluhan orang untuk pertama kalinya dan mengubur mayat penduduk desanya. Tubuhnya sudah mencapai batas sehingga dia tidak mampu mendarat dengan baik setelah memutar tubuhnya di udara. 

Meeeeong Meeeeeong.

Cale menatap anak kucing yang tengah meringkuk dan gemetaran, dan kucing lain yang terlihat seperti saudaranya menjilati kucing yang gemetar. Dia lalu mengalihkan pandangannya.

Dia menoleh untuk melihat salah satu lorong yang dekat dari tempat dia berdiri. Cale dapat melihatnya.

‘Ketemu.’

Laki-laki yang sedang meringis kesakitan sembari terlihat seperti salah satu tuna wisma yang tinggal di daerah kumuh. Cale dapat melihat rambut hitam berantakan serta pakaian yang usang dan terbakar.

Menurut novel, Cale dan Choi Han akan bertemu besok. Malam ini adalah malam ketika Cale mabuk dan mendapat bekas luka di pinggangnya. Banyak hal yang terlanjur berbeda dari novel, meskipun hanya hal-hal kecil.

Cale berdiri setelah berjongkok untuk mengamati dua anak kucing itu. Choi Han pasti sudah merasakan tatapannya sedari tadi, karena Choi Han perlahan-lahan mengangkat kepala dan memusatkan tatapannya pada Cale melewati rambut hitam kusutnya.

‘Sial, aku gemetaran.’

Cale dapat mendengar jantungnya berdegup kencang.

Meskipun terlalu gelap untuk melihat dengan jelas, sorot mata Choi Han yang Cale lihat di antara rambutnya terlihat sangat dingin.

Cale bersyukur telah memilih minum alkohol terlebih dulu.

Cale memuji dirinya karena telah membuat keputusan cerdas dan menenangkan dirinya sebisa mungkin. Pukulan cepat. Dia harus melepaskan sebuah pukulan cepat dan meninggalkan kesan pertama yang kuat.

Cale menarik napas dalam-dalam lalu mulai berbicara kepada Choi Han yang sedang menatapnya.

“Kamu kelihatannya kelaparan.”

Ck ck. Cale berdecak lidah lantas mengeluarkan dada ayam dari kantong. Lalu dengan gerakan yang sangat halus, Cale menyodorkan dada ayam panggang bukan kepada Choi Han, melainkan kepada dua anak kucing.

“Kalian kasihan sekali. Ayo makan saja.”

Cale tidak tahu dua anak kucing itu akan sekecil ini. Dia berharap mereka masih bisa makan dada ayam itu. Ck. Dia berdecak lidah lalu menyuwir dada ayam itu agar dapat lebih mudah dimakan oleh kedua kucing itu.

Dia bertanya-tanya apa yang sedang dia lakukan berjongkok di sini memberi makan anak kucing. Sejujurnya, Cale tidak suka kucing. Tetapi, Choi Han menyayangi hewan kecil.

Ggggrrrrrrrr. Ggggggrrrrrrrr.

Kucing yang terluka itu pasti memahami perasaan tidak suka Cale terhadap kucing, dia memperlihatkan gigi-giginya dan mulai menggeram, tapi Cale justru mengelus bulu perak kucing itu dan menatap mata emasnya. Anak kucing itu pasti tidak menyukai belaiannya, dia berusaha keras menjauhi tangan Cale.

“Kasihan sekali. Makan ini dan cepatlah sembuh.”

Dia bahkan tidak melirik Choi Han ketika mengatakannya, tetapi, dia menduga Choi Han pasti sedang memperhatikannya.

“Apa kamu punya tempat tujuan?”

Dia tidak mendengar jawaban apapun. Tetapi, Cale terus berbicara. Para penjaga akan segera datang untuk berpatroli di area ini, dan dia perlu berbuat sesuatu sebelum Choi Han pergi terpincang-pincang menghindari penjaga.

“Atau tempat menginap?”

