Saturday, May 12, 2018

Seirei no Moribito Season 3 (Final)

Akhirnya sampailah kita di season terakhir dari drama live action Seirei no Moribito atau Guardian of the Spirit. J Di season sebelumnya, pangeran Chagum dibebaskan oleh  pangeran Raul dari dan kembali bersama pasukannya ke kerajaan New Yogo dengan syarat dia harus membunuh ayahnya dan menjadi Raja baru di bawah pemerintahan kerajaan Talsh. Chagum yang tidak ingin membunuh ayahnya meski untuk menghindari perang, memutuskan untuk kabur seorang diri dan sekali lagi berusaha membentuk aliansi dengan Raja Rota. Untuk mengelabui kerajaan Talsh, pasukan yang kembali ke New Yogo menyebarkan kabar palsu tentang kematian pangeran Chagum. 

Saat mengetahui anaknya masih hidup, Ratu Kedua New Yogo memerintahkan untuk menyewa Balsa kembali sebagai bodyguard pangeran Chagum. Sesampai di Rota, pangeran Chagum diculik oleh bangsawan yang menguasai daerah Rota Selatan, sampai akhirnya Chagum berhasil meloloskan diri dan bertemu dengan Raja Rota yang baru, Ihan. Raja Ihan mengajukan syarat agar Chagum dapat meyakinkan Raja Kanbal untuk bergabung ke dalam aliansi terlebih dahulu. Untuk itulah, Chagum pun memulai perjalanannya ke kerajaan Kanbal ditemani Balsa yang ditemuinya di tengah perjalanan.

Bagi Balsa, ini adalah pertama kalinya dia kembali ke tanah kelahirannya setelah 28 tahun dan yang lebih buruk lagi dia akan menemui orang yang paling ingin dibunuhnya. Seperti yang diduga, perjalanan ke Kanbal tidaklah mudah karena mata-mata Talsh yang siap menghabisi mereka di tempat ada di mana-mana. 

Memasuki daerah perbatasan Kanbal, mereka bertemu dengan Cahm yang membawa mereka menemui Kaguro, kakak Jiguro yang sekaligus merupakan salah satu dari 9 kstaria raja yang disebut dengan “Tombak Raja”. Di luar dugaan mereka ternyata Raja Kanbal sudah terlebih dahulu menjalin komunikasi dengan kerajaan Talsh. 

Mengetahui ini, Balsa mengajak Chagum kabur dari rumah Kaguro dan pergi bersembunyi ke rumah Yuka, bibi Balsa, adik dari ayahnya. Yuka adalah satu-satunya keluarga Balsa yang masih hidup, karena itu hanya soal waktu sampai Kaguro dan Cahm menemukan Balsa. Saat mereka tiba di rumah Yuka, Balsa sengaja menyerahkan diri agar dapat bertemu dengan Raja Kanbal dan bernegosiasi dengannya.

Rogsam, raja Kanbal saat itu, sedang mempersiapkan acara ritual untuk menerima Luisha – batu langka yang bernilai tinggi – dari Raja Gunung (roh/dewa). Untuk mendapatkan Luisha, raja dan 9 kstarianya harus mengalahkan para Roh Penjaga yang disebut dengan Hyohlu. Melihat kemampuan bertarung Balsa yang luar biasa berkat didikan Jiguro yang terkenal sebagai ksatria terkuat pada masanya, Raja Rogsam menjadikan Balsa sebagai salah satu Tombak Raja. Dia kemudian membuat kesepakatan dengan Chagum jika Balsa berhasil memenangkan Luisha untuknya, maka dia bersedia memberikan bala bantuan perang kepada kerajaan New Yogo. 

Namun ternyata ambisi Rogsam tidak hanya sekedar mendapatkan Luisha, tapi dia ingin menantang Raja Gunung dalam sebuah pertarungan. Raja Gunung yang murka akhirnya ‘membawa’ Rogsam ke dunia roh. Sepeninggal Rogsam, tahta kerajaan Kanbal diwarisi oleh anaknya, pangeran Radal. Dengan ini, Chagum pun berhasil membuat aliansi dan mendapat ribuan pasukan bala bantuan dari Raja Kanbal dan Rota.

Sementara itu, armada militer Talsh telah tiba di kerajaan New Yogo dan berhasil memenangkan peperangan pertama mereka dengan mudah. Bagaimana tidak? Sebagian besar pasukan New Yogo yang mereka lawan merupakan rakyat biasa yang direkrut untuk mengikuti perang. Dan salah satunya adalah Tanda, teman masa kecil Balsa. Balsa yang kembali ke New Yogo dan mendapati kabar Tanda yang mengikuti perang segera mencari temannya itu. Namun, Balsa terpaksa kembali dengan tangan kosong. 

Di tengah perjalanan mengantar rombongan yang ingin mengungsi ke Kambal, Balsa bertemu dengan Kocha. Dari Kocha, Balsa mengetahui bahwa Tanda masih hidup dan saat ini tinggal bersama Kocha dan kakaknya. Balsa pun memutar arah perjalanannya menuju tempat Tanda berada. Meski selamat dari perang, Tanda harus merelakan kaki kanannya diamputasi oleh Balsa yang membusuk akibat luka perang.

