Chapter 218: Kapmen dan Heinley (1)
Penerjemah: Shira Ulwiya
Aku berjalan ke arahnya sambil tersenyum.
Namun, saat aku melihat wajahnya yang resah, aku mundur selangkah.
Efek dari ramuan itu masih belum hilang?!
Ekspresinya semakin berubah saat aku melangkah
mundur. Sekarang, aku benar-benar yakin. Efek dari ramuan itu pasti belum
hilang.
Tapi kenapa? Sudah lama sekali, bukan?
Selagi aku memikirkan itu, Grand Duke Kapmen
sepertinya ingin lewat sini.
Tidak mungkin.
Aku melangkah mundur lagi.
Ekspresi Grand Duke Kapmen menjadi muram, tapi
aku tidak bisa berbuat apa-apa.
Cara Grand Duke berbicara di bawah pengaruh
ramuan itu sangat aneh sehingga siapa pun akan salah memahaminya.
“Yang Mulia?”
Setelah memanggilku, Mastas, yang mengikutiku,
bertanya, “Ada apa?”
“Ayo pergi ke arah lain. Sepertinya ada banyak
orang di sekitar sini.”
Aku segera berbalik ke sisi lain, berpura-pura
tenang.
***
'Ah…'
Kapmen tanpa sadar menjulurkan tangannya,
seolah hendak meraih seseorang. Kemudian, dia menutup tangannya dan
menurunkannya, berdiri di sana dengan linglung, melihat rok gaunnya saat dia
berjalan pergi.
Layaknya kupu-kupu yang terbang menjauh, terbang terbawa angin.
"Grand Duke?"
Prajurit yang menemaninya dari Rwibt, sedang
memberikan instruksi agar barang bawaan dikeluarkan dari kereta ketika dia
memanggil Kapmen.
"Apa yang sedang terjadi?"
"Navi..." (TL/N: Navi adalah
romanisasi dari '나비', yang berarti
'Kupu-kupu'.)
“Kupu-kupu?”
Pengawal itu melihat sekeliling dengan
bingung.
Tidak ada bunga di dekatnya, apalagi
kupu-kupu.
[Apakah Grand Duke melihat hal-hal aneh
lagi?]
Suara bingung pengawal itu bergema di kepala
Kapmen.
"…Tidak."
Kapmen berbalik dengan enggan.
“Hm, kemana aku harus pergi?” Dia kemudian
bertanya, dan pejabat yang datang untuk menyambutnya dengan cepat menjawab, “Ke
Aula Bintang. Saya akan menunjukkan Anda jalannya.”
Kapmen mengangguk dan mengikutinya.
[Baca Remarried Empress Bahasa Indonesia di
https://shiraulwiya.blogspot.com/]
'Aula Bintang' adalah tempat yang sesuai
dengan namanya. Sesampainya di aula di bawah tuntunan si pejabat,
Kapmen menatap langit-langit berwarna hitam.
Berbagai jenis permata yang tak terhitung
jumlahnya bersinar bagaikan bintang-bintang di langit.
Apakah untuk menunjukkan kekayaan negara
tempat di mana tamu terhormat diterima seperti ini?
Di tengah, karpet merah panjang membentang di
lantai, dengan para pejabat berdiri di kedua sisi.
Raja Heinley juga berdiri di dekat takhta di
ujung lain karpet.
“Maafkan saya, Grand Duke. Anda harus
meletakkan pedang Anda,” bisik pejabat yang membawanya ke sini.
Kapmen menarik pedang dari pinggangnya dan
menyerahkannya kepadanya, lalu berjalan ke arah Raja Heinley.
Berhenti sekitar enam langkah darinya, dia
menundukkan kepalanya sedikit untuk memberi salam.
"Selamat atas penobatan Anda, Yang
Mulia."
Heinley tersenyum dan menjawab, "Terima
kasih."
Untuk sesaat, keduanya saling menatap tanpa
mengucapkan sepatah kata pun.
Kapmen teringat saat terakhir mereka bertemu.