Cale mengelus anak kucing berbulu perak bermata emas yang sedang menggeram dan menepis kucing merah yang mencoba menyerangnya sembari bertanya kepada Choi Han. Anehnya kucing merah itu terus berusaha memukul Cale. Mata emasnya, yang sama dengan saudaranya, bersinar terang bahkan di kegelapan.

Namun Cale perlu memusatkan perhatiannya pada Choi Han.

“Apa kamu lapar?”

Masih belum ada jawaban. Cale sudah menduganya.

Choi Han mungkin sedang mengamatinya saat ini, tapi dia juga mungkin ingin beristirahat.

Baik tubuh dan pikirannya sudah mencapai batas. Lagi pula, baru kemarin dia mengalami syok berat. Untuk seseorang seperti Choi Han yang telah hidup sendiri tanpa ada kontak dengan manusia selain penduduk dari desa kecil itu, Kota Western sangatlah asing baginya. Dia mungkin telah hidup selama puluhan tahun, tapi dia masih muda.

“Apa kamu tidak akan mengatakan apapun?”

“…Kenapa kamu berbicara padaku?”

Tampaknya Choi Han pada akhirnya menyimpulkan bahwa Cale itu lemah.

Cale cukup lemah sehingga dia bisa membunuhnya dengan mudah meskipun dia mencapai batasnya. Itu sebabnya Choi Han berpikir untuk menerima niat baik Cale meskipun dia tidak tahu mengapa Cale bersikap baik padanya.

Cale berdiri dan berjalan ke arah Choi Han. Penjaga akan segera datang berpatroli melewati tempat ini.

“Hei.”

Dia dapat melihat kondisi Choi Han dengan lebih baik begitu dia mendekat. Choi Han benar-benar berantakan. Namun, mungkin karena dia adalah tokoh utama, kedua matanya tampak jernih. Rambut dan bola mata hitam yang menunjukkan Choi Han adalah orang Korea sebenarnya cukup bagus. Itu sebabnya Cale tersenyum lalu berbicara pada Choi Han dengan santai.

“Ikuti aku. Aku akan memberimu makan.”

Kesan pertama yang paling baik adalah dengan menyediakan makanan enak.

 

 >>>>>>

 

*Kucing alfa: istilah untuk kucing yang cenderung bertingkah agresif dan biasanya suka menyerang kucing lain.

 

_______________________________________________________

Proofreader: Tsura



<<< 

Chapter Sebelumnya                             
>>>

===

Daftar Isi  

Sunday, January 31, 2021

Trash of the Count’s Family (#5)

Pembuat Onar di Keluarga Count

Chapter 5: Mereka Bertemu (2)

                                             

‘Dia diusir dari gerbang pagi-pagi sekali.’

Choi Han pergi ke tempat yang pernah didengarnya dari penduduk desa, setelah dia selesai menguburkan semua warga desa tercintanya. Dia sedang menuju ke Kota Western.

Choi Han berpindah ke dunia ini ketika dia masih kelas 1 SMA, tetapi ia telah hidup selama puluhan tahun. Tentu saja, kenyataan bahwa sebagian besar hidupnya dihabiskan untuk bertahan hidup di Hutan Kegelapan membuatnya tumbuh dewasa dengan agak tidak normal, dan karena itu, saat mengalami insiden seperti itu dia bersikap lebih rasional dibanding apa yang orang-orang sangka.

‘Aku harus melaporkan ini ke penguasa tertinggi di kastil.’

Desa Harris memang desa terpencil, tetapi masih termasuk kekuasaan Count Henituse. Itu sebabnya Choi Han menuju ke Kota Western, berharap setidaknya dapat memberikan pemakaman sederhana bagi para penduduk desa.

Dia juga berencana mencari informasi terkait assassin yang telah dibunuhnya saat emosinya menjadi tak terkendali, karena hal ini, dia tidak sempat menanyakan satu pertanyaanpun kepada mereka. Meskipun begitu, memberikan pemakaman yang layak lebih penting daripada balas dendam.

