Sunday, February 21, 2021

Trash of the Count’s Family (#15)

 


Pembuat Onar di Keluarga Count

Chapter 15: Bepergian (2)

 

Demi mencapai hasil yang diinginkannya, Cale harus memilih berkemah di luar.

Tidak ada desa di sepanjang perjalanan hingga mereka sampai di desa tempat gua tersembunyi si Naga Hitam.

Meeeeeong.

Hong kucing merah dari Suku Kucing mengeong dan mengibaskan ekornya, seakan-akan merasa senang. Itu karena tercium aroma lezat yang memenuhi area itu.

‘Kegembiraan hari ini datang dari menyantap makan malam yang lezat.’

Itulah yang Cale sedang pikirkan. Makan malam hangat adalah sinyal untuk mengakhiri hari yang panjang dan melelahkan, dan awal dari malam yang menenangkan. Hidangan utama malam ini adalah sup daging kelinci.

“Sialan.”

Itu bukan perbuatan Ron. Cale memalingkan pandangannya ke samping. Choi Han, orang yang menangkap kelinci itu, sedang menyantap supnya dengan gembira.

Meeeeong.

Pat. Pat. On dan Hong menepuk kakinya, memintanya memberikan makanan itu ke mereka jika dia tidak mau. Hans memasang senyum lebar di wajahnya lalu dengan hati-hati menghampiri kedua anak kucing itu.

“Apakah kucing kesayangan kita ingin makan dendeng yang saya siapkan? Dendeng ini sangat sehat, tanpa garam atau pengawet.”

Seperti biasa, On dan Hong tidak menghiraukan Hans. Hans, yang tidak tahu mereka dari Suku Kucing, menganggap sikap tak acuh mereka menggemaskan dan tak beranjak dari sisi mereka.

Meskipun mereka baru saja selesai bertarung, sekeliling mereka terasa sangat santai dan damai. Akan tetapi, suasana di sekitar para ksatria tampak agak aneh. Mereka terus-menerus melirik Choi Han, yang memakan supnya di sebelah Cale. Wakil Kapten terlihat sangat menderita.

“Ck.”

Cale berdecak lidah.

Rombongan Cale harus bertarung melawan puluhan bandit hari ini. Orang yang menangani sebagian besar bandit itu tentu saja Choi Han. Dia tidak membunuh bandit-bandit itu. Akan tetapi, dia tidak merasa kesulitan memotong anggota tubuh atau meninggalkan bekas luka yang dalam. Tidak hanya itu, dia juga melakukannya dengan kecepatan yang mencengangkan.

‘Tuan muda, pertarungannya sudah selesai.’

Wakil Kapten melaporkan hal ini pada Cale dengan ekspresi syok di wajahnya. Dia tidak menyangka akan berakhir secepat itu. Di area berbeda tidak jauh dari sana, justru bandit-bandit itu yang kalah telak. Para bandit yang mereka anggap bodoh dan merasa dapat menangani lima orang ksatria dengan jumlah mereka sudah tidak berdaya.

Sayangnya, target pertama mereka adalah kereta Cale yang dikawal Choi Han. Alasan wajah Wakil Kapten sangat pucat bukan karena kekuatan para bandit itu. Choi Han mendekat ke sebelah Wakil Kapten dan menambahkan.

‘Itu pertarungan yang ringan. Bahkan tidak cukup untuk pemanasan.’

Cale dapat melihat Wakil Kapten sedikit tersentak setelah mendengar kata-kata Choi Han. Dia juga dapat melihat Choi Han menyeringai sementara Wakil Kapten terkesiap.

‘Dia benar-benar bukan tipe orang yang membiarkan orang lain berbuat sesukanya kepadanya.’

Mustahil seseorang seperti Choi Han, yang tidak segan memukuli putra Count, akan bersikap ramah dan membiarkan orang lain terus mencari gara-gara dengannya.

“Apa Anda tidak berselera makan?”

