Sunday, January 31, 2021

Trash of the Count’s Family (#5)

Pembuat Onar di Keluarga Count

Chapter 5: Mereka Bertemu (2)

                                             

‘Dia diusir dari gerbang pagi-pagi sekali.’

Choi Han pergi ke tempat yang pernah didengarnya dari penduduk desa, setelah dia selesai menguburkan semua warga desa tercintanya. Dia sedang menuju ke Kota Western.

Choi Han berpindah ke dunia ini ketika dia masih kelas 1 SMA, tetapi ia telah hidup selama puluhan tahun. Tentu saja, kenyataan bahwa sebagian besar hidupnya dihabiskan untuk bertahan hidup di Hutan Kegelapan membuatnya tumbuh dewasa dengan agak tidak normal, dan karena itu, saat mengalami insiden seperti itu dia bersikap lebih rasional dibanding apa yang orang-orang sangka.

‘Aku harus melaporkan ini ke penguasa tertinggi di kastil.’

Desa Harris memang desa terpencil, tetapi masih termasuk kekuasaan Count Henituse. Itu sebabnya Choi Han menuju ke Kota Western, berharap setidaknya dapat memberikan pemakaman sederhana bagi para penduduk desa.

Dia juga berencana mencari informasi terkait assassin yang telah dibunuhnya saat emosinya menjadi tak terkendali, karena hal ini, dia tidak sempat menanyakan satu pertanyaanpun kepada mereka. Meskipun begitu, memberikan pemakaman yang layak lebih penting daripada balas dendam.

‘Jika dipikir-pikir, dia benar-benar orang yang berhati hangat.’

Akan tetapi, kehilangan orang-orang yang pertama kali memberinya kasih sayang setelah puluhan tahun berada di Hutan Kegelapan, mau tidak mau membuatnya kehilangan akal sehat. Di novel, saat itulah Cale mencari gara-gara dengan Choi Han dan membuatnya marah. Dia ingat apa yang Cale katakan kepada Choi Han di novel.

[“Kenapa ayahku harus peduli apakah penduduk desa yang tidak berguna itu mati atau tidak? Segelas alkohol di tanganku ini lebih berharga dari seluruh nyawa kalian.”]

Choi Han tertawa mendengar kata-kata Cale lalu balik bertanya.

[“Pemikiranmu sungguh menarik. Aku sangat penasaran apakah kamu akan berubah pikiran atau tidak.”]

[“Bagaimana kalau kita cari tahu?”]

Choi Han lalu memukuli Cale hingga babak belur dan hampir mati. Yang menakjubkan adalah Cale tidak pernah mengubah pikirannya bahkan setelah dia dihajar habis-habisan.

“Ah, aku jadi merinding.”

Cale menggosok-gosokkan lengannya setelah merasakan bulu kuduknya berdiri. Dia segera menyesap teh yang Billos bawakan untuknya. Kemudian dia melihat keluar jendela sekali lagi, dan kembali merinding.

‘Itu dia orangnya.’

Ketika gerbang kota dibuka di pagi hari, seorang pria muda mengenakan pakaian dengan noda hitam di sana-sini, membuat pakaian itu terlihat seperti terbakar di banyak tempat, menghampiri gerbang. Pria muda itu adalah Choi Han.

Cale tidak beranjak dari tempat duduknya dan mengawasi Choi Han.

Kecepatannya mengagumkan, dia berlari bagai orang gila melalui jarak yang biasanya ditempuh kereta selama seminggu, alhasil, dia terlihat sangat berantakan. Tentu saja, penampilannya yang berantakan juga turut disebabkan oleh kejadian di desanya.

Penjaga menghadang Choi Han saat masuk ke dalam dengan kepala tertunduk, dia tampak sangat kelelahan. Cale tidak tahu apa yang mereka katakan, tapi dia dapat melihat Choi Han menggeleng-gelengkan kepalanya saat penjaga menanyainya.

‘Aku yakin mereka menanyakan bukti identitasnya.’

Penjaga di Kota Western biasanya ramah, tapi mereka ketat terhadap aturan. Sikap mereka persis tuan mereka, Count Deruth.

“Mereka mengusirnya keluar.”

