Chapter 157 – Cerita Rahasia (2)
Aku menunggu Sir
Artina selama berhari-hari, tetapi Duke Elgy-lah yang secara tak terduga datang
mengunjungiku.
“Hmm. Kelihatan jelas Anda
sedang tidak nyaman. "
Aku bertanya-tanya
mengapa pria ini datang menemuiku, tetapi Duke Elgy hanya tersenyum,
menggantung mantelnya di belakang kursi berlengan, dan duduk. Meskipun tidak
ada hal yang ingin kukatakan kepadanya, aku masih menjadi permaisuri, dan dia
masih menjadi tamu di negaraku. Aku juga telah mengunjunginya tanpa
pemberitahuan sebelumnya, jadi aku balas tersenyum padanya.
"Apa yang membawa
Anda kemari?"
Duke Elgy menghindari
pertanyaan itu, malah melihat ke mejaku dan mendecak lidahnya.
“Kenapa Anda memiliki
begitu banyak dokumen?”
“Ini hanya pekerjaan.”
“Apakah Anda bekerja
sendiri? Bagaimana dengan asisten Anda?”
Seorang asisten akan
curiga jika mereka melihatku menyusun rencana untuk beberapa tahun ke depan,
jadi aku terpaksa bekerja sendiri. Ketika aku bertanya lagi kepada Duke Elgy
untuk apa dia datang, dia tutup mulut dan menatapku.
"Duke? Kenapa Anda
terlihat seperti itu?”
Dia menatap
langit-langit sejenak dan kemudian dengan cepat menggelengkan kepalanya.
“Anda akan membunuhku
karena rasa bersalah.”
"Rasa bersalah?"
Apa yang sedang dia
bicarakan? Aku menatapnya bingung, tapi dia hanya menyandarkan kepala ke
tangannya dan menatapku. Aku tidak tahu berapa lama dia melakukan itu, tapi
kemudian dia akhirnya berdiri dan pamit dari kamar.
‘Dia kenapa?'
Perilaku misteriusnya membuatku
bingung, tetapi tidak ada waktu bagiku untuk mengejarnya dan bertanya apa
maksudnya.
Bahkan sebelum Sir
Artina kembali, sebelum perceraian, sebelum kedatangan Imam Besar, ada begitu
banyak tugas yang harus aku lakukan sehingga aku tidak punya cukup waktu meskipun
begadang semalaman. Aku meminta Countess Eliza untuk membawakanku makanan
ringan, lalu aku duduk kembali di mejaku. Yang aku inginkan sekarang adalah Sir
Artina datang sebelum Imam Besar tiba.
Akan tetapi, keesokan
harinya, Imam Besar datang. Istana berbisik dengan takjub. Dia hanya berkunjung
ketika sesuatu yang benar-benar penting sedang terjadi, bahkan sampai menolak
undangan ke Pesta Tahun Baru.
Masih belum ada kabar
dari Sir Artina.
Begitu Imam Besar tiba
di Istana Kekaisaran, dia langsung pergi menemui Sovieshu. Ketika aku mendengar
bahwa mereka berbicara secara pribadi di balik pintu yang terkunci, kakiku
rasanya seolah akan roboh.
Tidak, aku akan
baik-baik saja. Sovieshu mungkin akan menghalangi permintaan pernikahanku kembali,
tetapi pasti ada cara. Heinley tidak berubah pikiran tentang lamaran itu. Anda
tidak perlu meminta pernikahan kedua jika Anda menyetujui perceraian… {1]
***
Imam Besar itu terkenang
betapa muda Sovieshu dan Navier di hari pernikahan mereka. Semakin tinggi peringkat
penerusnya, dan semakin tinggi statusnya, semakin umum untuk menikah pada usia
yang lebih muda.
Pastor itu mau tidak
mau mengingat bagaimana pasangan itu tampak seperti orang dewasa muda. Dia pernah
berbicara untuk menggoda mereka pada saat itu, menyebut pasangan itu pasangan
anak ayam. Pengantin laki-laki dan perempuan muda itu berteriak sebagai jawaban
"Sovieshu anak ayam, aku elangnya" dan "Navier anak ayam, dan
aku elangnya".
Itu adalah saat yang
menyenangkan. Mereka berpegangan tangan satu sama lain dan wajah mereka berseri-seri
ketika mereka saling memandang, dan menempel satu sama lain selama resepsi.
Karena Naiver muda telah menghabiskan berjam-jam memakai sepatu hak tinggi,
Sovieshu menggendong mempelai wanita di punggungnya, membuat orang-orang
tertawa. Imam Besar yakin bahwa masa depan pasangan itu akan dipenuhi dengan
kebahagiaan.
Tapi perceraian.
Perceraian!
Begitu dia memasuki
istana, dia langsung bertemu dengan Sovieshu. Ketika pintu tertutup dan hanya
mereka berdua yang berada di dalam ruangan, Imam Besar memandang Kaisar dengan
keheranan.
“Kaisar Sovieshu. Apa
artinya ini? Perceraian?"
Pengantin pria muda,
yang telah memegang tangan pengantin wanita selama sumpah pernikahan, sekarang
telah menjadi pria dewasa yang matang. Tubuhnya kokoh dan maskulin, dan kakinya
yang panjang disilangkan saat dia duduk. Di bawah rambutnya yang ditata rapi
adalah wajah yang begitu sempurna sehingga dia tampak seperti patung hidup dari
sebuah kuil. Namun, di balik sosok pria yang dingin dan bermartabat ini, pernah
ada seorang pengantin pria muda yang sangat mencintai istrinya.
“Katakan padaku bahwa
aku salah sangka.”
Imam Besar berbicara
dari hati, duduk di kursi di seberang Kaisar. Namun, Sovieshu menghancurkan
harapannya.