Cale tampak frustasi, saat Ron menghampirinya dengan senyum lemah lembutnya yang biasa. Dia melihat bolak balik antara sup kelinci dan Ron, lalu tiba-tiba menyadari sesuatu. Orang tua ini senang meledeknya.

“Ya. Tidak sama sekali.”

Choi Han merespons pernyataan itu.

 “Apa Anda tidak enak badan?”

“Tidak, bukan begitu.”

‘Tidak akan ada masalah jika yang kamu tangkap bukan kelinci.’

Cale menoleh ke Choi Han, dan melambaikan tangannya memberitahu Choi Han agar tidak mengkhawatirkannya.

Akan tetapi, Choi Han terus melihat ke arah Cale dengan tatapan serius.

“Kamu sedang lihat apa?”

“…Apakah tadi pertama kalinya Anda mengalami sebuah pertarungan?”

Dengan santai Cale merespons balik Choi Han yang bertanya dengan raut muka serius.

“Pertarungan apa? Maksudmu dengan bandit-bandit tadi?”

“Ya.”

“Tentu saja. Aku tidak pernah melihat bandit sebanyak itu sebelumnya.”

“Saya mengerti.”

Choi Han menganggukkan kepalanya dan bergumam sendiri diam-diam.

“…Pasti itu pertama kalinya Anda nyaris mati.”

Ha. Salah satu prajurit mendengus.

Ha! Cale mendengus keras seolah-olah dia benar-benar kaget.

‘Pertama kali nyaris mati apanya. Kamu tahu bagaimana gelisahnya aku selama beberapa hari terakhir gara-gara kamu?’

Bukan cuma itu. Senyum Ron saat Choi Han kembali membawa kelinci, pemandangan Beacrox yang menajamkan pisau dapurnya, Cale juga merasa cemas gara-gara mereka berdua. Cale mulai mengingat-ingat semua momen kecemasan yang dia alami sejak mereka meninggalkan wilayah Henituse.

‘Sekarang aku benar-benar tidak berselera makan.’

Dia telah kehilangan selera makannya. Klang. Sendok di tangan Cale jatuh ke mangkuk sup. Itu sebabnya dia tidak menyadari para prajurit memandangnya dengan tatapan penuh pengertian, atau Choi Han yang berhenti memperhatikan semua orang di sekelilingnya dan bernostalgia mengenang masa lalunya.

“Cale-nim.”

“Apa?”

Cale sedang memikirkan bagaimana dia tidak perlu lagi terlalu gelisah karena dia berhasil menghindari dirinya digebuki dan juga mendapat Perisai Anti-Hancur, ketika suara Choi Han membuyarkan lamunannya.

‘Kenapa dia terus berbicara padaku?’

“Pengalaman pertama memang selalu sulit.”

“Kamu sedang bicara apa?”

Saat Cale bertanya balik dengan tenang, Choi Han memasang senyum kecil di wajahnya lalu bertanya dengan ekspresi datar. Tatapan di matanya terlihat sangat serius.

“Cale-nim, apa Anda tidak belajar seni bela diri apapun?”

“Tidak perlu.”

“Bukankah setidaknya Anda harus memiliki kekuatan untuk melindungi diri sendiri?”

Ada nada kekhawatiran di balik sikap seriusnya. Cale bertanya-tanya mengapa Choi Han tiba-tiba menjadi sangat serius, meskipun begitu dia tetap menjawab pertanyaan itu.

“Aku punya banyak cara.”

Cale memalingkan tatapannya dari Choi Han dan melihat sekitar. 15 orang prajurit yang lebih kuat dari dirinya, dan 5 orang ksatria yang akan sukses kemanapun mereka pergi. Hanya ada beberapa orang pelayan selain mereka, tapi Ron, Beacrox, kedua anak kucing, dan bahkan wakil kepala pelayan jauh lebih kuat dibanding dirinya.

