Chapter 215: Kembalilah, Navier (2)
Penerjemah: Shira Ulwiya
'Dan dia masih bertingkah
seolah-olah dia lebih unggul ... dasar kurang ajar!'
Rashta, yang harga dirinya telah terluka,
menyesal tidak melakukan apa-apa dan menutupi perutnya lagi karena rasa sakit
yang semakin kuat.
“Ugh…”
Dia tidak berpura-pura. Tanpa sadar,
menghadapi Navier memberi tekanan besar pada dirinya.
‘Sekarang dia tidak hanya mengincarku, tetapi juga
bayiku.’
Rashta menganggap semua ini sebagai skema
Navier. Dia adalah wanita yang cerdas, jadi itu pasti serangan psikologis.
Namun, saat rasa sakitnya mereda, kata-kata
Navier mulai mengganggu ketenangannya.
'Hmm ... Apa yang dia bicarakan?'
Bagi Rashta, permasalahan meminta
bantuan dari Marquis Karl dan tentang tidak baik berada di sekitar mereka yang
hanya mengejar kekuasaan adalah omong kosong.
‘Apakah dia pikir aku begitu bodoh sehingga aku tidak belajar apa-apa?’
Tapi dia terganggu oleh pertanyaan tentang
surat perjanjian
pendanaan.
‘Apakah ada yang salah dengan surat perjanjian pendanaan itu?’
Rashta tidak memeriksanya dengan
cermat, jadi dia tidak dapat mengingat nama apa pun di surat perjanjian
pendanaan tersebut. Dia dengan cemas memeras otaknya, tetapi dia yakin itu adalah surat perjanjian
pendanaan tanpa nama.
Selain itu, dia sudah memberikan surat perjanjian
pendanaan itu kepada Baron Lant.
'Beberapa hari terakhir berlangsung acara perayaan, jadi Baron Lant harusnya masih memiliki surat perjanjian
pendanaan itu. Apakah tidak apa-apa bertanya padanya?’
Rashta berubah pikiran setelah
mempertimbangkannya beberapa saat.
Jika dia mengatakan kepadanya bahwa dia akan
memeriksa kembali surat perjanjian pendanaan itu, Baron Lant akan
bingung. Namun, itu tidak berarti dia bisa mengambil kembali surat perjanjian
pendanaan itu dan memberikan uang tunai yang sesuai.
‘Dia hanya bicara omong kosong.’
Rashta menekan kegugupannya dan mencoba
tenang.
'Tersenyum! Kamu harus menunjukkan
citra yang bermartabat kepada Yang Mulia mulai sekarang!’
[Baca
Remarried Empress Bahasa Indonesia di https://shiraulwiya.blogspot.com/]
***
Aku tidak ingin Sovieshu salah paham, jadi aku meninggalkan surat perjanjian
pendanaan kepada Rashta sebagai gantinya.
'Lihatlah aku. Bukankah aku
permaisuri yang baik? Apakah kamu masih ingin menceraikanku?’
Seolah-olah aku mencoba mengatakan itu pada Sovieshu.
“…”
'Lupakan. Itu sudah di luar kendaliku.’
Aku menggelengkan kepalaku dan
mengesampingkannya, lalu meninggalkan Istana Selatan.
Beberapa hari
lagi, aku akan meninggalkan Kekaisaran Timur. Setelah
itu, aku akan jarang datang ke sini. Ini mungkin yang terakhir kalinya, jadi
aku ingin mengucapkan selamat tinggal pada tempat ini sepenuhnya.
… Berapa lama sudah aku berjalan?
Tidak jauh dari situ, aku melihat cahaya terang.
Apa itu tadi?
Aku mengikuti cahaya itu dan terkejut melihat Duke Elgy sedang
duduk di atas batu besar.
Cahaya kecil datang dari kalung yang dia
pegang.
Haruskah aku berpura-pura tidak melihatnya?
Tapi mendengar langkah kakiku, dia menoleh.
Sekarang aku tidak punya pilihan, aku berjalan mendekat dan bertanya kepadanya, “Apa
itu?”
Duke Elgy tidak menyangka akan bertemu
denganku di tempat ini, dia tampak sama terkejutnya denganku. Lalu dia
tersenyum dan membuka telapak tangannya,
“Ini sebuah kalung. Kalung dengan sedikit sihir.”
