Sunday, February 28, 2021

Trash of the Count’s Family (#22)

Pembuat Onar di Keluarga Count

Chapter 22: Balas Budi (2)


Setelah melewati gerbang Kota Puzzle dengan mudah, kereta Kura-Kura Emas keluarga Henituse mengikuti arahan wakil kepala pelayan Hans menuju penginapan.
“Ini lebih kecil dari Kota Western.”
“Benar. Kecil.”
Cale menganggukkan kepala mendengar ucapan On dan Hong, lantas melihat keluar kereta.
‘Dia tidak akan mengikutiku ke dalam kota, kan?’
Menurut Choi Han, Naga Hitam itu mengikuti mereka dari kejauhan, lalu datang pagi-pagi sekali untuk mengantarkan makanan lantas melarikan diri.
“Bukankah dia menggemaskan? Naga itu tampak seperti anak kecil yang belum kehilangan kepolosannya, bahkan setelah melalui pengalaman hidup yang mengerikan.”
‘…Tidak juga.’
Itulah yang Cale pikirkan saat Choi Han berbicara padanya dengan riang. Jika Choi Han pernah melihat naga itu meledakkan sebuah gunung, dia tidak akan menyebutnya ‘menggemaskan’.
Cale tidak tahu mengapa naga itu melakukan ini, meskipun dia berkata dia membenci manusia. Ini terlalu berlebihan bagi Cale. Dia tidak menyangka akan jadi seperti ini.
Karena dia masih belia, Cale mengira naga itu akan menjauhi wilayah Marquis dan membangun sarangnya sendiri untuk mengembangkan kekuatannya. Cale berharap, setelah tumbuh lebih kuat, naga itu akan menghancurkan kediaman Marquis sebelum peperangan meletus di kontinen ini.
Itu akan membantu menjaga wilayah Henituse tetap damai untuk jangka waktu lama.
“Ck.”
Cale mendecakkan lidahnya, dan kedua anak kucing, yang memandang keluar jendela dengan girang, terkesiap lalu menghampiri Cale. Tampaknya mereka telah melihat sesuatu yang aneh di luar, dan datang untuk bertanya.
“Ada menara batu di depan setiap rumah.”
“Sangat, sangat aneh.”
Cale menjawab santai.
“Ini kan kota menara batu.”
Kota Puzzle terkenal dengan reruntuhan kuno dengan banyak menara batu, tapi kota ini juga terkenal karena setiap rumah punya menara batu di depannya.
Orang-orang di kota ini membuat parit kecil di luar jendela mereka dan meletakkan menara kecil dari batu di atasnya. Tidak tepat menyebutnya sebagai menara batu, karena tersusun kurang dari sepuluh batu, tapi bentuk menara batu itu berbeda-beda sesuai kepribadian pemilik rumahnya.
Itulah mengapa tidak mengherankan jika penginapan mewah yang dikunjungi Cale juga memliki menara batu di depannya.
“Apa kita akan menginap di sini?”
Hans segera menjawab pertanyaan Cale, sementara mereka mengikuti di belakang pemilik penginapan. Hans tampak sangat senang, saat dia berjalan dengan kedua kucing bersaudara di dalam pelukannya.
“Ya, tuan. Kita memesan kamar bagi Choi Han-nim untuk dua hari, dan telah sepakat untuk membayar kamar untuk seluruh rombongan bergantung berapa lama kita menginap di sini.”
Ron tersentak sejenak mendengar perkataan Hans lalu segera menyusul di belakang dengan kotak sihir di tangannya. Hans terus berbicara.
“Kita tiba tepat sebelum musim Festival Menara Batu, jadi harga kamarnya tidak terlalu mahal.”
Festival Menara Batu. Kota Puzzle tengah sibuk mempersiapkan acara Festival Menara Batu minggu depan. Tanpa banyak pikir, Cale mengutarakan apa yang ada dalam pikirannya.