Cale membuat kontak mata dengan tiap-tiap orang lalu menoleh kembali ke Choi Han dan bertanya.

“Kamu bisa melihat mereka juga, kan?”

‘Inilah pengawalan bagi putra Count yang kaya.’

Cale tersenyum. Dia tahu mereka semua akan melindunginya. Tentu saja, dia tidak yakin dengan Ron atau Beacrox, tapi paling tidak mereka akan mencegah dirinya dibunuh seseorang.

‘Dan yang akan melindunginya bukan cuma mereka.’

Cale memutuskan untuk lebih jujur kepada Choi Han, yang sedang duduk menatapnya. Dia menepuk dadanya lalu menjawab.

“Aku percaya pada jantungku. Aku akan baik-baik saja.”

Tentu saja. Perisai Anti-Hancur yang membungkus jantungnya akan melindungi dirinya. Yah, asalkan dia menghindari orang-orang seperti Choi Han…

Choi Han menatap Cale dengan mata bergetar.

Meong.

Meong.

“Hmm? Apa yang kamu lakukan?”

On dan Hong menghampiri Cale dan mendorong kaki Cale dengan kaki mungil mereka. Cakar di kaki mereka melukainya, membuat Cale mengernyit, tapi kakak-beradik dari Suku Kucing itu berhenti makan dan menggesekkan pipi mereka pada kaki Cale.

Plak. Choi Han menurunkan mangkuk sup kosongnya dan bangkit dari tempat duduknya.

“…Aku akan pergi berlatih pedang.”

“Langsung setelah makan?”

“Saya merasa saya perlu menjadi lebih kuat.”

‘…Berandal menakutkan. Apa kamu berusaha menjadi cukup kuat untuk menghempaskan seluruh Bumi?’

Cale berpaling dengan perasaan jengkel. Pada saat itu, Beacrox menghampirinya dengan masakan baru.

“Silakan dinikmati.”

“Oh! Makasih.”

Cale menatap piring yang dipenuhi dengan steik daging sapi dan bumbu dari kualitas terbaik, lalu tersenyum.

“Makanan pahit dan minuman seperti perasan lemon adalah cara terbaik untuk mengembalikan selera makan Anda.”

Ini pertama kalinya Ron membawakannya minuman perasan lemon sejak kejadian di kedai teh. Cale mengabaikan perasan lemon itu karena saking senangnya dengan steik di depannya.

“Kalau semua sudah selesai makan, kita akan segera memulai sesi latihan malam.”

Cale dapat mendengar suara keras Wakil Kapten dan mulai berpikir.

‘Wakil Kapten pasti termotivasi oleh Choi Han.’

Cale melihat para ksatria yang bersemangat saat dia menyantap steik dan bahkan sup kelincinya. Setelah dia cicipi, sup kelinci itu ternyata lumayan enak. Tentu saja, dia menolak dengan tegas dendeng yang ditawarkan para anak kucing. Dendeng itu tidak dibumbui apapun jadi dia tidak akan menyentuhnya sama sekali.  

***

‘3 hari.’

Cale menghitung-hitung sisa waktunya saat mereka memasuki desa.

‘Naga Hitam akan menyebabkan ledakan mana dalam 3 hari ke depan.”

Mereka saat ini berada di wilayah seorang Viscount yang terletak tepat di sebelah wilayah Henituse. Sebuah vila milik Viscount dibangun di atas gunung di sisi kanan dari desa ini beberapa tahun yang lalu.

Tentu saja, meskipun dilabeli sebagai vilanya Viscount, pada kenyataannya, vila itu milik Marquis Stan, orang yang bertanggung jawab atas mengamuknya Naga Hitam itu. Viscount wilayah ini tidak lebih dari kaki tangan Marquis.

‘Dan di gunung di belakang vila tersembunyi gua dengan Naga Hitam.’

Naga Hitam itu menyebabkan ledakan mana dan menerbangkan gua serta gunung itu.