Seperti yang diduga, Choi Han berjalan keluar dari gerbang. Dia bahkan tidak marah. Setelah berlari tanpa henti sepanjang hari, akal sehatnya yang sedikit demi sedikit mulai kembali memberitahunya untuk tidak membunuh orang tak bersalah.

‘Sekarang Choi Han akan menunggu hingga malam tiba lalu diam-diam melompati dinding kota untuk masuk.’

Dia lalu secara kebetulan bertemu Cale yang sedang sibuk minum-minum.

Kriiiieetttt. Karena Cale sendirian, bunyi kursi yang terdorong saat dia bangkit berdiri terdengar cukup keras. Dia turun dan memberitahu Billos yang berada di konter.

“Aku akan segera kembali. Jangan bereskan tempatku.”

“Ya, tuan muda. Saya menantikan Anda kembali.”

Cale tidak menghiraukan senyum di wajah tambun Billos dan berjalan keluar dari kedai teh.

“Dia tidak merusak satu benda pun!”  

Cale dapat mendengar suara seseorang dari dalam kedai, tapi dia tidak mengindahkannya. Dia perlu melakukan langkah pertama untuk mendapatkan Perisai Anti-Hancur itu hari ini.

 Perisai Anti-Hancur.

Itu bukanlah benda yang berbentuk nyata. Bentuknya mirip perisai yang terbuat dari mana* penyihir. Sesuatu yang sebenarnya tidak memiliki bentuk fisik. Namun, ini sangat berbeda dari perisai mana, karena lebih menyerupai kekuatan super daripada sihir.

Lucunya, manusia yang menciptakan kekuatan itu pada akhirnya meninggal, dan dia adalah seseorang yang melayani dewa tetapi pada akhirnya dikucilkan.

‘Novel ini berisi segala macam hal yang aneh.’

Layaknya sejarah di dunia fantasi manapun, dunia ini juga memiliki sejarah kuno. Selama masa kuno itu, sihir maupun persenjataan belum berkembang.

Sebagai gantinya, itu adalah masa di mana bakat alami atau bakat yang berasal dari peristiwa gaib memainkan peran penting. Kekuatan yang paling berpengaruh pada masa itu adalah kekuatan super, kekuatan dewa, dan kekuatan alam. Masa itu masih sangat primitif.

Sebagian kekuatan itu bertahan sampai sekarang, tersembunyi di tempat atau benda tertentu. Siapapun bisa mengambil alih kekuatan itu selama memenuhi persyaratan.

Kekuatan kuno.  

Para pahlawan akan menemukan kekuatan-kekuatan ini. Akan tetapi, kekuatan ini hanyalah kekuatan pendukung, tidak cukup kuat untuk digunakan sebagai kekuatan utama oleh seorang pahlawan.

Ini adalah kekuatan yang sedang dicari Cale.

‘Semuanya kecuali kekuatan dewa.’

Baik dewa, malaikat, ataupun iblis. Cale tidak ingin terlibat dengan salah satu dari mereka.

Itu sebabnya Cale tengah mencari kekuatan yang manusia kembangkan secara alami atau berasal dari alam.

‘Itu adalah cara untuk memastikan aku tidak perlu berusaha keras.’

Itu adalah jenis kekuatan yang sedang dia cari. Sesuatu seperti seni pedang atau sihir akan mengharuskannya berlatih keras. Dia tidak ingin melakukan sesuatu semacam itu.

Tidak seperti buku lainnya, peradaban kuno di novel [Kelahiran Pahlawan] tidaklah terlalu kuat.

Ketika peradaban mulai maju, sihir dan summoning skill* yang dikembangkan mengalahkan kekuatan alam yang ditinggalkan oleh peradaban kuno. Begitu juga dengan kekuatan super. Sebagian besar kekuatan super akan dengan mudah dikalahkan oleh satu pukulan ‘Aura’ yang orang gunakan di masa sekarang.

Lagipula para pahlawan jarang menggunakan kekuatan ini bukanlah tanpa alasan.

‘Dan tujuanku adalah untuk mengumpulkan kekuatan super ini agar menjadi cukup kuat.’

Itu adalah tujuan yang memuaskan bagi Cale. Khususnya karena dia juga tahu kekuatan kuno yang dapat memperkuat kekuatan super ini.