“Padahal tidak ada banyak batu di sini, tapi menara batunya lumayan menarik. Sangat aneh.”
“Saya tahu alasannya.”
“Hah?”
Cale melirik ke arah Hans, yang merespons gumamannya.
“Ada cerita sedih sekaligus membangkitkan rasa ingin tahu yang diwariskan turun-temurun.”
“Berhenti saat ini juga jika ceritanya panjang.”
Cale tidak terlalu memedulikan hal itu. Akan tetapi, Hans terus berbicara, sepertinya dia beranggapan itu bukan cerita yang panjang. Rombongan yang memasuki kamar Cale ikut menonton, sementara pelayan keluar dari ruangan, kemudian turut mendengarkan cerita Hans.
“Cerita ini, yah, legenda ini, tentang sesuatu yang terjadi di zaman kuno.”
“Zaman kuno?”
Klik.
Pelayan itu menutup pintu di belakangnya dan hanya grup Cale yang berada di dalam kamar. Cale menyahut mendengar kata ‘zaman kuno’.
“Ya. Zaman kuno.”
“Teruskan.”
Dua kucing kakak-beradik di lengan Hans mengibaskan ekor mereka, seolah tertarik dengan cerita itu, mendongak ke Hans. Ron menuang secangkir minuman lemon tanpa suara dari botol yang dia bawa bersama kotak sihir dan menyodorkannya ke Cale.
Cale memegang cangkir minuman lemon di tangannya dan duduk di sofa dengan bersilang kaki lalu memberi isyarat kepada Hans dengan dagunya. Dia menyuruh Hans segera bercerita.
“Ahem. Menurut dugaan, di masa lalu kota ini kehilangan berkah dewa.”
‘Kehilangan berkah dewa?’
Cale tidak tahu-menahu tentang cerita ini.
“Ini pertama kalinya aku mendengarnya.”
“Itu karena tuan muda tidak pernah belajar tentang sejarah.”
“…Kamu tampaknya senang membantahku belakangan ini. Apa kamu akan terus membantah seperti itu? Hmm?”
Hans segera memalingkan pandangannya dari Cale.
“Ini hal yang wajar bagi seorang kepala pelayan yang hebat untuk memberitahu tuan mereka mengenai hal-hal yang tidak diketahui tuannya.”
Hans mulai berbicara tentang zaman kuno.
“Saya tidak tahu mengapa kota ini kehilangan berkah dewa. Akan tetapi, tampaknya itulah saat beberapa orang di kota ini mulai berkumpul untuk membangun menara batu. Sepertinya itu adalah bentuk pemujaan untuk memohon pada dewa yang telah meninggalkan mereka.”
“Apa itu berhasil?”
Hans menjawab pertanyaan Cale dengan tegas.
“Tidak.”      
Dewa tidak mendengarkan mereka.
“Tampaknya, tidak satu pun doa mereka terkabul. Itu sebabnya mengapa saat ini Kota Puzzle tidak punya satu kuil pun.”
“Tidak ada alasan bagiku memuja dewa yang meninggalkanku. Begitu maksudnya?”
“Ding ding ding! Tuan muda kita benar-benar pintar dan tidak perlu belajar sama sekali.”
“…Kamu ingin dipukul?”
Hans berpaling dari Cale untuk melihat gunung di kejauhan dan lanjut berbicara.
“Ahem. Bagaimanapun, mereka memiliki menara batu alih-alih kuil. Menara batu melambangkan janji yang dibuat penduduk kota setelah semua itu. Itu adalah janji antara penduduk kota, serta janji dengan diri mereka sendiri.”
“Janji seperti apa?”
Hans menjelaskan aturan aneh yang dianut Kota Puzzle.
“Seseorang yang harapannya terkabul akan menghancurkan menara batu mereka sendiri.”
Cale tersenyum.
“Sungguh kota yang menarik.”
“Iya, kan? Karena mereka ditelantarkan oleh dewa, mereka harus meraih apapun yang mereka inginkan dengan kekuatan mereka sendiri. Tindakan menghancurkan menara batu mereka sendiri memiliki makna ‘berhasil mengatasi rintangan’.”