Dia menggulung kalung itu di telapak tangannya
seolah-olah untuk menunjukkannya padaku. Kemudian kalung itu bersinar semakin terang seakan-akan
kunang-kunang kecil berkeliaran di dalamnya.
Saat aku melihatnya dengan rasa ingin tahu,
Duke Elgy bertanya, "Apakah Anda tidak merasa sedih?"
Itu adalah pertanyaan yang tidak terduga.
Apa yang dia maksud? Aku mengalihkan
pandanganku dari kalung itu dan menatapnya.
Duke Elgy menatap wajahku tanpa suara,
ekspresinya ... sama seperti kemarin.
Ekspresi muram yang sama seperti saat kami
berdansa.
Dia adalah teman Heinley, tetapi dia juga
teman Rashta.
Ini adalah saat yang sangat membahagiakan bagi
Rashta.
Jadi mengapa dia berekspresi begitu? Aneh sekali.
'Jangan-jangan?' Seketika itu
juga, sebuah pikiran muncul di kepalaku,
Apa mungkin…
"Apakah Anda menyukai Nona
Rashta?"
Jadi dia berekspresi begitu karena
Rashta menikah?
Oh, kalau dipikir-pikir, dia bukan 'Nona
Rashta' lagi.
"Apakah Anda menyukai Permaisuri Rashta?"
Ketika aku bertanya, mengoreksi
kata-kataku, Duke Elgy mengangkat alisnya dan tertawa.
Tetapi hal berikutnya yang dia katakan adalah
pertanyaan yang sama seperti sebelumnya.
“Apakah Anda tidak merasa sedih?”
"Sedih…?"
"Karena apa yang terjadi di parade."
Apakah dia mengatakan itu karena orang-orang
mengabaikanku selama parade?
Apakah itu sebabnya ekspresinya begitu muram?
Apa yang terjadi pada saat itu tidak ada hubungannya dengan dia.
Itu tampak aneh bagiku, tetapi aku menjawab
dengan jujur, “Itu tidak bisa dihindari.”
Duke Elgy mengulangi kata-kataku, “Itu tidak
bisa dihindari …” lalu bergumam dengan dingin, “Orang-orang seperti itu. Mereka
hanya mengingat hal terakhir. Terlepas dari apa yang telah seseorang lakukan, jika
mereka tidak menyukai yang terakhir, mereka segera memunggungimu dan
melupakan hal-hal lainnya.”
Bukannya menjawab, aku hanya menatap matanya.
Kecuali dia orang bodoh, sepertinya
apa yang terjadi membawa kembali kenangan buruk baginya.
Apakah itu seseorang di dekatnya, atau
apakah dia sendiri yang mengalami hal serupa?
Pada saat itu, Duke Elgy tersenyum sambil
memasukkan kalung itu ke dalam sakunya.
“Ratu, Anda benar-benar
pengertian. Jika saya berada di posisi Anda, saya akan sedikit marah. ”
Kata-kata simpatinya bercampur dengan nada
mengejek seperti biasa. Namun, dia tampak lebih tertekan dari biasanya.
Apakah karena perubahan ekspresinya yang
tiba-tiba?
Jika kami dekat, aku akan bertanya
kepadanya, 'Apa yang terjadi padamu?'
Namun, karena kami tidak memiliki hubungan
seperti itu, canggung bagiku untuk menanyakan pertanyaan pribadi seperti
itu.
Jadi aku
mengangguk, mengarahkan jariku ke arah yang aku tuju.
“Saya minta
maaf telah mengganggu waktu menyendiri Anda. Saya akan pergi."
Duke Elgy
tersenyum manis dan bangkit dari batu.
"Saya
akan mengantar Anda."
[Baca
Remarried Empress Bahasa Indonesia di https://shiraulwiya.blogspot.com/]
***
Hari ini
adalah resepsi pernikahan terakhir dan aku seharusnya menghabiskan lebih banyak
waktu dengan Heinley.
Kemarin,
sebelum kami berpisah ke kamar kami, Heinley memegang tanganku dengan erat dan
menggerutu, “Karena kita datang ke sini hanya untuk menghabiskan waktu dengan
teman-temanmu. Tolong habiskan waktu bersamaku juga.”