Sebagai langkah pertama dari rencananya, Cale mulai mencari kekuatan kuno yang tersembunyi di Kota Western. Dia tahu persyaratan untuk mendapatkan kekuatan itu.

“Tuan, tuan muda. Selamat datang.”

Cale menganggukkan kepalanya ke tukang roti, yang membungkukkan badannya serendah mungkin sehingga kepalanya terlihat seolah-olah akan menyentuh tanah, untuk membalas sapaannya. Dia dapat mendengar tukang roti itu terkesiap, tapi Cale pura-pura tidak mendengarnya. Dia merasa kasihan melihat bagaimana reputasi pembuat onarnya membuat tukang roti ini sangat ketakutan.

“Beri aku beberapa roti.”

“Maaf?”

Cale menunjuk semua roti di toko itu dan menjawab dengan tegas.

“Semuanya mulai dari sini sampai sana.”

Klang. Koin emas yang Cale keluarkan mulai berputar di atas konter toko.

“Bungkus semuanya.”

Tukang roti itu terlihat membeku di tempatnya sementara Cale terus berbicara.

“Dua atau tiga koin emas lagi harusnya cukup untuk membeli roti selama seminggu, iya kan?”

Tatapan tukang roti, yang terarah pada koin emas itu, berpindah ke Cale. Uang itu terlalu banyak untuk membayar semua roti itu. Cale merespons tatapan gemetar tukang roti itu dengan tenang.

“Aku bisa pergi ke tempat lain jika kamu tidak mau.”

“Tidak, bukan begitu! Tuan muda! Saya akan membungkusnya secepat mungkin!”

Tukang roti itu bersikap sangat hormat untuk alasan yang berbeda dari sebelumnya lalu bergerak dengan cepat. Beberapa menit kemudian, Cale meninggalkan toko roti itu dengan kantong penuh roti di bahunya.

Meskipun isinya hanya roti, kantong itu lumayan berat. Beratnya membuat Cale mengernyit, dia mengabaikan tukang roti yang sedang menatapnya pergi saat dia melangkah ke jalan.

Cale menuruni jalan dengan santai, dia menyadari siapapun yang membuat kontak mata dengannya akan segera berpaling dan pergi menjauh. Sebagian besar orang bahkan sampai berlari untuk menghindari kontak mata dengannya.

‘Di sini sangat berbeda dari Korea. Ini benar-benar dunia fantasi.’

Cale melihat sekelilingnya saat dia melintasi pasar yang menguarkan sensasi khas dunia fantasi.

“Mm.”

“Mmph.”

Setiap kali dia membuat kontak mata dengan seorang pedagang, mereka terkejut dan mengindari tatapannya. Ck…Ck… Di masa lalu Cale pasti benar-benar bertingkah seperti julukan si pembuat onarnya. Cale berbicara buruk tentang dirinya sendiri saat dia berjalan melewati pasar dan menuju bagian barat Kota Western.

Perkampungan kumuh itu berada di sebelah barat. Bagaimanapun kayanya sebuah wilayah, akan selalu ada orang-orang miskin di dalamnya. Pada situasi seperti ini, kebanyakan orang mungkin akan berharap mendengar kalimat semacam ini.

‘Ah, ini adalah pertemuan takdir yang Anda dapatkan dengan berbagi makanan kepada orang miskin.’

Sayangnya, kenyataan tidak seperti itu.

Cale dapat merasakan orang-orang meliriknya begitu dia memasuki perkampungan kumuh itu. Ini adalah tempat di mana pengangguran dan berandal hidup bersama.

Meskipun orang-orang miskin mungkin tidak mengenal wajah tuan mereka, Count, mereka mengenal wajah Cale. Orang-orang yang tidak punya pajak untuk dibayar ini lebih menaruh perhatian pada tipe orang yang akan menyebabkan keributan di pasar, bar, alun-alun, dll, yah… di manapun itu, Cale mungkin pernah berbuat onar juga di sana.

“Ck.”

Meskipun mereka tahu semua cerita tentang Cale, mereka tidak bisa menolak aroma harum roti dari kantong Cale. Cale tidak menghiraukan tatapan mereka dan terus berjalan.