Cale sangat menyukai tindakan menghancurkan menara batu itu. Dia lalu teringat menara-menara batu di depan rumah penduduk.
“Menara batu itu tidak dibangun untuk meminta pertolongan dewa.”
“Benar. Itu lebih seperti lambang ketetapan hati mereka.”
Menara batu seperti ini sangat penuh makna, bahkan jika kamu tidak pernah berhasil menghancurkannya.
“Kurasa pada akhirnya yang mengabulkan permohonan mereka bukanlah dewa.”
“Ya. Anda benar. Meskipun menyedihkan melihat mereka ditelantarkan, cerita ini juga memberi banyak harapan pada orang-orang.”
Cale dengan santai memberi perintah kepada Hans yang menjawab balik kepadanya.
“Lihat ke bawah.”
“Maaf?”
Melihat Hans yang kebingungan, Cale menunjuk dada Hans dengan jarinya.
“Tampaknya kedua kucing itu marah.”
“Apa?”
Ah. Hans melihat ke bawah dan tersentak, matanya membelalak. Kedua anak kucing itu memperlihatkan gigi-gigi mereka dengan marah. Pupil mata keemasan yang menatap Hans tampak garang.
“Aigoo. Kenapa kedua kucing-nim kita sangat marah? Haruskah aku membawakan dendeng lagi?”
Hans tersenyum sembari menurunkan kedua anak kucing dari dadanya. Karena dia tidak tahu mereka adalah Manusia Siluman, dia beranggapan mereka marah karena merasa lapar. Akan tetapi, kedua anak kucing itu tidak marah karena hal itu. Cale teringat pada apa yang kedua bersaudara itu katakan kepadanya sebelumnya.
‘Aku dengar dari Hans tadi.’
‘Hans bilang.’
‘Jika kita membuat permohonan di menara batu, harapan kita akan terkabul.’
‘Dia bilang menara batu itu indah.’
Tap. Tap.
On tampak marah, seraya mengetuk-ngetuk lantai dengan kakinya, sementara Hong mengetuk lantai dengan ekornya. Mereka marah karena Hans berbohong pada mereka tentang menara batu itu, tapi kelihatannya Hans salah memahaminya.
“Aigoo, kucing-nim kita. Saya akan mengambilkan camilan enak untuk kalian! Tuan muda, boleh saya pergi mengambilkan sesuatu untuk mereka?”
“Kamu bisa sekalian diam di luar.”
“Saya akan segera kembali.”
Hans berkata dia akan segera kembali, tapi dia tetap memastikan barang-barang yang dia bawa untuk Cale telah diatur dengan rapi, lalu keluar secepat angin begitu semuanya selesai.
“Ron, kamu juga bisa pergi beristirahat.”
Ron tetap bergeming di dalam kamar. Ron menoleh ke Cale lantas tersenyum.
‘Aku punya firasat buruk soal ini.’
Cale benar-benar membenci senyum orang tua itu. Senyumnya membuat Cale menjadi lebih tidak nyaman daripada biasanya. Ron menghampiri sofa tempat Cale duduk, lantas berbicara.
“Apakah Choi Han-nim akan berangkat dalam dua hari?”
“Ya.”
Sebuah pikiran tiba-tiba terlintas di benak Cale, dia lantas tersenyum saat bertanya.
“Kenapa? Kamu tidak ingin dia pergi? Apa kamu ingin pergi dengannya?”
Senyum lembut Ron semakin melebar.
“Bagaimana mungkin saya meninggalkan Anda dan pergi ke tempat lain, tuan muda? Saya senang berada di sisi Anda.”
Ini membuat Cale merinding.
“Saya hanya merasa kecewa Choi Han-nim tidak akan pergi bersama kita sampai ke ibu kota. Saya perlu berbicara dengannya sebanyak mungkin sebelum dia pergi. Beacrox juga mungkin akan sedih melihatnya pergi.”
Ekspresi Cale sedikit membaik setelah mendengar ucapan Ron selanjutnya. Dia tidak terlalu menghiraukannya karena baginya itu merepotkan, tapi tampaknya hubungan pertemanan telah terjalin antara Ron, Choi Han, dan Beacrox.