‘Jika dipikir-pikir, dia benar-benar orang yang berhati hangat.’

Akan tetapi, kehilangan orang-orang yang pertama kali memberinya kasih sayang setelah puluhan tahun berada di Hutan Kegelapan, mau tidak mau membuatnya kehilangan akal sehat. Di novel, saat itulah Cale mencari gara-gara dengan Choi Han dan membuatnya marah. Dia ingat apa yang Cale katakan kepada Choi Han di novel.

[“Kenapa ayahku harus peduli apakah penduduk desa yang tidak berguna itu mati atau tidak? Segelas alkohol di tanganku ini lebih berharga dari seluruh nyawa kalian.”]

Choi Han tertawa mendengar kata-kata Cale lalu balik bertanya.

[“Pemikiranmu sungguh menarik. Aku sangat penasaran apakah kamu akan berubah pikiran atau tidak.”]

[“Bagaimana kalau kita cari tahu?”]

Choi Han lalu memukuli Cale hingga babak belur dan hampir mati. Yang menakjubkan adalah Cale tidak pernah mengubah pikirannya bahkan setelah dia dihajar habis-habisan.

“Ah, aku jadi merinding.”

Cale menggosok-gosokkan lengannya setelah merasakan bulu kuduknya berdiri. Dia segera menyesap teh yang Billos bawakan untuknya. Kemudian dia melihat keluar jendela sekali lagi, dan kembali merinding.

‘Itu dia orangnya.’

Ketika gerbang kota dibuka di pagi hari, seorang pria muda mengenakan pakaian dengan noda hitam di sana-sini, membuat pakaian itu terlihat seperti terbakar di banyak tempat, menghampiri gerbang. Pria muda itu adalah Choi Han.

Cale tidak beranjak dari tempat duduknya dan mengawasi Choi Han.

Kecepatannya mengagumkan, dia berlari bagai orang gila melalui jarak yang biasanya ditempuh kereta selama seminggu, alhasil, dia terlihat sangat berantakan. Tentu saja, penampilannya yang berantakan juga turut disebabkan oleh kejadian di desanya.

Penjaga menghadang Choi Han saat masuk ke dalam dengan kepala tertunduk, dia tampak sangat kelelahan. Cale tidak tahu apa yang mereka katakan, tapi dia dapat melihat Choi Han menggeleng-gelengkan kepalanya saat penjaga menanyainya.

‘Aku yakin mereka menanyakan bukti identitasnya.’

Penjaga di Kota Western biasanya ramah, tapi mereka ketat terhadap aturan. Sikap mereka persis tuan mereka, Count Deruth.

“Mereka mengusirnya keluar.”

Seperti yang diduga, Choi Han berjalan keluar dari gerbang. Dia bahkan tidak marah. Setelah berlari tanpa henti sepanjang hari, akal sehatnya yang sedikit demi sedikit mulai kembali memberitahunya untuk tidak membunuh orang tak bersalah.

‘Sekarang Choi Han akan menunggu hingga malam tiba lalu diam-diam melompati dinding kota untuk masuk.’

Dia lalu secara kebetulan bertemu Cale yang sedang sibuk minum-minum.

Kriiiieetttt. Karena Cale sendirian, bunyi kursi yang terdorong saat dia bangkit berdiri terdengar cukup keras. Dia turun dan memberitahu Billos yang berada di konter.

“Aku akan segera kembali. Jangan bereskan tempatku.”

“Ya, tuan muda. Saya menantikan Anda kembali.”

Cale tidak menghiraukan senyum di wajah tambun Billos dan berjalan keluar dari kedai teh.

“Dia tidak merusak satu benda pun!”  

Cale dapat mendengar suara seseorang dari dalam kedai, tapi dia tidak mengindahkannya. Dia perlu melakukan langkah pertama untuk mendapatkan Perisai Anti-Hancur itu hari ini.

