Monday, June 7, 2021

Trash of the Count’s Family (#55) / Ep. 75-76

 


Pembuat Onar di Keluarga Count

Chapter 55: Sedang Berpikir (3)

Penerjemah: Shira Ulwiya / Proofreader: Tsura

 

Toonka, yang punya tatapan gila di matanya, sedang memegang tongkat pemukul bisbol di tangannya yang membuat bunyi menakutkan saat membelah udara. Cale tidak tahu dari mana dia mendapatkan benda seperti itu.

“Apa kamu orangnya?”

Toonka menjilat bibirnya sebelum menghampiri Paus Bungkuk itu. Bahkan Toonka yang hampir setinggi 2m tampak mungil di depan Paus itu.

“Hehe, ini pertama kalinya aku bertarung dengan seekor paus.”

Toonka sepertinya tidak tahu bahwa Paus ini adalah Manusia Siluman. Dia cuma ingin bertarung dengannya karena ia terlihat kuat. Satu-satunya yang ada di kepalanya hanyalah kekuatan dan perkelahian.

Itu sebabnya Paus Bungkuk itu menatap Toonka dengan pandangan mencemooh.

Cale terus meringkuk di sudut saat dia mengamati mereka.

- Apa yang kamu lakukan?

Naga Hitam bertanya dengan penuh rasa penasaran dalam kepala Cale, tapi Cale telah bergerak mundur ke jarak yang aman sebelum berjongkok.

‘Seekor udang akan terluka jika para paus berkelahi.’

Cale, yang lebih lemah dari seekor udang, tidak ingin terluka gara-gara perkelahian mereka.

“Bisakah kamu memukuli seekor paus sampai mati?”

Mata Toonka mulai berbinar. Dia lalu menendang tanah dengan kakinya. Saat dia melakukannya, tubuhnya serta-merta memelesat ke atas.   

“Wow.”

Cale menyaksikan dengan takjub lantas berjalan semakin mundur ke belakang.

Tongkat pemukul Toonka mulai mengayun ke arah Paus Bungkuk itu. Saat itulah Cale dapat melihat bagaimana seekor Paus menyeringai. Satu sudut bibir Paus Bungkuk itu naik saat Paus itu mulai bergerak.

[Baca Trash of the Count's Family Bahasa Indonesia di https://shiraulwiya.blogspot.com/]

Tubuh besar sepanjang 15m itu sontak berputar sebelum ekor besarnya terbanting ke arah Toonka. Akan tetapi, Toonka berhasil mengubah arah di udara sebelum mendarat kembali dengan selamat.

Bum!

Batu besar tempat pijakan untuk Toonka melompat hancur oleh ekor Paus itu.

Byuuuuuuuuuuurrrrrrrrrrrrrr-

Serangan Paus itu menyebabkan sebuah ombak besar yang mengguyur Cale dan semua yang berada di sepanjang garis pantai.

‘Sial. Aku terlihat seperti seekor tikus yang basah kuyup oleh hujan.’

Namun, Cale menutup mulutnya rapat-rapat. Dampak dari batu yang hancur dan Toonka yang menggila terlalu mencengangkan.

“Muhahahaha. Bagus, bagus sekali. Ayo sini!”

Toonka melompat naik-turun untuk memancing agar Paus itu menyerang lagi. Toonka berlari dengan cepat ke arah ekor Paus itu dan mengayunkan tongkat pemukulnya sekali lagi. Alih-laih menghindari serangan itu, Paus itu justru mengangkat ekornya untuk menyerang Toonka.

Bum!

Itu bukanlah suara yang akan terdengar ketika seorang manusia berbenturan dengan seekor Paus.

Bum!

Dengan suara gaduh yang keras, Toonka kembali turun ke tanah. Tongkat pemukul di tangannya telah hancur menjadi debu.

“Sudah kuduga tidak seharusnya aku menggunakan sesuatu seperti tongkat pemukul. Berkelahi itu lebih bagus jika menggunakan tanganmu sendiri! Hahahha!”

Cale mulai berpikir saat melihat si gila ini terus bertarung.

‘Jika begini terus semua orang akan datang ke sini.’

Cale menduga orang-orang mungkin sudah tahu sesuatu sedang terjadi. Apa yang dia bisa lakukan dengan masalah ini? Apa yang bisa dia lakukan untuk menyelinap diam-diam dari sini? Cale tidak peduli apakah mereka berdua bertarung atau tidak.

Pada saat itulah.

“Noona! Jika kamu terus berkelahi, lelaki dermawan itu akan terluka!”

Paus kecil itu akhirnya tiba di pulau.