Hari itu dia telah menyerang Kaisar Sovieshu, tetapi konfrontasi itu bermula
dengan Heinley, seorang pangeran pada saat itu.
Sudut bibir Kapmen terangkat.
Dia bisa mendengar apa yang orang lain pikirjan, jadi
dia menyadari bahwa Raja Heinley sedang memikirkan kembali kejadian yang sama persis
dengan dirinya.
Namun, pada saat itu Raja
Heinley menyeringai dan berkata, "Saya juga ingin mendengar ucapan selamat
atas pernikahanku."
Kapmen mengerutkan kening, senyum tipis di
wajahnya sepenuhnya lenyap.
Orang biasa dalam situasi ini akan merasa
canggung dan terbawa oleh kata-kata itu.
[Apa yang bisa aku lakukan jika dia terlalu
dekat dengan Ratu?]
Tetapi Kapmen dengan jelas mendengar pikiran
Heinley.
Terlebih lagi, begitu dia mendengar 'Ratu',
ada badai ketenangan di dalam dirinya. Begitu dirinya tersapu badai,
mulutnya terbuka sendiri.
“Selamat atas pernikahannya.”
"Terima kasih."
"Rasanya seperti mimpi melihatnya
mengenakan gaun pengantin."
“?”
Mengerutkan kening, Heinley berteriak, "Apa yang Anda coba
katakan?!" Suaranya terdengar ke seluruh aula.
“Jangan khawatir. Lupakan kata-kata saya,” tambah
Kapmen dengan canggung.
Dia tidak ingin menimbulkan masalah lagi dan
pergi seolah-olah dia diusir dari Kerajaan Barat.
Betapa besar penyesalannya memukul Kaisar
Sovieshu saat itu? Rasanya
menyenangkan pada saat itu, tetapi perasaan itu tidak
bertahan lama.
Pada akhirnya, itu menjadi masalah besar.
Perdagangan tidak terwujud dan dia tidak bisa tinggal di sisi Permaisuri Navier
lebih lama lagi.
Dia tidak bisa mengulangi hal yang sama kali
ini.
Namun, Heinley terlanjur tampak tersinggung.
[Aku harus menahan diri. Aku harus menahan
diri. Aku harus menahan diri.]
Kata-kata ini diulangi oleh Heinley yang
menyeringai dalam hati, mengungkapkan pikirannya yang sebenarnya.
[Aku berbeda dari Kaisar Sovieshu. Aku
tidak akan terdorong oleh rasa cemburu. Ratu bilang aku imut.]
Tapi penyesalan Kapmen menghilang lagi saat Heinley menyebut 'Ratu' dalam pikirannya.
"Itu adalah kata-kata kosong."
Efek dari ramuan, yang tampaknya telah stabil
untuk sesaat, tiba-tiba melonjak.
"…Barusan Anda bilang apa?"
"Terima kasih atas undangannya."
"Bukan itu."
“Selamat atas per—”
Kapmen menggigit bibirnya.
Dia mengatakannya sebelumnya tanpa masalah,
tapi kali ini dia tidak bisa mengucapkan selamat atas pernikahannya.
Melihatnya bereaksi seperti itu, ekspresi
Heinley menjadi muram.
***
Sementara itu, ekspresi Sovieshu juga muram.
Dia sedang membaca undangan yang dikirim oleh
Heinley untuk menghadiri pernikahan mereka di Kerajaan Barat.
"Apakah dia waras?"
Sovieshu bergumam ketika dia melihat surat
yang dihias dengan mewah, dengan detail berwarna gading.
Bahkan ada kalimat dalam surat yang berbunyi— 'Untuk
persahabatan kita.'
Sovieshu meremas surat itu dan
membuangnya ketika dia menyadari itu tidak ditulis oleh Navier.
[Baca Remarried Empress Bahasa Indonesia di
https://shiraulwiya.blogspot.com/]
***
Diterjemahkan dari https://novelutopia.com/
<<<
>>>
===
No comments:
Post a Comment