 Perisai Anti-Hancur.

Itu bukanlah benda yang berbentuk nyata. Bentuknya mirip perisai yang terbuat dari mana* penyihir. Sesuatu yang sebenarnya tidak memiliki bentuk fisik. Namun, ini sangat berbeda dari perisai mana, karena lebih menyerupai kekuatan super daripada sihir.

Lucunya, manusia yang menciptakan kekuatan itu pada akhirnya meninggal, dan dia adalah seseorang yang melayani dewa tetapi pada akhirnya dikucilkan.

‘Novel ini berisi segala macam hal yang aneh.’

Layaknya sejarah di dunia fantasi manapun, dunia ini juga memiliki sejarah kuno. Selama masa kuno itu, sihir maupun persenjataan belum berkembang.

Sebagai gantinya, itu adalah masa di mana bakat alami atau bakat yang berasal dari peristiwa gaib memainkan peran penting. Kekuatan yang paling berpengaruh pada masa itu adalah kekuatan super, kekuatan dewa, dan kekuatan alam. Masa itu masih sangat primitif.

Sebagian kekuatan itu bertahan sampai sekarang, tersembunyi di tempat atau benda tertentu. Siapapun bisa mengambil alih kekuatan itu selama memenuhi persyaratan.

Kekuatan kuno.  

Para pahlawan akan menemukan kekuatan-kekuatan ini. Akan tetapi, kekuatan ini hanyalah kekuatan pendukung, tidak cukup kuat untuk digunakan sebagai kekuatan utama oleh seorang pahlawan.

Ini adalah kekuatan yang sedang dicari Cale.

‘Semuanya kecuali kekuatan dewa.’

Baik dewa, malaikat, ataupun iblis. Cale tidak ingin terlibat dengan salah satu dari mereka.

Itu sebabnya Cale tengah mencari kekuatan yang manusia kembangkan secara alami atau berasal dari alam.

‘Itu adalah cara untuk memastikan aku tidak perlu berusaha keras.’

Itu adalah jenis kekuatan yang sedang dia cari. Sesuatu seperti seni pedang atau sihir akan mengharuskannya berlatih keras. Dia tidak ingin melakukan sesuatu semacam itu.

Tidak seperti buku lainnya, peradaban kuno di novel [Kelahiran Pahlawan] tidaklah terlalu kuat.

Ketika peradaban mulai maju, sihir dan summoning skill* yang dikembangkan mengalahkan kekuatan alam yang ditinggalkan oleh peradaban kuno. Begitu juga dengan kekuatan super. Sebagian besar kekuatan super akan dengan mudah dikalahkan oleh satu pukulan ‘Aura’ yang orang gunakan di masa sekarang.

Lagipula para pahlawan jarang menggunakan kekuatan ini bukanlah tanpa alasan.

‘Dan tujuanku adalah untuk mengumpulkan kekuatan super ini agar menjadi cukup kuat.’

Itu adalah tujuan yang memuaskan bagi Cale. Khususnya karena dia juga tahu kekuatan kuno yang dapat memperkuat kekuatan super ini.

Sebagai langkah pertama dari rencananya, Cale mulai mencari kekuatan kuno yang tersembunyi di Kota Western. Dia tahu persyaratan untuk mendapatkan kekuatan itu.

“Tuan, tuan muda. Selamat datang.”

Cale menganggukkan kepalanya ke tukang roti, yang membungkukkan badannya serendah mungkin sehingga kepalanya terlihat seolah-olah akan menyentuh tanah, untuk membalas sapaannya. Dia dapat mendengar tukang roti itu terkesiap, tapi Cale pura-pura tidak mendengarnya. Dia merasa kasihan melihat bagaimana reputasi pembuat onarnya membuat tukang roti ini sangat ketakutan.

“Beri aku beberapa roti.”

“Maaf?”

Cale menunjuk semua roti di toko itu dan menjawab dengan tegas.