[Baca Trash of the Count's Family Bahasa Indonesia di https://shiraulwiya.blogspot.com/]

Toonka sontak terperangah.

“…Paus mungil itu berbicara?”

Komentar itu membuat si Paus Bungkuk mulai bermuka masam dan menatap Toonka dengan tajam. Sebuah suara yang indah lalu terdengar.

“Kamu menyebut adik laki-lakiku mungil?”

Tonnka bahkan menjadi lebih terkejut lalu berseru.

“Yang satu ini juga bisa bicara?”

Situasi ini benar-benar semrawut. Cale dapat melihat bahu Toonka bergerak naik-turun karena kegirangan.

“Oho, kalian pasti Manusia Siluman! Manusia Siluman! Ini akan jadi seru!”

Toonka sudah tidak lagi tertawa terbahak-bahak. Meskipun begitu, senyum di wajahnya menunjukkan bahwa dia sedang sangat girang bukan kepalang.

Pada saat itu, Cale dapat melihat si Paus Bungkuk sekilas melirik ke arahnya. Dia lalu melihat mata Paus itu mulai bergetar.

Cale, seorang manusia yang sedang meringkuk di tanah, yang sekujur badannya basah kuyup oleh air laut dan penuh debu sedang menatap Witira, seorang Manusia Siluman Paus Bungkuk.

Hatinya mulai goyah sebagai penjaga lautan yang melindungi makhluk yang lemah.

Paseton menghambur di antara keduanya dan mulai berbicara.

“Noona, aku masih hidup.”

“Paseton.”

Paus Bungkuk itu mulai mengerutkan wajahnya. Matanya mulai berlinang.

Paseton menoleh ke arah Toonka sebelum buru-buru mengeluarkan siripnya dari air dan menggunakannya untuk menunjuk ke arah Cale.

Byur. Byur.

Air laut memercik seiring gerakan Paseton, dan tetesan-tetesan air mengenai wajah Cale.

“Tuan ini adalah orang yang telah menyelamatkanku ketika aku hampir mati oleh racun duyung.”

[Baca Trash of the Count's Family Bahasa Indonesia di https://shiraulwiya.blogspot.com/]

Mata Paus Bungkuk besar itu bergetar. Paus kecil itu berenang sedekat mungkin ke arah pulau untuk dapat memeriksa keadaan Cale.

“Oh tidak, seluruh badan Anda basah kuyup. Aku juga minta maaf atas debu-debu dari batu ini. Aku berencana mengunjungi Anda malam ini untuk berterima kasih.”

Cale menyapu debu dari tubuhnya lalu menjawab.

“Tidak apa-apa. Apa kamu sudah lebih baik sekarang?”

“Ya, tuan. Saya hampir sembuh total sekarang berkat Anda.”

  Mulut Paus Bungkuk yang merasa khawatir itu sedikit ternganga. Saat itulah.

“Kamu tidak boleh mengalihkan perhatianmu ketika kamu bertarung melawanku! Kamu mau mati?”

Toonka meloncat ke arah si Manusia Siluman Paus Bungkuk, Witira, dan mengayunkan tinjunya. Sayangnya, tinjunya tidak dapat menyentuh Paus Bungkuk itu. Itu karena Paus itu lenyap.

Shhhhhhhhhh.

Uap air memenuhi area di mana Paus Bungkuk itu tadi berada. Seorang wanita melangkah ke atas pulau dari dalam uap air itu.

Tap. Tap.

Wanita yang melangkah maju dengan bunyi hentakan tumitnya itu adalah Witira dalam bentuk manusia.

“Noona!”

Paseton memanggil Witira.

Cale sedikit terperangah pada saat itu.

‘Ini sih bukan lagi pada level membuat Elf terlihat seperti cumi-cumi!’

Witiran adalah apa yang kamu sebut dengan elok jelita. Dia amat cantik sehingga dia bahkan bisa membuat Elf terlihat seperti kecoa. Kecantikannya membuat Cale bertanya-tanya bagaimana seseorang bisa begitu rupawan.

Rambut biru dan mata biru. Jika ada kontes bagi makhluk paling rupawan di lautan, pemenangnya mungkin adalah orang di hadapan Cale saat ini.

[Baca Trash of the Count's Family Bahasa Indonesia di https://shiraulwiya.blogspot.com/]

Naga Hitam mulai berbicara ke dalam kepala Cale pada saat itu.

-….Naga bahkan lebih keren. Ketika naga berubah menjadi manusia, aku yakin mereka pasti bahkan lebih tampan dan lebih cantik. Bentuk manusia dari naga mungkin adalah yang terbaik di dunia.