Pasukan Talsh melanjutkan penyerangan ke pos pertahanan kedua pasukan New Yogo. Di sana, pasukan Talsh membombardir menara pertahanan dan pasukan panah New Yogo. Memasuki hari kedua penyerangan, pasukan New Yogo akhirnya berada di ambang kekalahan. Saat itulah, pangeran Chagum datang dengan bala bantuan yang dibawanya. Menghadapi kepungan serangan dari berbagai arah, kerajaan Talsh pun mundur setelah kehilangan setengah pasukannya. Pangeran Chagum kembali ke istana untuk bertemu dengan ayahandanya dan mengabarkan berita kemenangan ini.

Akan tetapi, Raja New Yogo yang sejak awal menolak aliansi dengan kerajaan lain justru meminta pasukan dari kedua kerajaan untuk kembali pulang. Pangeran Raul yang mengetahui berita ini memutuskan untuk menyerang istana kerajaan New Yogo. Sementara itu di istana, Chagum mendapat informasi dari Shuga, Peramal Bintang Kerajaan, bahwa banjir besar akan segera datang dan menyapu habis kerajaan New Yogo. Banjir besar ini disebabkan oleh salju yang meleleh secara serentak akibat air musim semi yang mengalir di dunia roh Nayugu. Akhirnya, Chagum memutuskan untuk bernegosiasi dengan pangeran Raul agar menghentikan perang dan segera membawa penduduk dan seluruh pasukan mengungsi ke atas pegunungan.     

------------------------------------------------------------------------------------------------------

Wow, sinposis yang panjang! J Maklumlah, memasuki klimaks cerita rasanya tidak mungkin memadatkannya menjadi 2-3 paragraf saja. Anyway, setelah menonton season final ini, aku tidak punya komentar selain “It was indeed a great story and adaptation, guys. Totally worth it to watch J”. 

Walaupun plot cerita selama di kerajaan Kabal sangatlah mudah ditebak, namun memasuki bagian cerita peperangan Talsh dan New Yogo, perhatian saya kembali sepenuhnya terkunci. Bukan karena saya suka peperangan, tapi karena mereka sangat berhasil menyajikan suasana peperangan dengan detil-detil penting yang membangun emosi penonton. Perang, dengan alasan apapun, adalah hal yang hanya membawa luka dan kepedihan bagi kedua belah pihak dan selayaknya tidak pernah menjadi sebuah pilihan. Menurut saya, drama ini mengggambarkan pesan itu dengan sangat baik.

Tidak hanya menyuguhkan adegan peperangan dengan melibatkan banyak pemain dan alat-alat perang raksasa untuk membuatnya terlihat senyata mungkin, drama ini banyak menyorot sisi gelap dari sebuah peperangan. Sebagai contoh, bagaimana prajurit perang yang berasal dari rakyat biasa yang bahkan mungkin tidak pernah berkelahi selama hidupnya, hanya mampu berdiri kaku di tempatnya dengan tangan bergetar memegang pedang. Di depan mereka berdiri lawan dengan pedang terhunus yang siap menebas tanpa ampun, di sekeliling mereka bergelimpangan tubuh-tubuh yang mengerang kesakitan, dan bagi mereka teriakan-teriakan perang tak ubahnya seperti panggilan kematian. Sampai di puncak rasa takut mereka, yang ada di pikiran mereka hanya satu, lari dari tempat itu. Emosi ketakutan dan keputusasaan itu tersampaikan dengan baik ke penonton.

Contoh lain saat segerombolan penduduk terpaksa mengungsi karena desa mereka dibakar habis oleh pasukan kerajaan mereka sendiri untuk mencegah pasukan musuh menjadikan desa tersebut sebagai medan pertahanan mereka. Ada sebuah dialog dari salah seorang penduduk yang kurang lebih mengatakan seperti ini “Aku tidak tahu harus membenci siapa, meskipun aku tahu yang menyebabkan ini adalah pasukan Talsh, tetap saja yang membakar tokoku yang kubangun sejak kecil adalah prajurit New Yogo sendiri”. Dialog tersebut menggambarkan bagaimana perang hanya membawa kehancuran dan kesedihan, di pihak manapun kamu berada, bahkan meskipun bukan kita sendiri yang berperang.

Oke, itulah komentar saya mengenai highlight cerita di season ketiga ini. Meskipun sedih harus berpisah dengan drama seri ini, saya juga senang karena karena kualitas adaptasinya tetap konsisten dari awal hingga season akhir sehinggga di akhir film saya bisa tersenyum dengan puas. Bagi yang pernah membaca novelnya mungkin punya pendapat berbeda dengan saya.

Meskipun tidak membaca novelnya, menurut saya novel ini diadaptasi dengan sangat baik, karena dengan hanya menonton filmnya saja, saya seolah-olah bisa membayangkan bagaimana luar biasanya jika saya membaca novelnya langsung. Tidak banyak loh, drama atau film yang diangkat dari sebuah novel atau manga, mampu mengadaptasi cerita sebaik versi originalnya. Dan drama Seirei no Moribito menurut saya adalah salah satu adaptasi live action terbaik di Jepang. Karenanya, saya tak segan-segan menyandingkannya dengan drama/film live action favorit saya seperti Death Note, Samurai X, Liar Game dan Nodame Countabile. Well, I think the last part shows how much I love this drama. Hope you can share the same opinion though. J

No comments:

Post a Comment