“Semuanya mulai dari sini sampai sana.”

Klang. Koin emas yang Cale keluarkan mulai berputar di atas konter toko.

“Bungkus semuanya.”

Tukang roti itu terlihat membeku di tempatnya sementara Cale terus berbicara.

“Dua atau tiga koin emas lagi harusnya cukup untuk membeli roti selama seminggu, iya kan?”

Tatapan tukang roti, yang terarah pada koin emas itu, berpindah ke Cale. Uang itu terlalu banyak untuk membayar semua roti itu. Cale merespons tatapan gemetar tukang roti itu dengan tenang.

“Aku bisa pergi ke tempat lain jika kamu tidak mau.”

“Tidak, bukan begitu! Tuan muda! Saya akan membungkusnya secepat mungkin!”

Tukang roti itu bersikap sangat hormat untuk alasan yang berbeda dari sebelumnya lalu bergerak dengan cepat. Beberapa menit kemudian, Cale meninggalkan toko roti itu dengan kantong penuh roti di bahunya.

Meskipun isinya hanya roti, kantong itu lumayan berat. Beratnya membuat Cale mengernyit, dia mengabaikan tukang roti yang sedang menatapnya pergi saat dia melangkah ke jalan.

Cale menuruni jalan dengan santai, dia menyadari siapapun yang membuat kontak mata dengannya akan segera berpaling dan pergi menjauh. Sebagian besar orang bahkan sampai berlari untuk menghindari kontak mata dengannya.

‘Di sini sangat berbeda dari Korea. Ini benar-benar dunia fantasi.’

Cale melihat sekelilingnya saat dia melintasi pasar yang menguarkan sensasi khas dunia fantasi.

“Mm.”

“Mmph.”

Setiap kali dia membuat kontak mata dengan seorang pedagang, mereka terkejut dan mengindari tatapannya. Ck…Ck… Di masa lalu Cale pasti benar-benar bertingkah seperti julukan si pembuat onarnya. Cale berbicara buruk tentang dirinya sendiri saat dia berjalan melewati pasar dan menuju bagian barat Kota Western.

Perkampungan kumuh itu berada di sebelah barat. Bagaimanapun kayanya sebuah wilayah, akan selalu ada orang-orang miskin di dalamnya. Pada situasi seperti ini, kebanyakan orang mungkin akan berharap mendengar kalimat semacam ini.

‘Ah, ini adalah pertemuan takdir yang Anda dapatkan dengan berbagi makanan kepada orang miskin.’

Sayangnya, kenyataan tidak seperti itu.

Cale dapat merasakan orang-orang meliriknya begitu dia memasuki perkampungan kumuh itu. Ini adalah tempat di mana pengangguran dan berandal hidup bersama.

Meskipun orang-orang miskin mungkin tidak mengenal wajah tuan mereka, Count, mereka mengenal wajah Cale. Orang-orang yang tidak punya pajak untuk dibayar ini lebih menaruh perhatian pada tipe orang yang akan menyebabkan keributan di pasar, bar, alun-alun, dll, yah… di manapun itu, Cale mungkin pernah berbuat onar juga di sana.

“Ck.”

Meskipun mereka tahu semua cerita tentang Cale, mereka tidak bisa menolak aroma harum roti dari kantong Cale. Cale tidak menghiraukan tatapan mereka dan terus berjalan.

Ujung sepatu kulit mahalnya mulai dekil oleh air kotor. Bau busuk yang tidak dikenal juga memenuhi hidung Cale, membuatnya mengernyit.

Dia berjalan semakin cepat. Perumahan kumuh itu terletak di salah satu sisi bukit kecil dan terdiri dari rumah-rumah tua. Cale berjalan ke arah puncak bukit itu. Saat dia semakin dekat, tatapan dan langkah orang-orang yang mengikutinya mulai berkurang. Tatapan tajam Cale mungkin menjadi salah satu penyebabnya.

‘Di sini lebih baik.’