Cale sama sekali tidak menghiraukan Naga Hitam dan mundur ke belakang. Lupakan tentang cantik dan tampan, bentuk manusia dari Manusia Siluman Paus masih sama kuat dan bengisnya. Witira mulai berbicara sementara Cale mulai terlihat cemas.

“…Tolong jangan melarikan diri. Aku tidak akan menyakitimu.”

“Kakakku adalah seseorang yang menepati janjinya.”

Paseton lantas bertransformasi dan turut menghampiri Cale. Witira dapat melihat celana Paseton robek di sekitar kedua betisnya, dan dia bisa melihat bekas luka di bawahnya. Amarah kembali memenuhi matanya.

Toonka juga perlahan-lahan berjalan mendekat.

“Berhenti memperhatikan orang tidak berguna seperti itu. Cepat lawan aku. Itu lebih seru!”

Cale dan Toonka membuat kontak mata pada saat itu. Toonka mulai mencemooh Cale.

“Sepertinya berandal ini kerjaannya hanya berkeliling menyelamatkan orang-orang.”

Ckck. Cale berdecak saat mendengar kata ‘berandal’. Pada saat ini sepertinya Toonka sudah membuang nama alias konyolnya, ‘Bob’. Inilah Toonka yang sebenarnya. Tidak peduli apakah lawannya seorang bangsawan atau orang kuat, dia bersikap semaunya.

Cale lebih terbiasa dengan versi Toonka yang ini.  Itu karena rasanya sebuah karakter di novel menjadi hidup. Tentu saja, Cale masih tidak berniat membiarkan hal ini lewat begitu saja.

‘Dia baru akan kapok setelah menyesal menjual Menara Sihir kepadaku di masa mendatang.’

Cale percaya diri karena dia tahu tentang apa yang akan segera terjadi, tidak, apa yang Cale akan wujudkan sendiri di masa depan.

Nama alias Bob. Sebenarnya ini nama yang bagus sebagai nama samaran. Itu karena dia akan menjadi nasi untuk Cale ambil di masa depan. (Bahasa Korea untuk nasi adalah Bap. Bob dan Bap punya ejaan yang sama dalam Bahasa Korea).

Namun, Naga Hitam mulai berbicara ke dalam pikiran Cale dengan penuh rasa marah.

- Menolong atau menyelamatkan seseorang adalah perbuatan mulia! Itu adalah sesuatu yang harus dibanggakan. Dan berbicara buruk tentang seseorang itu jahat. Berandal ini sama buruknya dengan Venion!

…Bagaimana Naga Hitam menjadi seperti ini ketika naga seharusnya adalah makhluk yang hanya peduli tentang diri mereka sendiri? Cale mulai bertanya-tanya apa yang telah membuat Naga Hitam ini berubah dari sikap normal seekor naga. Dia kemudian bergerak mundur perlahan-lahan ke belakang Witira. Dia sedikit takut kalau-kalau Toonka mungkin akan membunuhnya karena menganggapnya orang lemah dan menjengkelkan.

[Baca Trash of the Count's Family Bahasa Indonesia di https://shiraulwiya.blogspot.com/]

“…Jangan meremehkan tindakan heroik seperti itu.”

Akan tetapi, Witita justru tampak marah. Cale juga menjauh dari Witira setelah mendengar apa yang dia katakan. Witira menyadari apa yang Cale lakukan dan dengan tenang mulai berbicara.

“Terima kasih banyak. Aku akan menyampaikan rasa terima kasihku dengan pantas ke depannya.”

Namun, matanya masih terbakar amarah. Ini adalah wanita yang menempatkan dirinya di barisan terdepan saat berperang melawan para duyung. Dia bukanlah tipe yang menghindari pertarungan atau bahkan sekadar provokasi kecil.

“Oh, aku suka tatapan matamu. Apa kamu akhirnya siap bertarung?”

Toonka mulai mengernyit dan menjilat bibirnya. Dia lalu melemaskan lengannya dan memindahkan berat tubuh ke kaki depannya. Ini adalah posisi bertarung Toonka.

Witira mulai tersenyum.

“Kamu pikir aku akan bertarung dengan orang sepertimu?”

Itu adalah senyum mengejek.

Dia lalu membuat sebuah bola cahaya yang terlihat cukup kuat.

Witira membuka tangan kanannya.

Byuuuurrrrr.

Pilar-pilar air memelesat dari telapak tangannya dan sebuah cambuk air panjang muncul di kedua tangannya.  Dia mengibaskan cambuknya ke arah lautan.

Cambuk ini, yang sekurang-kurangnya memiliki panjang dua meter, membelah air laut dan menyebabkan air laut bergejolak. Witira menatap Toonka dengan pandangan dingin lalu mulai berbicara.