Ujung sepatu kulit mahalnya mulai dekil oleh air kotor. Bau busuk yang tidak dikenal juga memenuhi hidung Cale, membuatnya mengernyit.

Dia berjalan semakin cepat. Perumahan kumuh itu terletak di salah satu sisi bukit kecil dan terdiri dari rumah-rumah tua. Cale berjalan ke arah puncak bukit itu. Saat dia semakin dekat, tatapan dan langkah orang-orang yang mengikutinya mulai berkurang. Tatapan tajam Cale mungkin menjadi salah satu penyebabnya.

‘Di sini lebih baik.’

Setelah terbebas dari bau busuk itu, Cale berdiri di puncak bukit dan menoleh untuk melihat Kota Western di bawahnya. Tentu saja, bukit ini tidak setinggi kediaman Count. Tidak mungkin penguasa tertinggi di wilayah itu tinggal di tempat yang lebih rendah dari perumahan kumuh.

Cale tersadar dari lamunannya lalu berjalan menuju sebuah pohon yang sekelilingnya dipagari. Pagar itu, yang terbuat dari papan tebal selebar badan Cale, memiliki pintu masuk yang sudah lapuk. Begitu Cale mendorongnya, pagar itu hancur dengan mudahnya.

Pohon besar ini terlihat berusia ratusan tahun. Pohon-pohon di perumahan kumuh biasanya dijadikan kayu bakar atau dikuliti, tapi pohon ini tidak disentuh sama sekali.

Alasannya sederhana. Alasan itu terdengar di telinga Cale. Dua anak ini adalah satu-satunya orang yang mengikuti Cale dari perumahan kumuh sampai akhir.

“Kamu tidak boleh mendekati p-pohon itu!”

Cale mengabaikan peringatan itu. Dia lalu mendengar suara lain.

“Kamu tidak boleh ke sana! Itu pohon pemakan manusia!”

Pohon pemakan manusia. Siapapun yang menggantung diri di pohon ini menjadi mumi dalam semalam. Selain itu, darah yang terciprat ke pohon menghilang dalam sekejap.

Terakhir, hanya ada tanah di sekeliling pohon. Rumput, dan bahkan gulma, tidak terlihat di manapun.

Ini adalah pohon yang Cale cari.

Dahulu kala, di zaman kuno, hidup seseorang yang sangat menyukai makanan sampai-sampai kerakusannya membuat dirinya diusir dari tempat pemujaan. Orang itu pada akhirnya mati kelaparan.

Pohon ini dikabarkan tumbuh di atas tubuhnya, dan baik dendam maupun kekuatan orang itu tersimpan di pohon ini. Perisai Anti-Hancur yang Cale cari ada di sini.

Betapa kuno, misterius dan aneh! Sebagian besar kekuatan kuno memang misterius seperti ini.

Cale mengeluarkan sebuah roti dari kantong dan dengan hati-hati mengamati lubang seukuran kepala orang dewasa. Pertama-tama dia perlu mengusir pemilik suara itu sebelum memulai pekerjaannya. Akan tetapi, sebelum Cale sempat mengatakan sepatah katapun, suara itu bahkan terdengar lebih keras kali ini karena mereka tidak bisa melihat Cale dari luar pagar saat dia berjongkok. Suara itu sedikit bergetar.

“Kamu bisa mati! Jangan lakukan!”

Cale menekan pelipis dengan jemarinya.

 “Haaahhh.”

Semakin dekat ke pohon pemakan manusia di puncak bukit itu jumlah orang yang mengikutinya berkurang, tetapi pemilik suara itu terus membuntutinya.

‘Kemanapun kamu pergi selalu saja ada yang suka ikut campur.’

Cale mengernyit lalu memalingkan kepala. Dia melihat seorang anak perempuan berumur sekitar 10 tahun, memegang tangan adik laki-lakinya sambil menatapnya. Matanya terlihat sangat khawatir.

Melihat Cale yang mengerutkan dahi dan menatapnya, anak perempuan itu berbicara terbata-bata dan mulai bergumam.

“Itu pohon pemakan manusia. Kamu bisa ma, mati.”

“Aku tidak akan mati.”