Cale melihat puncak kecil di sisi kanan gunung yang dia lewati dan berdecak lidah.

Venion dari keluarga Marquis Stan. Cale memikirkan tentang putra kedua Marquis yang merupakan psikopat gila yang membuat kakaknya lumpuh agar bisa naik ke posisi pewaris. Psikopat itu sering datang ke vila untuk menyiksa si Naga Hitam hanya untuk bersenang-senang.

“Ck.”

Hans tersentak mendengar Cale berdecak lidah, dan segera membawa Choi Han lalu berbicara.

“Tuan muda, saya akan pergi bersama Choi Han dan segera mencari penginapan. Tolong tunggu sebentar.”

Kereta kuda itu berhenti di luar pintu masuk desa.

“Terserah.”

“Kami akan segera kembali.”

Cale menganggukkan kepalanya mendengar ucapan Hans sembari mengamati Choi Han. Dari matanya, dia tampak sedang mengenang sesuatu. Kenapa Choi Han mau bertarung melawan makhluk yang menyebabkan ledakan mana? Hal itu karena dia tidak bisa mencampakkan desa kecil dan sunyi ini.

Desa Harris. Desa ini mirip dengan desa yang mengajarkannya tentang cinta dan kebencian. Itu sebabnya dia tergerak untuk menyelamatkan nyawa penduduk desa ini yang bahkan tidak dia kenal. Cale mengerutkan dahi lalu memanggil Choi Han.

“Choi Han.”

“…Ya?”

“Cepat kembali.”

Ah. Sebuah desahan kecil keluar dari mulut Choi Han. Remaja 17 tahun yang telah hidup selama puluhan tahun ini memasang senyum tak berdosa di wajahnya dan menganggukkan kepala. [1]

“Ya tuan. Saya akan segera kembali.”

Cale mengisyaratkan seolah-olah dia merasa kesal, tapi Choi Han menundukkan kepala lalu segera berjalan ke arah desa dengan Hans. Cale, yang lebih menyukai Choi Han yang kembali fokus dibanding saat dia memasang ekspresi kosong, terus mengamatinya lalu tiba-tiba mengernyit.

Dia dapat melihat sebuah kereta kuda bergerak dengan cepat ke arah mereka.

‘Aku punya firasat buruk.’

Cale merasa seakan-akan seseorang dengan tangan penuh keringat sedang memberinya apel beracun. Perasaannya sangat getir. Penyebab perasaan getirnya akan segera terungkap.

“Sungguh-“

Cale tidak dapat memercayainya.

Dia dapat melihat orang tua, yang tidak sempat menghindari kereta kuda itu, jatuh ke jalan. Dia juga dapat melihat Choi Han berlari ke arah orang tua itu, serta kereta kuda yang terus melintasi jalan dan tidak tampak akan berhenti.

‘Sungguh klise!’

Sebuah bendera tergantung di kereta itu. Ular merah. Itu adalah simbol Marquis Stan. Mata Cale bergetar. Akan terjadi. Sebuah insiden akan terjadi.

Bam!

Choi Han melompat untuk menyelamatkan orang tua itu, dan momentum lompatannya menyebabkannya menabrak dinding sebuah bangunan. Baru pada saat itulah kereta hitam milik Marquis Stan akhirnya berhenti.

“Hahhh.”

Cale menghela napas lalu membuka pintu kereta. Sepertinya dia tidak ada pilihan selain menuju ke tempat peristiwa klise itu terjadi.

1.      Ingat, Choi Han benar-benar tidak menua

 


***

Proofreader: Harlianti



<<<

Chapter Sebelumnya                   

>>>             

Chapter Selanjutnya 

===

Daftar Isi


1 comment:

  1. Usi tubuhnya gak menua, jiwanya juga kalau diibaratkan kayak anak kecil yang menjadi dewasa karena keadaan. Ututututu, my little boy..

    ReplyDelete