“Lucu. Ini bukanlah sebuah pertempuran.”

Dia menjentikkan jarinya pada Toonka seraya melanjutkan kata-katanya.

“Ini adalah sebuah pelajaran.”

“Kamu akan memberiku pelajaran? Hahaha!”

Toonka mengeluarkan tawa keras yang tampaknya cukup kuat untuk menyebabkan gempa bumi dan melihat ke arah Witira dengan wajah tanpa emosi.

“Kurasa aku perlu merobek mulutmu.”

Dia lalu langsung berlari ke arah Witira. Ketika Toonka mulai berlari ke arahnya, Witira melambaikan tangan kirinya ke arah Cale. Sebuah perisai air mengelilingi Cale dan Paseton untuk melindungi mereka.

Cetar!

Pada saat yang sama, cambuk di tangan kanannya memelesat garang menuju Toonka.

Bum!

Tinju Toonka bertubrukan dengan cambuk itu. Witira mulai tersenyum.

“Setidaknya akan menyenangkan untuk memberimu pelajaran.”

“Ugh, ini tidak ada apa-apanya!”

Witira menggerakkan cambuknya untuk membungkus tubuh Toonka seperti sebuah ular dan mengangkatnya ke udara. Toonka mulai tersenyum saat dia memegang cambuk air dengan kedua tangannya.

“Muahaha, adu kekuatan adalah keahlianku!”

Toonka memutus cambuk yang seperti ular itu dengan kedua tangannya. Perbuatannya ini membuat Witira mengangkat satu alisnya. Walaupun demikian, Toonka masih tidak sepadan dengan calon Ratu Paus ini.

Witira menjentikkan tangan kanannya dengan ringan dan cambuk itu dengan cepat menyerang tubuh Toonka.

Dampak serangan itu membuat Toonka melayang ke arah hutan.

Pada saat itulah.

“…Apa yang sedang terjadi?”

Amiru Ubarr, regu investigasi, dan para kesatria muncul di hutan. Toonka terbang ke arah mereka.

Mata Witira melebar saat dia dengan tergesa menembakkan seutar air dengan tangan kirinya.

Namun, Toonka bergerak terlalu cepat.

[Baca Trash of the Count's Family Bahasa Indonesia di https://shiraulwiya.blogspot.com/]

“Semuanya, pasang tameng kalian!”

Amiru memutuskan bahwa mereka tidak akan sempat menghindar, dan bergegas memerintahkan para kestarianya untuk bertahan. Para kestaria itu segera memasang tameng mereka. Toonka melihat apa yang mereka lakukan dan berteriak kepada mereka.

“Tahan dengan benar! Badanku sangat kuat, jadi kalian mungkin akan terluka! Muhahaha!”

Kelihatannya sangat mungkin bagi para kestaria itu terluka akibat tubrukan ini karena mereka memakai pakaian pelindung dari kulit. Paseton si Manusia Siluman Paus berdarah campuran menyaksikan semua kejadian ini ketika dia mendengar sebuah desahan yang berasal dari belakang dirinya.

“Hah, menyebalkan sekali.”

Suara itu terdengar kesal sekaligus tenang. Mata Paseton terbuka lebar saat dia berpaling ke sumber suara itu.

Bum!

Toonka menabrak sebuah perisai. Namun, Toonka tidak menabrak siapa pun dan tidak ada seorang pun yang terluka. Toonka menoleh untuk melihat sebuah perisai perak yang tampak suci bertubrukan dengan punggungnya. Juga ada dua sayap yang mengelilinginya. 

“…Apa-apaan…”

Perisai itu perlahan-lahan berubah transparan sebelum menghilang. Seutas air milik Witira yang muncul untuk membuat sebuah perisai lenyap di udara. Dia memutar badannya dengan terkejut.

Perisai perak yang menghilang tersambung dengan laki-laki yang menundukkan kepalanya saat dia mendesah untuk kedua kalinya.

“Hah.”

Cale terlihat tenang saat dia menyisir rambut basahnya ke belakang. Sebaliknya, dia mengerutkan keningnya dengan rasa frustasi.

Alih-alih seekor udang yang terluka dalam perkelahian antara paus, udang itu justru harus menggunakan kekuatannya dalam perkelahian itu.

[Baca Trash of the Count's Family Bahasa Indonesia di https://shiraulwiya.blogspot.com/]

 ***

Diterjemahkan dari https://eatapplepies.com/


<<<

Chapter 54                 

>>>             

Chapter 56

===

Daftar Isi 


 

  

 

No comments:

Post a Comment