Chapter 289: Penyelamatan (2)
Penerjemah: Shira
Ulwiya
Heinley selalu memasak
untukku. Jadi hari ini aku akan memasak untuknya untuk menghilangkan suasana
canggung di antara kami.
Aku menuju dapur yang
sering digunakan Heinley.
Dapur yang rapi dan
bersih menunjukkan kalau itu dirancang dengan penekanan pada estetika daripada
penggunaan praktis, tetapi dilengkapi dengan semua yang diperlukan.
Setelah menyingsingkan
lengan baju, aku memikirkan hidangan apa yang bisa aku masak.
Sup jagung? Sup jamur?
Sup sayuran? Sebenarnya, aku hampir tidak punya pengalaman.
… Haruskah aku membuat
telur dadar? Itu adalah hidangan klasik. Yang terpenting adalah aku akan
melakukannya sendiri untuknya.
Ya. Aku akan membuat
sesuatu yang sederhana namun lezat, daripada sesuatu yang aku tidak tahu cara
membuatnya dengan baik.
Segera setelah aku
memutuskan, aku memecahkan telur ke dalam mangkuk dan mengocoknya dengan
garpu…. satu jam kemudian, saat makan malam, aku menyajikan telur dadar yang aku
buat sendiri untuk Heinley.
Heinley dengan senang
hati memakan sepotong telur dadar.
"Bagaimana
rasanya?"
“Ini telur dadar
paling enak yang pernah aku rasakan dalam hidupku.”
Aku tahu itu adalah
kata-kata kosong, tetapi itu membuatku merasa senang. Saat aku melihatnya
makan, aku mencoba untuk menekan konflik 'cinta atau stabilitas' yang terjadi
di kepalaku selama beberapa hari terakhir.
Saat itu, Heinley
bertanya kepadaku,
"Apakah kamu
tidak ingin makan Ratuku?"
"Ah."
Baru kemudian aku
menyadari kalau aku hampir tidak menyentuh makanan di piringku. Heinley menyarankan
agar aku mencoba telur dadar yang aku buat sendiri.
“Kamu harus mencobanya
juga, Ratuku. Ini sangat lezat. Aku sungguh-sungguh."
Aku mengambil sepotong
telur dadar dengan garpu, memasukkannya ke dalam mulut, mengunyahnya beberapa
kali dan segera menelannya.
Tapi itu aneh.
Kelihatannya enak seperti yang dia katakan, tapi rasanya tidak enak.
Juga, rasa telur dadar
yang tertinggal di mulut aku agak tidak enak. Tiba-tiba, aku merasa seolah-olah
aku telah membuat bubur ayam, bukan telur dadar, yang membuat perutku semakin
melilit.
Begitu aku buru-buru
minum segelas air, Heinley bertanya dengan suara gemetar,
“Ratuku? Apakah ada
bahan makanan yang tidak bisa kamu makan?”
"Tidak. Aku hanya
sedang tidak nafsu makan.”
“Apa kamu merasa
baik-baik saja?”
"Ya, aku hanya
kurang nafsu makan."
Heinley mengulurkan
tangan dan meletakkan telapak tangannya di dahiku. Telapak tangannya terasa
sejuk dan menyenangkan.
Saat aku memejamkan
mata, Heinley bergumam, “Kamu sedikit demam. Aku akan memanggil dokter istana,
Ratuku."
"Aku baik-baik
saja. Tidak perlu memanggil dokter istana hanya karena aku tidak nafsu makan.”
Aku menggelengkan
kepalaku dengan cepat, menyendok beberapa salad yang dibuat oleh koki ke dalam
mulutku dan tersenyum paksa.
Alasan kurangnya nafsu
makanku sudah jelas. Aku mendengar kalau Rashta ingin membunuh orang tuaku,
bukankah aneh jika nafsu makanku baik?.
Dokter istana akan
mengira aku kelelahan karena terlalu banyak bekerja, sehingga mengganggu
tugasku.
Aku masih memiliki
banyak pekerjaan, jadi aku tidak ingin dia memanggil dokter istana karena
gejala ini.
***
Ketika Viscount
Roteschu, yang tidak mengunjungi Rashta selama berhari-hari, bertanya padanya,
"Apa kamu
kebetulan pernah melihat Rivetti?"
Rashta hampir
mengeluarkan teriakan kegembiraan yang luar biasa. 'Pembunuh itu sudah melakukannya!'
"Tidak. Apa yang
terjadi?"
Rashta bertanya,
menekan kegembiraan dalam suaranya.
