Chapter 317: Kenapa Dia Di Sini (2)
Penerjemah: Shira
Ulwiya
Kesunyian memenuhi kereta yang berderak.
Meskipun aku masih
tidak nafsu makan, aku tidak merasa pusing karena gerakan kereta dan anginnya
segar. Dengan langit yang cerah ini, cuaca sangat cocok untuk perjalanan.
‘Aku benar-benar ingin kami pergi bersama.’
Saat aku bersandar di
jendela kereta menyaksikan pemandangan hijau berubah menjadi bangunan megah, aku
merasa sedikit sedih. Bayangan Heinley yang mengobrol di sampingku terus muncul
di pikiranku.
'Sejak kapan dia menyergap pikiranku secara
alami?'
"Sepertinya kita
hampir sampai, Yang Mulia."
Aku tenggelam dalam
pikiran ketika aku mendengar suara bersemangat Countess Jubel. Pada saat itu, aku
ingat apa yang terjadi sebelum aku pergi dan tertawa.
Fakta bahwa aku bisa
menjadi penyihir juga merupakan rahasia, tetapi aku hanya akan menyimpannya
sebagai kartu andalanku.
Aku tidak perlu
menyembunyikannya dari semua orang seperti yang aku lakukan dengan kehamilanku,
jadi aku memberi tahu para dayang tentang tujuan perjalanan ini.
Para dayangku sangat
bersemangat sehingga mereka semua ingin menemaniku.
Melihat Rose dan Laura
mengeluh bersama, Countess Jubel tidak bisa menahan tawa.
"Anda tampak
ceria, Yang Mulia."
"Yah, aku
berpikir kalau lain kali aku harus datang dengan Nona Rose dan Nona Laura
..."
Tepat ketika Mastas
hendak berbicara, kereta berhenti dan Viscount Langdel membuka pintu.
"Kita telah tiba,
Yang Mulia."
Viscount Langdel
mengulurkan tangannya kepadaku dan aku turun dari kereta.
"Terima
kasih."
Ngomong-ngomong... apa
dia baik-baik saja? Dia memiliki ekspresi muram di bawah sinar matahari.
Mungkinkah karena dia
jauh dari Duchess Tuania?
"Aku minta maaf
kamu harus mengantarku dalam perjalanan panjang ini."
Aku meminta maaf,
berpikir itu mungkin salahku, tetapi Viscount Langdel segera menjawab.
"Apa? Tidak,
tidak. Anda adalah penyelamat saya, nyonya yang saya layani meskipun hanya
sementara.”
Meskipun dia
menyangkalnya, rona wajahnya baik….
Saat aku merenungkan
apakah tidak sopan untuk bertanya, Viscount Langdel bergumam sambil mengulurkan
tangannya ke Countess Jubel untuk turun dari kereta juga.
“Sebenarnya ini karena
Nian.”
Countess Jubel
bertanya dengan tergesa-gesa sebelum turun dari kereta.
“Apa yang terjadi
dengan Nian?”
Di Kekaisaran Timur,
Nian adalah fokus gosip masyarakat kelas atas.
Sejak aku tiba di
sini, desas-desus tentang aku tidak berhenti beredar, jadi dia tetap berada di
belakang layar. Countess tampak penasaran karena dia sudah lama tidak mendengar
kabar tentang Nian.
Viscount Langdel
menanggapi dengan cemberut.
"Itu semua karena
Marquis Liberty."
Kenapa dengannya?
Marquis Liberty adalah putra tertua Duke Liberty. Dia tidak secara resmi
menyandang gelar marquis, semua orang memanggilnya marquis karena dia adalah
penerusnya. Dia juga kakak laki-laki William, saudara angkat Mullaney.
Setelah Countess Jubel
turun dari kereta, Mastas menolak tangan Viscount Langdel dan bertanya,
“Maksudmu si kadal
pemalu?”
"Ya, kadal
itu."
'Kenapa kadal?'
Mata Countess Jubel
berbinar seolah dia mendengar seorang pria melangkah di antara Viscount Langdel
dan Nian, jadi dia bertanya,
Viscount Langdel
menjawab dengan muram,
“Kurasa dia jatuh
cinta pada Nian. Dia muncul di pesta mana pun yang diselenggarakan atau
dihadiri Nian, tidak peduli seberapa kecil atau besar.”
Countess Jubel tertawa
dan menjabat tangannya seolah-olah dia membuat keributan karena hal sepele.
“Tadinya aku pikir itu
masalah gawat. Dia bukan pria pertama atau kedua di belakangnya, mengapa kamu
begitu peduli?"
“Dia memiliki status
yang lebih tinggi, lebih stabil… dan memiliki penampilan yang lembut.”