Setelah terbebas dari bau busuk itu, Cale berdiri di puncak bukit dan menoleh untuk melihat Kota Western di bawahnya. Tentu saja, bukit ini tidak setinggi kediaman Count. Tidak mungkin penguasa tertinggi di wilayah itu tinggal di tempat yang lebih rendah dari perumahan kumuh.

Cale tersadar dari lamunannya lalu berjalan menuju sebuah pohon yang sekelilingnya dipagari. Pagar itu, yang terbuat dari papan tebal selebar badan Cale, memiliki pintu masuk yang sudah lapuk. Begitu Cale mendorongnya, pagar itu hancur dengan mudahnya.

Pohon besar ini terlihat berusia ratusan tahun. Pohon-pohon di perumahan kumuh biasanya dijadikan kayu bakar atau dikuliti, tapi pohon ini tidak disentuh sama sekali.

Alasannya sederhana. Alasan itu terdengar di telinga Cale. Dua anak ini adalah satu-satunya orang yang mengikuti Cale dari perumahan kumuh sampai akhir.

“Kamu tidak boleh mendekati p-pohon itu!”

Cale mengabaikan peringatan itu. Dia lalu mendengar suara lain.

“Kamu tidak boleh ke sana! Itu pohon pemakan manusia!”

Pohon pemakan manusia. Siapapun yang menggantung diri di pohon ini menjadi mumi dalam semalam. Selain itu, darah yang terciprat ke pohon menghilang dalam sekejap.

Terakhir, hanya ada tanah di sekeliling pohon. Rumput, dan bahkan gulma, tidak terlihat di manapun.

Ini adalah pohon yang Cale cari.

Dahulu kala, di zaman kuno, hidup seseorang yang sangat menyukai makanan sampai-sampai kerakusannya membuat dirinya diusir dari tempat pemujaan. Orang itu pada akhirnya mati kelaparan.

Pohon ini dikabarkan tumbuh di atas tubuhnya, dan baik dendam maupun kekuatan orang itu tersimpan di pohon ini. Perisai Anti-Hancur yang Cale cari ada di sini.

Betapa kuno, misterius dan aneh! Sebagian besar kekuatan kuno memang misterius seperti ini.

Cale mengeluarkan sebuah roti dari kantong dan dengan hati-hati mengamati lubang seukuran kepala orang dewasa. Pertama-tama dia perlu mengusir pemilik suara itu sebelum memulai pekerjaannya. Akan tetapi, sebelum Cale sempat mengatakan sepatah katapun, suara itu bahkan terdengar lebih keras kali ini karena mereka tidak bisa melihat Cale dari luar pagar saat dia berjongkok. Suara itu sedikit bergetar.

“Kamu bisa mati! Jangan lakukan!”

Cale menekan pelipis dengan jemarinya.

 “Haaahhh.”

Semakin dekat ke pohon pemakan manusia di puncak bukit itu jumlah orang yang mengikutinya berkurang, tetapi pemilik suara itu terus membuntutinya.

‘Kemanapun kamu pergi selalu saja ada yang suka ikut campur.’

Cale mengernyit lalu memalingkan kepala. Dia melihat seorang anak perempuan berumur sekitar 10 tahun, memegang tangan adik laki-lakinya sambil menatapnya. Matanya terlihat sangat khawatir.

Melihat Cale yang mengerutkan dahi dan menatapnya, anak perempuan itu berbicara terbata-bata dan mulai bergumam.

“Itu pohon pemakan manusia. Kamu bisa ma, mati.”

“Aku tidak akan mati.”

Cale mengambil dua buah roti dari kantong dan melemparnya ke arah anak perempuan itu. Masing-masing roti itu terbungkus rapi jadi tidak masalah meskipun keduanya menggelinding di tanah.  

“Ambil itu lalu pergi.”