"Itu benar. Saya berniat
untuk menceraikan Permaisuri. "
“Kaisar Sovieshu!”
“Sudahkah Anda membaca
surat cerainya?”
"Ya, tapi
Permaisuri tidak salah!"
"Dia tidak melakukannya,
tapi dialah penyebabnya."
"Permaisuri—"
"Saya tidak bisa
mengendalikan Koshar."
“Bagaimana dengan kemandulan?
Cerita apa ini?”
Ekspresi Sovieshu
berubah menjadi serius, dan Imam Besar berbicara lebih tegas.
"Jika Anda
mengatakan bahwa Permaisuri tidak subur, pasti ada alasan yang jelas mengapa
Anda percaya demikian."
“… Apa yang saya
beritahukan pada Anda adalah rahasia kita berdua.”
Imam Besar mengira
ketidaksuburan hanyalah alasan. Walaupun Permaisuri belum melahirkan anak
setelah bertahun-tahun, tidak ada alasan lain yang meyakinkan untuk mencurigai
bahwa dia mandul.
Sovieshu tampaknya
memiliki ide yang berbeda, dan Imam Besar mulai merasa tidak nyaman. Sovieshu
berhenti sebentar, sebelum akhirnya berbicara.
“Itu terjadi saat aku
masih Putra Mahkota….”
***
Diet sang putri dibatasi sebelum acara besar.
“Bukankah perutnya akan ditutupi rok? Ngomong-ngomong,
apa salahnya
jika dia sedikit gemuk?”
Sovieshu mengeluh kepada pejabat yang
bertanggung jawab atas acara tersebut, tetapi pejabat itu tidak menghiraukannya. Putra mahkota dan
putri mahkota akan diperlihatkan kepada publik, dan orang-orang akan berbondong-bondong melihat
pasangan muda itu. Mereka harus tampil sesempurna mungkin.
“Anda juga tidak boleh menyerah.”
Bahkan Sovieshu makan lebih sedikit dari biasanya, di samping empat
jam per hari latihan pedang yang ketat, pelatihan dengan para kesatria, dan menunggang
kuda. Petugas yang bertanggung jawab pun tak ingin merelakan penampilan cantik dari pasangan
yang dijodohkan tersebut.
'Navier mendapat kekuatan dari makanan.'
Pada akhirnya, Sovieshu memutuskan untuk
meminta bantuan ibunya, dan pergi ke kamar Permaisuri.
Ibunya tidak ada di kamar. Namun, ada sebuah
kotak di atas meja berisi kue yang tampak menggugah selera. Setengah terbungkus
dengan kertas mengkilap dan pita sutra — mungkinkah itu hadiah? Pelayan itu
pasti sudah mengemasnya sebelum dia keluar untuk membawakan Sovieshu teh. Tentu saja, dia
cukup tahu untuk tidak menyentuh hadiah seseorang, tapi ...
Dia melihat sekelilingnya. Pelayan itu belum
kembali. Dia dengan cepat menyambar kotak kue dan pergi.
"Yang mulia?"
Pelayan itu kembali dengan membawa teko dan
memanggilnya, tetapi Sovieshu melarikan diri tanpa menjawab. Dia langsung pergi
ke Navier, yang sedang membaca buku tebal di kamarnya.
“Navier!”
Begitu dia masuk, Navier tersenyum cerah dan
berlari ke arahnya.
"Yang Mulia!"
Dia mengunci pintu, membawa Navier ke sudut
ruangan, dan membuka kotak kue yang dia curi.
"Apa ini?"
"Makanlah."
“Apakah kita diizinkan? Yah, baiklah."
Navier menyimpulkan sendiri, lalu segera mengambil kue.
Dia menggigit satu, dan senyuman segera menyebar di wajahnya.
“Kau makan juga.”
"Kau saja yang makan. Aku baik-baik saja."
“Aku tahu kau juga lapar. Aku dengar kau tidak
boleh makan camilan. "
“…”
“Jika aku makan semua ini sendirian, mereka akan sadar aku tidak berpuasa dan aku akan segera ketahuan.
”
Navier mengambil sepotong kue dan memasukkanya ke mulut
Sovieshu.
Kedua anak itu memakan kue itu bersama-sama dengan gembira.
Namun, beberapa jam kemudian, Sovieshu
mendapati dirinya dalam masalah besar. Permaisuri sangat marah.
“Kue
itu untuk Countess Sophia!”
Countess Sophia adalah selir favorit ayahnya.
Sovieshu cemberut.
“Anda bisa membuatnya lagi. Tidak, tapi kenapa Anda memberinya makanan manis?”
Permaisuri membuat suara tidak sabar, tetapi
dia berbicara dengan jujur.
“Kue itu dicampur dengan obat. Efek utamanya
adalah menyebabkan keguguran, tetapi kemandulan juga merupakan efek samping. ”
Mata Sovieshu membelalak keheranan.
“Jawab aku, Pangeran. Kuenya… apakah kamu
memakannya?”
Permaisuri menatapnya dengan mata cemas.
Ketika Sovieshu mengangguk kecil, hampir tak terlihat, Permaisuri meratap.
“Kudengar kamu pergi menemui sang putri. Apakah kamu memakannya
bersama-sama?”
Dia berbohong.
"Aku memakannya sendiri."
Meskipun dia masih muda, dia tahu dia harus
merahasiakan ini. Dalam hati dia gemetaran
dan kemudian berbohong lagi.
“Aku memintanya untuk makan bersama denganku,
tapi dia tidak mau.”
=============================
Catatan:
[1] Kalimat ini
membingungkan, jadi aku terjemahkan persis seperti Bahasa Inggrisnya “You don’t
have to ask for a second marriage when you approve a divorce”
<<<
>>>
===
No comments:
Post a Comment