Dia
memasang ekspresi sedih, bahunya yang lebar terkulai.
Aku merasa
kasihan padanya, jadi aku berjanji kepadanya aku akan menghabiskan lebih banyak
waktu dengannya hari ini.
Setelah
dipikir-pikir, itu benar.
Sebelum acara
perayaan, aku berkumpul dengan teman-temanku.
Aku hanya
berdansa dengannya sekali pada hari pertama.
Pada hari
pesta topeng, setelah Sovieshu membawa Rashta pergi, aku tinggal sedikit lebih
lama dan kemudian kembali ke kamarku.
Tidak heran
Heinley kesepian.
Yang paling
aku inginkan adalah melewatkan resepsi pernikahan terakhir, tetapi aku
mengenakan gaun ungu yang cocok dengan warna mata Heinley dan pergi mencarinya.
Aku hendak menjemputnya
sendiri di kamarnya untuk mencoba menghiburnya.
Setelah
kami bersenang-senang, aku akan mengajaknya jalan-jalan…
Namun, saat
aku hendak mengetuk pintu Heinley.
"Navier."
Aku
mendengar Sovieshu meneriakkan namaku.
Saat aku
berbalik, aku melihatnya mendekat tanpa pengawalan.
Begitu aku
melihatnya, aku teringat Rashta yang menutupi perutnya di pesta topeng.
Apakah dia
di sini untuk membahas kejadian kemarin?
Aku berkata
dengan tegas, “Mereka yang hadir harusnya sudah melihat semuanya. Aku tidak
melakukan apa pun."
Sovieshu
mendekat dan bertanya dengan heran, "Apa yang kamu bicarakan?"
Apa yang aku
bicarakan?
"Bukankah
kamu di sini untuk menyalahkanku atas jatuhnya Permaisuri Rashta?"
Ketika aku
bertanya dengan dingin, Sovieshu berseru seolah-olah aku telah menamparnya.
"Astaga!
Omong kosong apa yang kamu bicarakan? Aku tidak akan pernah percaya itu!”
Dia tidak
akan pernah percaya itu?
Tidakkah
dia ingat saat-saat dia menyalahkanku atas apa yang terjadi pada Rashta?
Menatapnya
dalam diam, Sovieshu menegang seolah-olah dia juga memikirkan hal itu.
Namun,
seperti yang dia katakan, dia sepertinya tidak berada di sini untuk membahas
apa yang terjadi pada Rashta di pesta topeng.
Tapi aku
tidak lengah, Sovieshu bergumam, "Ya ampun," dan meletakkan tangannya
di dahinya.
“Jadi, apa
yang membawamu ke sini?”
Ketika aku
bertanya, menghilangkan semua kemungkinan emosi, Sovieshu menunjuk ke kamarku dengan
tatapannya. Seolah-olah dia ingin kami masuk ke dalam untuk berbicara.
Aku
menggelengkan kepalaku.
"Jika kamu
punya sesuatu untuk dikatakan, lakukan di sini."
Meskipun
sebagai ratu seberang, itu bukan sikap yang tepat terhadap kaisar negara yang
kuat, sebagai mantan istri, wajar untuk bertindak seperti ini terhadap mantan
suaminya.
Aku tidak
ingin berduaan dengannya di kamar yang sama.
Mata
Sovieshu berkedut.
Apakah yang
ingin dia katakan padaku begitu penting?
Aku pikir
dia akan pergi dengan marah. Tapi setelah menatapku dengan seksama sejenak,
Sovieshu benar-benar membuka mulutnya, "Kembalilah."
"!"
"Aku
tidak ingin kamu menjadi istri orang lain."
***
"Aku
tidak ingin kamu menjadi istri orang lain."
Mendengar
suara yang datang dari sisi lain pintu, Heinley membeku.
Dia
menempelkan telinganya ke pintu dan menekankan tangannya ke jantungnya.
Jantungnya berdebar kencang.
'Apa maksudnya
ini…?'
[Baca Remarried Empress Bahasa Indonesia di
https://shiraulwiya.blogspot.com/]
***
Diterjemahkan dari https://novelutopia.com/
<<<
>>>
===
No comments:
Post a Comment