Choi Han sulit ditebak, tapi jika dia benar-benar membenci seseorang, dia bahkan tidak akan berbicara kepada mereka. Cale teringat rencananya, lalu tersenyum nakal saat dia menjawab.
“Yah, kalian bisa melihat satu sama lain lagi di ibu kota, karena kalian akan bepergian bersama.”
‘Kalian bertiga dapat meninggalkan kerajaan ini dan pergi ke kerajaan Rosalyn. Bagaimana menurutmu? Hebat, kan?’
Cale tidak mengatakan hal itu keras-keras, dia menyeringai sementara Ron tersenyum lebih cerah.     
“Saya menantikan saat kita berkumpul dengan Choi Han-nim di ibu kota. Harapan orang tua ini agar semua orang sampai di sana dengan selamat.”
Cale tidak percaya apapun yang Ron katakan. ‘Menantikannya’ atau ‘berharap semua sampai dengan selamat’. Emosi semacam itu tidak cocok dengan orang tua ini.
Dua anak kucing itu turut mendengus seraya menatap Ron. On dan Hong merasa kesal karena Ron terus berusaha mengajari mereka keterampilan membunuh yang mereka sudah tahu di belakang Cale.
“…Kamu bisa pergi sekarang.”
Cale dengan mudah menyingkirkan Ron dari kamarnya.
“Hans pembohong!”
“Aku terlanjur percaya pada pelayan itu!”
Kedua kucing bersaudara itu akhirnya melampiaskan rasa marah mereka sementara Cale mengabaikan mereka dan melihat keluar jendela.
Cale tengah melihat ke arah gua di sudut Kota Puzzle. Gua ini adalah lokasi menara batu yang belum sempurna itu dan ‘Vitalitas Jantung’. Harusnya ada sebuah rumah kecil di dalam gua itu.
‘Bukankah katanya orang itu hidup sampai berusia 150 tahun?’
Ini adalah kekuatan yang ditinggalkan seseorang dari zaman kuno setelah meninggal secara alami karena usia lanjut. Orang yang meninggal itu menganggap kekuatannya sebagai kutukan. Cale bangkit dari tempat duduknya, sedikit merapikan pakaiannya, lantas membuka pintu.
“Aigoo!”
Hans kebetulan berada tepat di luar pintu. Melihat wakil kepala pelayan, yang berlari kembali dengan lengan penuh dendeng, Cale berujar.
“Ayo kita pergi melihat menara batu.”
Telinga kedua kucing itu berkedut. Cale menyeringai di dalam hati melihat kedua kucing itu, yang berlari ke arahnya seakan-akan mereka tidak pernah merasa marah, kemudian menunjuk orang-orang yang akan pergi dengannya.
“Yang pergi hanya kita dan Choi Han. Oh, bawa On dan Hong denganmu juga.”
Seseorang yang meninggal pada usia 150 ingin menyelesaikan menara batu di Gua Penghimpun-Angin.
‘Yang waktu itu pohon, kali ini angin?’
Di tengah-tengah gua terdapat angin topan yang tampaknya muncul entah dari mana. Laki-laki tua itu menghabiskan 100 tahun lebih mencoba membangun menara batu di pusat angin topan itu. Akan tetapi, dia gagal.
Yah, laki-laki tua itu selalu merusak menara batunya setiap kali dia hampir menyelesaikannya. Dia mengulanginya lagi dan lagi hingga dia meninggal suatu hari setelah menyusunnya lagi hampir setengahnya.
Memangnya apa permohonan laki-laki tua dari zaman kuno itu? Cale tidak begitu peduli. Dia hanya berencana mengamati satu hal dengan hati-hati sembari keluar melihat-lihat menara batu hari ini.  
‘Kalau toh aku akan membangunnya sekalian saja membuatnya terlihat bagus.’
Karena dia harus melakukannya, dia akan membuatnya terlihat bagus. Dia juga harus mengamati beberapa orang, untuk berjaga-jaga, di Reruntuhan Menara Batu.