Si anak laki-laki segera memungut roti, tapi si anak perempuan masih ragu-ragu. Pada akhirnya, Cale perlu memanfaatkan identitasnya. Dia berdiri dan menjulurkan kepalanya ke luar pagar.

“Kalian berdua tidak kenal Cale si pembuat onar?”

Wajah anak perempuan itu memucat. Adik laki-lakinya melirik Cale lalu mengambil roti yang satu lagi untuk kakaknya dan menarik lengannya.

“Noona**.”

“Uh huh.”

Anak perempuan itu melihat bolak-balik antara pohon itu dan Cale sementara adiknya terus menarik-nariknya.

“Kamu tidak boleh mati.”

Cale mendecakkan lidahnya pada anak perempuan yang terus mengatakan itu, lalu setelah memastikan tidak ada orang lain lagi di sekitarnya, dia duduk di bawah pohon. Tidak ada seorangpun yang bisa melihat apa yang sedang dia lakukan kecuali jika mereka berdiri di dekat pagar.

“Ayo kita mulai.”

Dia mulai dengan mengambil sepotong roti dari kantong dan memasukkannya ke dalam lubang. Tangannya dalam sekejap menghilang ke dalam kegelapan di bawah pohon, dan Cale dapat merasakan sensasi dingin saat roti di tangannya lenyap.

Dia merasa seluruh tangannya seolah-olah dihisap ke dalam, lantas cepat-cepat menarik tangannya keluar.

Lubang gelap di bawah pohon masih terlihat sama seperti sebelumnya.

“Jika kamu mati membawa dendam, kamu harus menuntaskan dendammu itu.”

Pohon pemakan manusia ini sebenarnya bukanlah pohon yang memakan manusia. Ini adalah pohon yang akan makan apapun. Itu adalah efek samping dari kekuatan yang ditinggalkan oleh orang yang mati kelaparan itu. Namun, hal semacam itu berhubungan dengan kekuatan kuno… sebenarnya terdengar menggelikan tapi juga, pada saat yang sama, membuatnya tampak lebih realistis.

‘Aku ingat katanya aku harus memberinya makan sampai lubang gelap itu hilang.’

Lubang gelap di bawah pohon bukanlah bayangan pohon. Lubang gelap itu terbentuk dari rasa dendamnya.

Hal ini tidak bisa dilakukan bersama orang lain. Satu orang harus terus memberikan makanan dalam jumlah banyak hingga lubang gelap itu menghilang. Baru setelah itu, cahaya yang tersembunyi di bawahnya akan muncul.

Setelah dia menyerap cahaya itu, Perisai Anti-Hancur akan menjadi milik Cale.

“Makanlah sepuasnya.”

Cale memasukkan mulut kantong ke lubang dan mengosongkan semua roti di dalamnya. Normalnya, lubang kecil itu harusnya sudah penuh dengan roti, tetapi, setelah Cale mengeluarkan kantong, lubang gelap itu masih terlihat sama.

“Sepertinya aku butuh sepuluh kantong besar lagi.”

Kegelapan di lubang itu tampak sedikit memudar dibanding sebelumnya.

Sepuluh kantong. Hanya seseorang seperti Cale, dengan uang saku 3 juta gallons, yang dapat mengatakan hal seperti itu dengan santai.

Ddddrrrrrrrtttttttt.

Raungan aneh terdengar bergaung dari pohon. Seolah-olah mengatakan dia lapar dan minta makanan lagi. Cale merasa kegelapan itu seperti akan menjangkau keluar dan menangkapnya.

“…Ini agak menakutkan.”

Cale segera berdiri. Dia merasa tidak seharusnya berada di sini lebih lama lagi.

“Memangnya apa yang dendam konyol itu bisa perbuat?”

Kerakusan adalah hal yang mengerikan.

“Aku akan datang lagi besok.”

Cale berpamitan pada pohon yang bergemuruh itu seolah-olah pohon itu manusia dan keluar dari area berpagar. Begitu masuk ke perumahan kumuh, Cale melihat kakak-beradik itu sedang memakan roti.

