Chapter 146: Pria dengan Mata Tertutup (1)
Koshar mendengus kepada bandit itu.
“Tipuan macam apa ini?”
“Ti… tipuan. Ini sungguhan!”
“Jadi, apakah raja mencoba mengajakku berinvestasi pada
sesuatu? Apa dia bilang ada prospek yang baik di suatu tempat?”
“Investasi!”
Pria itu memekik cemas dan menunjuk simbol Kerajaan Barat di
dadanya.
“Lihat ini! Ini sungguhan.”
Koshar mengamati lambang itu sejenak dan menganggukkan
kepala, dan wajah pria itu berubah lega. Akan tetapi, hanya karena simbol itu
sungguhan, tidak berarti Koshar peduli bahwa Raja Kerajaan Barat berusaha
mencarinya. Dia berkata blak-blakan.
“Aku tidak akan memenuhi panggilan dari Raja Kerajaan Barat.
Bahkan jika itu terkait dengan saudaraku.”
“Tapi!”
Koshar masih tidak tampak percaya. Pria itu bersungut-sungut
karena frustasi, tapi dia dapat memahami reaksi Koshar itu. Berapa banyak orang
asing yang akan mengikutinya jika dia memberitahu mereka kalau raja tetangga
sedang mencari mereka? Mungkin jika ini dilakukan dengan cara yang lebih
formal, ini mungkin akan lebih mudah dipercayai.
Akan tetapi, pria itu harus bepergian dengan cepat dan
secara rahasia, sehingga penampilannya sangat tidak meyakinkan. Meskipun
begitu, Koshar terkenal dengan ototnya daripada otaknya, dan pria itu tidak
pernah menyangka dia akan bereaksi begini…!
Koshar mendengus dan menarik tali kekangnya. Pada akhirnya,
dia tidak pergi, tapi menatap pria itu penuh harap. Ketika pria itu menatapnya
dengan bingung, Koshar menjawab.
“Jadi? Bukankah harusnya kamu menunjukkan jalannya?”
“Apa?”
Pria itu tidak menyangka Koshar akan mengikutinya, jadi
kenapa tiba-tiba…? Dia menatap kebingungan, tapi Koshar tidak mau repot-repot
menjelaskan.
“Ayo. Tunjukkan jalannya.”
Pria itu mulai berjalan di depannya.
“Lewat sini.”
Akan tetapi, Koshar tidak berniat menemui Raja Kerajaan
Barat tanpa perlawanan. Dia teringat rumor bahwa Raja Kerajaan Barat jatuh
cinta kepada Rashta pada acara perayaan Tahun Baru. Ketika Koshar mengumpulkan
informasi untuk mencari tahu kelemahan Rashta, dia mendengar bahwa karena rasa
cintanya Heinley sampai-sampai bertengkar di depan umum dengan Kaisar Sovieshu.
Koshar tidak percaya pada Raja Heinley. Tidak peduli
seberapa banyak dia memikirkannya, tidak ada alasan bagi Raja Heinley untuk
memanggilnya. Akan tetapi, Koshar telah diasingkan dari negaranya, dan dia
tidak punya pekerjaan maupun hak. Jadi dia memutuskan untuk menurut. Jika Raja
Kerajaan Barat memang benar memanggilnya…
Dia akan membujuk raja itu untuk membawanya ke Rashta.
***
Rashta memandangi bulu-bulu burung biru itu. Dia tidak tahu
spesies burung apa itu, tapi dia merasakan aura kebangsawanan darinya. Akan
tetapi, ini bukan saatnya mengagumi penampilan burung itu.
“Aku minta maaf.”
Rashta bergumam dan menjulurkan tangannya ke burung itu. Dia
mencengkeram bulunya, lantas menarik napas dalam-dalam dan mencabutnya. Burung
itu memekik dan terbang karena terkejut, tetapi sangkar itu menghalanginya
untuk melarikan diri.
Rashta menjulurkan tangan lagi, mencabut lebih banyak
bulunya, burung itu menjerit dan mematuk tangan Rashta dengan paruhnya. Rashta
menyentakkan tangannya ke belakang.
Burung itu menatap Rashta dengan tajam. Jika dia memasukkan
tangannya ke dalam sangkar lagi, dia mungkin akan terluka. Rashta menarik diri
karena dia sudah memiliki cukup banyak bulu, lantas membersihkan bulu-bulu yang
bertebaran di lantai dan menyembunyikannya di dalam sarung bantal.
“Aku minta maaf.”