Cale mengambil dua buah roti dari kantong dan melemparnya ke arah anak perempuan itu. Masing-masing roti itu terbungkus rapi jadi tidak masalah meskipun keduanya menggelinding di tanah.  

“Ambil itu lalu pergi.”

Si anak laki-laki segera memungut roti, tapi si anak perempuan masih ragu-ragu. Pada akhirnya, Cale perlu memanfaatkan identitasnya. Dia berdiri dan menjulurkan kepalanya ke luar pagar.

“Kalian berdua tidak kenal Cale si pembuat onar?”

Wajah anak perempuan itu memucat. Adik laki-lakinya melirik Cale lalu mengambil roti yang satu lagi untuk kakaknya dan menarik lengannya.

“Noona**.”

“Uh huh.”

Anak perempuan itu melihat bolak-balik antara pohon itu dan Cale sementara adiknya terus menarik-nariknya.

“Kamu tidak boleh mati.”

Cale mendecakkan lidahnya pada anak perempuan yang terus mengatakan itu, lalu setelah memastikan tidak ada orang lain lagi di sekitarnya, dia duduk di bawah pohon. Tidak ada seorangpun yang bisa melihat apa yang sedang dia lakukan kecuali jika mereka berdiri di dekat pagar.

“Ayo kita mulai.”

Dia mulai dengan mengambil sepotong roti dari kantong dan memasukkannya ke dalam lubang. Tangannya dalam sekejap menghilang ke dalam kegelapan di bawah pohon, dan Cale dapat merasakan sensasi dingin saat roti di tangannya lenyap.

Dia merasa seluruh tangannya seolah-olah dihisap ke dalam, lantas cepat-cepat menarik tangannya keluar.

Lubang gelap di bawah pohon masih terlihat sama seperti sebelumnya.

“Jika kamu mati membawa dendam, kamu harus menuntaskan dendammu itu.”

Pohon pemakan manusia ini sebenarnya bukanlah pohon yang memakan manusia. Ini adalah pohon yang akan makan apapun. Itu adalah efek samping dari kekuatan yang ditinggalkan oleh orang yang mati kelaparan itu. Namun, hal semacam itu berhubungan dengan kekuatan kuno… sebenarnya terdengar menggelikan tapi juga, pada saat yang sama, membuatnya tampak lebih realistis.

‘Aku ingat katanya aku harus memberinya makan sampai lubang gelap itu hilang.’

Lubang gelap di bawah pohon bukanlah bayangan pohon. Lubang gelap itu terbentuk dari rasa dendamnya.

Hal ini tidak bisa dilakukan bersama orang lain. Satu orang harus terus memberikan makanan dalam jumlah banyak hingga lubang gelap itu menghilang. Baru setelah itu, cahaya yang tersembunyi di bawahnya akan muncul.

Setelah dia menyerap cahaya itu, Perisai Anti-Hancur akan menjadi milik Cale.

“Makanlah sepuasnya.”

Cale memasukkan mulut kantong ke lubang dan mengosongkan semua roti di dalamnya. Normalnya, lubang kecil itu harusnya sudah penuh dengan roti, tetapi, setelah Cale mengeluarkan kantong, lubang gelap itu masih terlihat sama.

“Sepertinya aku butuh sepuluh kantong besar lagi.”

Kegelapan di lubang itu tampak sedikit memudar dibanding sebelumnya.

Sepuluh kantong. Hanya seseorang seperti Cale, dengan uang saku 3 juta gallons, yang dapat mengatakan hal seperti itu dengan santai.

Ddddrrrrrrrtttttttt.

Raungan aneh terdengar bergaung dari pohon. Seolah-olah mengatakan dia lapar dan minta makanan lagi. Cale merasa kegelapan itu seperti akan menjangkau keluar dan menangkapnya.

“…Ini agak menakutkan.”

Cale segera berdiri. Dia merasa tidak seharusnya berada di sini lebih lama lagi.

“Memangnya apa yang dendam konyol itu bisa perbuat?”

Kerakusan adalah hal yang mengerikan.

“Aku akan datang lagi besok.”

Cale berpamitan pada pohon yang bergemuruh itu seolah-olah pohon itu manusia dan keluar dari area berpagar. Begitu masuk ke perumahan kumuh, Cale melihat kakak-beradik itu sedang memakan roti.