Tak lama kemudian, Cale, dua anak kucing, Choi Han, dan Hans tiba di pintu masuk Reruntuhan Menara Batu. Mereka tidak membawa kereta mereka yang menunjukkan simbol keluarga Henituse, dan Cale juga mengenakan topi, beralasan dia tidak suka sinar matahari.
‘Mereka benar-benar masih di sini.’
Dia berhasil melacak orang-orang yang dia cari tak lama setelah mereka memasuki area reruntuhan. Cale bersembunyi diam-diam di belakang Choi Han dan Hans.
Sedikit di kejauhan tampak seorang pria berpakaian santai dan seorang wanita. Pria itu duduk di kursi roda, sementara wanita itu mendorong kursi roda dan keluar dari pintu masuk Reruntuhan, yang sekaligus adalah pintu keluar.
Mereka tidak menyadari tatapan sembunyi-sembunyi Cale dan meninggalkan reruntuhan dengan santai. Pria itu sedikit menolehkan kepalanya ke arah wanita itu dan bertanya.
“Kenapa kamu ingin datang ke sini hari ini?”
“Aku tidak tahu apakah ini pesan dari dewa atau omong kosong belaka, tapi aku memimpikan hal yang sama selama dua hari ini bahwa aku harus datang ke sini. Mimpiku mengatakan penolong kita di masa depan akan muncul jika kita datang ke reruntuhan. Sesuatu tentang bagaimana bahkan dewa tidak tahu bagaimana penolong itu akan bertindak, kecuali informasi bahwa mereka akan datang ke reruntuhan hari ini.”
“Ada seseorang yang bahkan dewa tidak bisa prediksi?”
“Siapa tahu? Sebagian yang dewa itu katakan adalah omong kosong. Benar-benar omong kosong.”
Wanita dengan rambut pendek berwarna cokelat menumpahkan kekesalannya.
“Omong kosong? Itu adalah perkataan dewa. Lagi pula, bukankah itu rahasia kalau kamu bisa mendengar pesan dari dewa?”
Pria yang menjawab balik itu adalah putra sulung dari keluarga Marquis Stan, Taylor Stan.
“Toh tidak ada seorang pendeta pun di Kota Puzzle. Dan siapa peduli tentang perkataan dewa? Memangnya dewa memberi kita makan? Bagaimana bisa ada penolong bagi orang-orang seperti kita? Sama sekali palsu. Aku lapar. Ayo kita makan.”
Wanita yang terlihat jengkel itu adalah sahabat Taylor, Cage, wanita yang nantinya akan dipanggil dengan sebutan Pendeta Gila. Taylor menjawab balik Cage dengan raut muka serius.
“Cage, tiba-tiba aku ingin minum bir.”
“Benarkah? Aku ingin makan daging babi asap.”
Mereka melihat satu sama lain dengan ekspresi serius. Taylor menunjuk ke depan dengan jarinya, dan merespons Cale dengan serius.
“Sungguh kombinasi yang hebat. Ayo. Dorong! Aku yang traktir!”
“Aigoo, kamu yang traktir?! Pendeta ini akan melakukan yang terbaik untuk mengantar Anda ke sana.”
Mereka berdua tertawa-tawa dan mulai bergerak.
Cale tidak dapat mendengar obrolan mereka karena jaraknya sangat jauh, tapi dia berusaha sebaik mungkin mengingat wajah kedua orang ini, yang masih mampu tertawa sementara berada di tengah-tengah situasi yang sangat buruk.
‘Sekarang karena aku telah memastikan rupa mereka, aku hanya perlu memastikan untuk menghindari mereka.’
Karena mereka tidak tahu siapa dia, Cale hanya perlu memastikan dia menghindari mereka ke depannya.
 


***
Proofreader: Harlianti


                 
>>>             
Chapter Selanjutnya 

===
Daftar Isi  
   
     

No comments:

Post a Comment