Rashta sekali lagi meminta maaf kepada burung itu.
Terlepas dari rasa bersalahnya, dia bertekad untuk
melindungi diri dan bayinya. Meskipun saudara laki-laki Permaisuri yang kejam
itu telah diasingkan, keluarganya yang lain masih tetap ada. Terlepas dari
janji Sovieshu untuk menjadikan Rashta permaisuri, dia harus menjaga keselamatannya
sendiri dengan cara apapun.
Bahkan jika itu berarti dia harus melakukan hal yang
mengerikan.
‘Bagaimana aku bisa menjadi seperti ini?’
Ini semua karena sikap permusuhan Permaisuri. Jika
Permaisuri dan saudaranya tidak menyerangnya lebih dulu, Rashta yakin dia tidak
akan pernah melakukan ini.
Dia duduk di kursi berlengan, meletakkan tangannya di perut,
dan terisak.
Beberapa jam kemudian langit menjadi gelap, dan ketika
Sovieshu memasuki ruangan, dia masih menangis. Sovieshu tampak kelelahan ketika
dia masuk, tetapi ketika dia melihat Rashta, dia seketika menjadi waspada.
“Kenapa kamu menangis?”
Rashta menunjuk ke arah sangkar. Alis Sovieshu terangkat ke
atas ketika dia melihat bulu burung yang hilang.
“Kenapa kondisinya begini? Tidak, kenapa kamu punya burung
ini?”
“Permaisuri mengembalikan burung itu, lalu Delise
mengambilnya dan memberikannya kepada Rashta.”
“Mengapa bulunya seperti ini?”
Sovieshu berjalan ke sangkar, memeriksa lukanya, dan menekan
bibirnya dengan kuat seolah-olah dia sedang mencoba meredakan amarahnya.
“Rashta tidak tahu.”
Dia menggelengkan kepala, terisak. Dia merasa bersalah
melihat cara burung itu memelototinya, tapi dia berpikir dia bisa menebus
kesalahannya dan memelihara burung itu sendiri.
Rashta mengatupkan kedua tangannya dan memohon.
“Yang Mulia, karena sekarang Permaisuri telah membuang
burung itu, bisakah Rashta memeliharanya?”
Sovieshu menatap burung itu tanpa memberi jawaban. Dia
sangat tersinggung karena hadiahnya dikembalikan dengan cara ini. Rashta
memintanya lagi, menyeka air matanya.
“Yang Mulia. Rashta ingin merawatnya. Kasihan burung itu.”
Sovieshu kembali menatap Rashta dan menghela napas lelah.
“Kenapa kamu menginginkan seekor burung yang dibuang orang
lain? Aku akan membelikanmu yang baru.”
“Makhluk ini memiliki kehidupan juga. Bagaimana Anda bisa
membuangnya?”
“Siapa bilang aku akan membuangnya?”
“Ha? Anda tidak akan membuangnya?”’
“Aku akan memeliharanya.”
“Kenapa Anda hendak memelihara burung yang telah dibuang
Yang Mulia?”
Rashta menatap Sovieshu dengan gugup. Reaksinya tidak masuk
akal. Dia tidak menyangka Sovieshu akan memelihara sendiri burung itu. Kaisar
adalah orang yang memiliki harga diri tinggi, dan dia seharusnya sangat marah
karena Permaisuri merusak dan menolak hadiahnya. Kaisar tidak marah seperti
yang seharusnya. Apa karena dia masih memiliki perasaan pada Permaisuri? Dia
bilang dia akan menurunkannya dari posisinya sebagai Permaisuri. Apakah dia
berubah pikiran?
Jika Rashta bisa membaca pikiran Sovieshu, dia akan merasa
lega alih-alih cemas. Sovieshu memang marah. Permaisuri pingsan karena burung
Pangeran Heinley telah mati, kemudian Permaisuri mencabut bulu dari burung yang
dia kirimkan kepadanya. Dia ingin menemui Permaisuri dan bertanya mengapa dia
melakukan ini. Memang benar bahwa selama berjam-jam Permaisuri tidak sadarkan
diri, Sovieshu merasa ketakutan seolah-olah dia tenggelam dalam air es. Dia
takut Permaisuri akan pingsan lagi. Namun, kemarahan yang telah kehilangan arah
di tubuhnya telah menyala kembali.
Tanpa sepatah kata pun, Sovieshu mengambil sangkar itu dan
meninggalkan kamar Rashta.
>>>
===
No comments:
Post a Comment