Ekspresi Viscount
Roteschu menjadi suram.
"Dia belum
kembali ke rumah selama berhari-hari."
"Betulkah?"
Rashta bertanya dengan acuh tak acuh, dan menambahkan dengan tegas, “Aku tidak
tahu apa-apa. Rashta tidak dekat atau berhubungan dengannya, kan? Aku tidak
tertarik dengan apapun yang berhubungan dengannya.”
Viscount Roteschu
mengerutkan kening, tetapi tidak menjawab. Dia sangat khawatir tentang Rivetti
sehingga dia bahkan tidak ingin berdebat.
“Dia bukan anak kecil,
dia bisa bersenang-senang tanpa persetujuanmu. Khawatirkan saja apa yang aku
minta kamu lakukan.”
Akhirnya, Viscount
Roteschu pergi. Malam berikutnya, pembunuh bayaran yang disewa oleh Rashta
datang menemuinya.
Pembunuh itu memasuki
kamar Rashta dengan sangat mudah.
Rashta hampir
berteriak ketakutan ketika dia melihat si pembunuh berdiri di dekat jendela.
Namun, dia segera mengenali
sosok aneh si pembunuh dan bertanya dengan tergesa-gesa,
“Apa yang terjadi
dengan Rivetti?”
Rashta bertanya dengan
penuh semangat, yang dijawab oleh si pembunuh dengan acuh tak acuh.
“Aku menculiknya dan
menyerahkannya kepada pedagang budak ilegal. Uang dari penjualan—”
"Berikan padaku. Aku
akan membeli makanan lezat dengan itu. Aku akan memberimu pembayaran terpisah.”
Ketika si pembunuh
memberinya uang yang dia bawa, Rashta segera mengantonginya lantas memberinya pembayaran
yang disepakati.
Dia khawatir karena si
pembunuh telah mengetahui identitasnya dan datang sampai kemari, tetapi mereka
yang tergabung dalam guild si pembunuh terkenal karena mereka pandai menjaga
rahasia.
Ini karena seorang
pembunuh yang mengungkapkan identitas klien tidaklah berguna, dan apa pun yang
terjadi, identitas klien harus dirahasiakan.
Setelah memeriksa uang
dan perhiasan, si pembunuh mengangguk dan berbalik untuk pergi melalui jendela.
"Tunggu
sebentar."
Rashta menghentikan si
pembunuh dan bertanya,
“Ketika gadis itu
dijual oleh pedagang budak, laporkan padaku di mana dia menjualnya. Tentu saja,
aku akan membayarmu untuk ini.”
Ketika Rivetti jatuh
ke dalam keputusasaan, Rashta berencana untuk pergi menemuinya dan berkata,
'Bagaimana rasanya menjadi seorang budak biasa?'
Pembunuh itu
mengangguk lagi dan menghilang dalam sekejap mata. Rashta duduk di tempat tidur
dan bersukacita.
'Rivetti akan menangis
dengan ekspresi yang benar-benar kalah, atau meludahkan umpatan keputusasaan.'
Rashta mencengkeram
perutnya, dia merasa senang membayangkan kalau dia bisa membalas dendam pada
musuhnya dengan cara yang sama.
Tak lama setelah itu,
ketika pelayan yang dikirim Rashta ke Evely datang menemuinya setelah berhasil
mencuri kalung Evely, semangat Rashta naik lebih tinggi.
"Kerja bagus. Kamu
benar-benar kompeten.”
Rashta memberinya
kalung permata besar dan memerintahkan,
“Terus awasi gadis itu
dan beri tahu aku segera jika kamu melihat sesuatu yang aneh. Jika Yang Mulia mencarinya,
mengirimkannya hadiah, atau semacamnya.”
"Tentu saja.
Percaya padaku, Yang Mulia.”
Ditinggal sendirian di
kamarnya, Rashta mendengus saat dia memeriksa kalung Evely dengan cermat.
Hal ini menyebabkan
suasana hatinya yang baik memudar. Rashta melemparkan kalung itu ke tanah dan
menginjaknya beberapa kali.
***
Sementara itu, Rivetti
mendapati dirinya dalam situasi di mana dia tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Dalam perjalanan
pulang dari berkumpul dengan teman-temannya, dia melihat pemandangan yang
mengerikan. Adegan kerumunan orang mengikutinya sambil berpura-pura menjadi
orang yang lewat.
Dia mencoba melarikan
diri ketakutan, tetapi kehilangan kesadaran setelah diserang oleh seseorang.