Mereka tampak melahap roti dengan nikmat, padahal beberapa saat yang lalu mereka melarangnya mendekati pohon pemakan manusia itu. Mereka pasti menyukai rasanya, karena mereka berdua terlihat sangat bahagia.

“Ya ampun.”

Cale mendengus lalu mengabaikan tatapan mereka. Namun, mereka tidak sedang menatap dirinya, melainkan kantong yang tadinya penuh berisi roti tapi sekarang kosong. Mereka mungkin bertanya-tanya.

Tapi apa yang bisa mereka lakukan? Tidak ada.

Anak-anak ini mungkin bahkan terlalu takut dekat-dekat pohon pemakan manusia itu. Tetapi, tidak ada salahnya berhati-hati. Bisa terjadi hal buruk jika mereka pergi ke pohon itu dan melongokkan kepala mereka ke dalam lubang dan dimakan.

[Anak-anak di perkampungan kumuh tidak memiliki rasa takut. Demi mendapatkan sebulir beras mereka tidak takut menghadapi pedang yang mengarah ke mereka. Kematian selalu mengancam kapanpun, sehingga mereka tidak takut mati. Mereka lebih takut lapar daripada mati.]

Itulah yang tertulis di [Kelahiran Pahlawan].

Itu sebabnya Cale memutuskan untuk berbicara kepada pasangan kakak-beradik itu.

“Kalau mau roti lagi besok, jangan bilang siapa-siapa.”

Kedua kakak-beradik itu tidak berkata apapun. Mereka langsung mengikuti perintah Cale. Si anak perempuan, yang tadinya tampak ragu-ragu, menaruh tangannya ke mulut adiknya dan pura-pura tidak melihat Cale. Cale tersenyum dan berpikir anak perempuan itu lumayan cerdas, lalu dengan cepat meninggalkan perkampungan kumuh itu.

Orang-orang dari perkampungan kumuh, yang tahu Cale pergi ke puncak bukit, menatapnya sambi bertanya-tanya hal gila apa yang sekarang sedang dia lakukan tapi Cale justru menyukai tatapan semacam itu.

Orang-orang di luar perkampungan kumuh juga melihat Cale dengan aneh, tapi Cale tidak memedulikan tatapan mereka.

“Ah, tuan muda. Anda sudah kembali.”

Ketika Cale kembali ke kedai teh, Billos menyapanya dengan gembira.

“Ya. Bawakan aku secangkir teh baru. Kali ini yang menyegarkan.”

Cale menuju ke tempat duduknya di lantai tiga. Tidak ada seorangpun di lantai tiga, meskipun jam segini harusnya sudah lumayan ramai. Mereka semua menghindari si pembuat onar dari keluarga Count. Itu sebabnya Cale dapat merilekskan diri.

“Ini teh Anda, tuan muda. Saya juga membawa camilan.”

“Ah, bagus sekali. Makasih.”

Cale lagi-lagi hanya mengawasi gerbang kota sambil menyeruput teh. Billos mengamati wajah Cale dengan ekspresi ganjil lalu diam-diam meninggalkan lantai tiga. Rasanya aneh mendengar Cale mengucapkan terima kasih.

Cale terus memesan teh dan camilan sementara dia menatap keluar jendela hingga langit perlahan-lahan bersemburat jingga dan matahari terbenam. Dia lalu berdiri ketika malam tiba dan di luar berubah gelap.

Ini saatnya menemui si orang berbahaya yang akan melompati dinding kota.


 >>>>>>>>


*Summoning skill: kekuatan atau kemampuan untuk memanggil dan mengendalikan makhluk lain, seperti monster, binatang gaib, dsb.

**Noona: kakak perempuan (panggilan dari adik laki-laki kepada kakak perempuannya di Korea)

 

_______________________________________________________

* mana = kekuatan sihir


****

Proofreader: Tammara F.


<<<

>>>
===

Daftar Isi