Mastas buru-buru
nimbrung dan menghibur Viscount Langdel,
“Viscount juga memiliki
penampilan yang lembut.”
"Apakah itu
pujian ?!"
"Tentu saja! Viscount
juga kadal yang hebat.”
"Apakah itu
benar-benar pujian?"
Pada saat seperti ini,
Viscount Langdel tidak terlihat seperti komandan kesatria transnasional yang menakutkan.
Melihat Viscount Langdel mengangguk mendengar pujian Mastas, aku menggigit
bibirku untuk menahan tawa.
Tapi Viscount Langdel,
yang sedang berjalan santai, tiba-tiba berhenti dan ekspresinya menjadi kaku.
Wajah polosnya menghilang, dan ekspresi sengit dari sang komandan kesatria
langsung muncul.
Ada masalah apa?
Aku menolehkan kepalaku
ke arah yang dia lihat.
Alasannya mudah
dimengerti.
Sovieshu…
Ada Sovieshu.
Dia juga memiliki
ekspresi kaku, seolah-olah dia tidak berharap melihatku di sini. Para kesatria
di belakang Sovieshu tampak tidak nyaman. Suasana cerah tiba-tiba berubah
berat.
Kami saling memandang
dengan canggung sejenak, lalu dengan hati-hati mendekati satu sama lain
seolah-olah seseorang telah mendorong kami.
Kami berdua menempati
posisi yang terlalu tinggi untuk berpura-pura bahwa kami tidak pernah bertemu.
Sebagai kaisar dan permaisuri dari negara-negara kuat, kami harus menunjukkan
rasa saling menghormati.
Selain itu, ini adalah
jalan yang lurus. Jika aku ingin menghindarinya, aku harus melewati semak-semak
di kedua sisinya. Itu akan terlihat seolah aku akan melarikan diri.
Sekitar tiga langkah
jauhnya, kami berhenti lagi. Aku menyapanya dengan sopan dengan senyum seorang
permaisuri.
“Aku sudah dengar
tentang kelahiran sang bayi. Selamat."
"… Terima
kasih."
Sovieshu menjawab
dengan canggung.
Aku mengangkat sudut
bibirku dan mengangguk tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Kemudian aku
menambahkan,
"Apakah Anda
memberikan bayi itu hadiah dari saya, atau apakah Anda membuangnya?"
Ketika Rashta hamil, aku
memilih pedang sebagai hadiah untuk anaknya. Sebuah pedang yang mewah dan
indah, tapi dekoratif. Pedang yang berarti hidup tanpa bekerja, atau hidup
tanpa usaha.
Ekspresi Sovieshu segera
membeku.
"Yah. Itu hadiah
yang Anda berikan kepada Rashta, jadi saya tidak tahu di mana itu.”
"Saya
mengerti."
Aku mengangguk dan
melihat ke arah yang seharusnya aku tuju. Itu adalah arah dari mana Sovieshu
muncul.
Aku ragu-ragu. Bisakah
aku mengucapkan selamat tinggal dan melanjutkan perjalanan? Bisakah aku
memberitahunya untuk membiarkan aku lewat, bahwa aku memiliki urusan yang harus
diselesaikan?
"Mundur."
Aku rasa tidak.
Sovieshu memerintahkan
para kesatrianya untuk mundur. Kemudian, aku mengarahkan pandangan yang
menunjukkan hal yang sama kepada para kesatria di belakangku.
Viscount Langdel
mengerutkan kening, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Meskipun Wirwol berfungsi
sebagai daerah otonom, itu masih wilayah Kekaisaran Timur, jadi Sovieshu dapat
bertanya, 'Apa yang dilakukan orang yang diasingkan di sini?' Untuk beberapa
alasan, dia sepertinya berusaha menghindarinya.
Terakhir, aku juga
meminta Countess Jubel dan Mastas untuk mundur.
Aku tidak bisa mengabaikan
permintaannya dengan enteng, dia masih Kaisar Kekaisaran Timur.
Begitu semua orang
pergi, Sovieshu bertanya,
“Aku pikir kamu akan
hidup dengan baik. Mengapa kamu kehilangan begitu banyak berat badan?”
Anehnya, dia terdengar
sangat kesal.
Memang benar bahwa aku
telah kehilangan berat badan, aku tidak makan banyak akhir-akhir ini.
Tetapi aku tidak bisa
mengatakan bahwa aku kehilangan nafsu makan karena aku hamil. Sementara aku
tetap diam mencoba mencari jawaban, Sovieshu bertanya lagi.
"Apakah karena
suamimu?"
***
[Baca Remarried
Empress Bahasa Indonesia di https://shiraulwiya.blogspot.com/]
Diterjemahkan dari https://novelutopia.com/
<<<
>>>
Chapter 318
===
semangat updatenya kak 🙇♀️
ReplyDelete