Ketika dia bangun, dia
dikurung di kandang tempat hewan liar biasa disimpan. Tiba-tiba, dia melihat
seorang pria yang sangat jahat tertawa dan memberikan uang kepada pria lain
yang berjubah.
“Pelanggan kami senang
menghancurkan martabat bangsawan yang angkuh. Mereka sangat populer. Namun,
mereka menjadi budak kotor setelah beberapa tahun. Cari aku lagi lain kali kamu
perlu menjual bangsawan lain.”
Rivetti bergidik
ketakutan. Budak kotor? Kemana penculik ini membawaku?
Ketika penculik itu pergi,
pria jahat itu memandang Rivetti seolah-olah dia adalah sepotong emas besar dan
berkata sambil tersenyum.
“Sepertinya seseorang
memiliki dendam yang dalam terhadapmu.”
"Tolong, tolong
bantu aku, aku akan memberimu uang sebanyak yang kamu inginkan!"
“Bukankah aku akan
mendapatkan lebih banyak uang dengan menjualmu daripada yang bisa kamu berikan
kepadaku?”
"Tidak, itu tidak
benar!"
"Selain itu,
bagaimana aku tahu kamu akan menepati janjimu jika aku melepaskanmu?"
Pria jahat itu
menyeringai dan pergi.
Rivetti, yang dikurung
dalam sangkar gelap, memanggil ayah dan saudara laki-lakinya sambil menangis.
Tapi tidak mungkin mereka bisa mendengarnya dari rumah mereka yang nyaman.
Rivetti menghabiskan
empat hari penuh ketakutan. Selama waktu ini, dua belas orang berjubah datang
satu demi satu untuk melihatnya, mendiskusikan harga dengan pria jahat itu dan
kemudian pergi.
Sangat menyakitkan saat
menyaksikan di depan matanya sendiri ketika mereka dengan tenang menegosiasikan
harganya. Rivetti menyadari betapa kejam dan tidak berperasaannya manusia.
Tidak ada yang mencoba menyelamatkannya meskipun jelas kalau dia telah diculik.
Dan pelanggan terakhir
yang datang pada hari keempat membeli Rivetti. Dia bertanya berapa banyak yang
ditawarkan orang lain, dan tanpa ragu-ragu menawarkan dua kali lipat jumlah
tertinggi.
Rivetti terpaksa
mengikuti pelanggan terakhir ini, dengan kedua tangan terikat erat di belakang
punggungnya dan disumpal.
Dia tidak bisa
mengingat seberapa lama dia menangis selama perjalanan di kereta. Akhirnya,
kereta berhenti di depan sebuah rumah yang sederhana dan indah. Rivetti dulu
memimpikan rumah besar seperti itu, tetapi bahkan tempat ini berada di luar
imajinasinya.
Namun, ketika
pelanggan terakhir ini melepas jubah yang menutupi tubuhnya, Rivetti berhenti
menangis dan matanya melebar. Di bawah jubahnya dia mengenakan seragam Kesatria
Pengawal Istana.
Dia menyingkirkan
jubah itu dan dengan sopan meminta maaf kepada Rivetti.
"Maaf aku
membuatmu takut, Nona Rivetti."
Dia melepaskan tali
yang mengikat tangan Rivetti dan melepaskan penutupnya lantas melangkah mundur
lagi.
Menatap kesatria itu,
Rivetti bertanya di antara isak tangisnya,
"Kamu
siapa?"
“Namaku Oreleo,
anggota Kesatria Pengawal Istana. Yang Mulia memerintahkanku untuk
menyelamatkan Lady Rivetti.”
"Yang
Mulia?"
Terkejut, mata Rivetti
semakin melebar. Mengapa dia sekarang menyebut Kaisar Sovieshu? Tidak,
bagaimana Kaisar Sovieshu tahu kalau aku telah diculik?
Jika itu adalah anak
dari seorang Grand Duke, Kaisar dapat langsung memerintahkan para kseatrianya
untuk menyelamatkannya, tetapi Rivetti tahu kalau keluarganya tidak memiliki
status seperti itu. Karena itu, dia tidak percaya kalau nama Sovieshu muncul
begitu saja.
Sementara Rivetti kebingungan,
kesatria itu berkata,
"Nona Rivetti,
Rashta adalah pelaku penculikanmu."
***
[Baca Remarried
Empress Bahasa Indonesia di https://shiraulwiya.blogspot.com/]
Diterjemahkan dari https://novelutopia.com/
<<<
>>>
===
No comments:
Post a Comment