Mereka tampak melahap roti dengan nikmat, padahal beberapa saat yang lalu mereka melarangnya mendekati pohon pemakan manusia itu. Mereka pasti menyukai rasanya, karena mereka berdua terlihat sangat bahagia.

“Ya ampun.”

Cale mendengus lalu mengabaikan tatapan mereka. Namun, mereka tidak sedang menatap dirinya, melainkan kantong yang tadinya penuh berisi roti tapi sekarang kosong. Mereka mungkin bertanya-tanya.

Tapi apa yang bisa mereka lakukan? Tidak ada.

Anak-anak ini mungkin bahkan terlalu takut dekat-dekat pohon pemakan manusia itu. Tetapi, tidak ada salahnya berhati-hati. Bisa terjadi hal buruk jika mereka pergi ke pohon itu dan melongokkan kepala mereka ke dalam lubang dan dimakan.

[Anak-anak di perkampungan kumuh tidak memiliki rasa takut. Demi mendapatkan sebulir beras mereka tidak takut menghadapi pedang yang mengarah ke mereka. Kematian selalu mengancam kapanpun, sehingga mereka tidak takut mati. Mereka lebih takut lapar daripada mati.]

Itulah yang tertulis di [Kelahiran Pahlawan].

Itu sebabnya Cale memutuskan untuk berbicara kepada pasangan kakak-beradik itu.

“Kalau mau roti lagi besok, jangan bilang siapa-siapa.”

Kedua kakak-beradik itu tidak berkata apapun. Mereka langsung mengikuti perintah Cale. Si anak perempuan, yang tadinya tampak ragu-ragu, menaruh tangannya ke mulut adiknya dan pura-pura tidak melihat Cale. Cale tersenyum dan berpikir anak perempuan itu lumayan cerdas, lalu dengan cepat meninggalkan perkampungan kumuh itu.

Orang-orang dari perkampungan kumuh, yang tahu Cale pergi ke puncak bukit, menatapnya sambi bertanya-tanya hal gila apa yang sekarang sedang dia lakukan tapi Cale justru menyukai tatapan semacam itu.

Orang-orang di luar perkampungan kumuh juga melihat Cale dengan aneh, tapi Cale tidak memedulikan tatapan mereka.

“Ah, tuan muda. Anda sudah kembali.”

Ketika Cale kembali ke kedai teh, Billos menyapanya dengan gembira.

“Ya. Bawakan aku secangkir teh baru. Kali ini yang menyegarkan.”

Cale menuju ke tempat duduknya di lantai tiga. Tidak ada seorangpun di lantai tiga, meskipun jam segini harusnya sudah lumayan ramai. Mereka semua menghindari si pembuat onar dari keluarga Count. Itu sebabnya Cale dapat merilekskan diri.

“Ini teh Anda, tuan muda. Saya juga membawa camilan.”

“Ah, bagus sekali. Makasih.”

Cale lagi-lagi hanya mengawasi gerbang kota sambil menyeruput teh. Billos mengamati wajah Cale dengan ekspresi ganjil lalu diam-diam meninggalkan lantai tiga. Rasanya aneh mendengar Cale mengucapkan terima kasih.

Cale terus memesan teh dan camilan sementara dia menatap keluar jendela hingga langit perlahan-lahan bersemburat jingga dan matahari terbenam. Dia lalu berdiri ketika malam tiba dan di luar berubah gelap.

Ini saatnya menemui si orang berbahaya yang akan melompati dinding kota.


 >>>>>>>>


*Summoning skill: kekuatan atau kemampuan untuk memanggil dan mengendalikan makhluk lain, seperti monster, binatang gaib, dsb.

**Noona: kakak perempuan (panggilan dari adik laki-laki kepada kakak perempuannya di Korea)

 

_______________________________________________________

* mana = kekuatan sihir


****

Proofreader: Tammara F.


<<<

>>>
===

Daftar Isi    

 

1 comment:

  1. Jadi, On 10 tahun, Hong 7 tahun, Raon 4 tahun waktu pertama kali ketemu Cale.
    PS: aku hitung sendiri, bisa jadi ini salah.

    ReplyDelete